Bahkan setelah lima hari terlewat, Afta belum kunjung siuman, membuat hati Dara begitu was-was. Ia takuti adalah Afta koma. Koma sama saja antara akan hidup atau tidak, ia selalu berpikiran tentang hal itu. Ingin selalu berpikir positif, tapi rasa trauma yang pernah hinggap di hidupnya, serasa sulit dihilangkan.
Lima hari ini, Dara tak pernah meninggalkan rumah sakit. Mungkin rumah baru mereka sekarang sudah dipenuhi debu. Ia sungguh khawatir kondisi Afta akan berdampak pula pada kondisi Bagus, adik iparnya.q
"Afta, kamu udah janji akan ngajak aku pergi ke Sydney ataupun ke Bali. Ayo kita pergi sama-sama Afta, ayo kita bercanda lagi, ketawa sama-sama lagi." Dara terus bergumam depan Afta yang masih tertutup matanya.
Hari itu kondisi cuaca Bandung sulit sekali ditebak, cuaca yang cerah tiba-tiba bisa saja hujan. Mendung memang sedang melapisi langit Bandung hari itu. Dara pergi pulang untuk mengambil beberapa baju Afta untuk dibawa ke rumah sakit. Injakan kaki pertama di rumah serasa asing bagi Dara. Ia terbiasa berjalan bersama suaminya. Sekarang, rumah begitu besar pun terlihat begitu sunyi tanpa Afta.
Ia membuka semua kenangannya, lukisan wajahnya yang pertama kali Afta buat menghiasi luasnya kamar. Ia tak mau menjatuhkan buliran air lagi dari matanya. Dara tak ingin sedih berlarut demi Afta, suaminya. Pakaian yang begitu lembut ia terus usap dengan tangan mungilnya.
Ponsel berdering keras, Pak Doni menelpon Dara.
"Dara, Dokter bilang perban di kepala Afta sudah bisa dilepas."
"Kenapa dilepas?"
"Dokter akan melihat perubahan lukanya, jika belum mengering mungkin akan diganti."
"Dara segera ke sana Pa."
Dara bergegas kembali ke rumah sakit. Dokter sudah berdiri tepat di depannya sedang berusaha membuka perban yang mengitari kepala Afta.
"Lukanya cepat mengering. Perban akan membuat lukanya semakin lembab nanti. Akan saya ganti dengan beberapa kain kasa saja."
Sekarang, Afta tak memakai perban di kepala membuat Dara begitu sangat merindukan untuk menggosok rambut basahnya setelah mandi. Kebiasaan kecil dan aneh membuat Dara merindukan hal itu dari Afta.
"Kondisinya stabil, namun kita harus menunggu untuk dia bisa sadar kembali."
"Terima Kasih Dok!"
Pak Doni selama ini selalu bersama Dara, menggantikan Bu Resa yang sibuk mengurus Bagus. Yumi, Mark dan Reno datang bersamaan ke ruangan.
"Dara? Kepala Afta udah gak di perban?" tanya Reno.
"Dokter bilang lukanya mengering, perban akan buat lukanya lembab, itu gak baik."
"Gue jadi kangen Afta yang konyol ya." Yumi terlihat begitu miris melihatnya.
Suara langkah sepatu mengejutkan mereka. Seorang Bayu datang tanpa diundang memasang wajah datar sekaligus tak percaya bahwa Afta terbaring lemah.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTITLED, 2017
Teen FictionPutusnya hubungan yang ia jalin bersama laki-laki yang dicintainya, memutuskan Sandara untuk tidak jatuh cinta lagi pada siapapun. Ucapannya yang gegabah, justru mendatangkan karma tersendiri baginya. Kira-kira, karma seperti apa yang ia dapat? "Apa...