Malam itu menjadi malam yang sungguh menyakitkan bagi Afta. Dirinya serasa masuk ke lubang masalah yang seharusnya ia tak pernah sambangi. Matanya masih memerah. Dirinya mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Wajahnya terfokus ke depan dengan emosi walaupun pendengarannya terus terngiang perkataan Gevan saat itu.
Ya, ini bukan Afta yang dikenal periang sebelumnya. Sepersekian detik ia menjadi laki-laki dewasa yang tersakiti cintanya sendiri.
"AAAAAAAAA, kenapa harus kayak gini," teriak Afta di sela menyetir.
Sementara Dara pulang dengan wajah terbalut air mata deras. Kamar menjadi tempat singgah hatinya yang terluka. Dirinya masih terngiang perkataan Afta sebelumnya, bahwa orang itu lebih dari teman baginya. Sungguh luka kala tahu orang itu adalah Gevan, orang yang pernah menyakitinya tanpa alasan.
Afta melamun di teras rumahnya. Padahal itu sudah masuk jam perkuliahan.
"Afta, kenapa kamu gak ke kampus? Kamu bolos?"
"Afta pergi dulu Ma, tolong jaga Bagus." Afta lantas mencium kening dan tangan kanan ibundanya.
Sampai di kampus, dirinya begitu bingung. Batinnya ingin menemui Dara dan berbicara banyak padanya, namun hasrat itu pudar kala dirinya teringat akan Gevan yang dia rasa masih mencintai sosok Dara. Pengkhianatan yang dilakukan alam untuknya kali ini benar-benar membuat dirinya begitu terpuruk.
Dara masuk ke kampus dengan tertunduk. Dirinya melangkah datar menuju kelas tanpa Yumi. Mata Afta akhirnya mampu menangkap Dara di sana. Ia lantas melangkahkan kakinya begitu cepat menuju Dara. Afta menarik paksa tangan Dara menuju taman kampus yang sudah sepi terlihat. Dara bahkan terkejut ketika Afta memaksanya menuju taman. Afta melemparkan tangan Dara perlahan untuk menghadap dirinya. Dan akhirnya, mata mereka saling bertemu.
"Kenapa lo pergi tadi malam?" Pertanyaan datar Afta membuat Dara gugup.
Dara tahu, dari pernyataan Afta kemarin, Afta serasa tidak mengetahui apapun tentang hubungannya dengan Gevan di masalalu. Namun kini, Afta mungkin telah mengetahui semuanya.
"Gue ... emm maaf gue cuma sakit perut aja."
Seakan tidak terjadi apapun sebelumnya, Dara berusaha untuk mengabaikan masalah itu.
"Gue udah tau semuanya. Orang itu Gevan bukan?"
Dara melebarkan matanya kaget. Ia pun tak tahu harus menjawab apa akan pernyataan Afta itu.
"Gue gak keberatan apapun masalalu lo kok Dar. Dan gue minta maaf gak tau kalau lo sama Gevan pernah jalin hubungan dulu. Apa lo gak keberatan gue ngomongin dia di depan lo?"
Mata Dara memencar sendu. Namun, ia buang seketika karena berusaha untuk terlihat baik di depan Afta walau pada dasarnya ia begitu sakit ketika mendengar nama mantannya itu.
"Kenapa? Dia masalalu gue. Gue gak peduli apapun soal dia lagi."
"Dara, gue mau nanya satu hal sama lo," tukas Afta sedikit menekan. Matanya fokus menatap Dara.
"Apa ... apa gue bisa menetap di hati lo buat waktu yang lama?" Pertanyaan Afta membuat Dara bergeming kaget.
Perlahan, Dara memunculkan senyumnya. Hal itu membuat Afta keheranan.
"Heh, ayo cepet ke kelas. Gue tau lo ada jam sekarang dan lo bolos, iya kan? Ayo!" Dara menggandeng lengan Afta untuk pergi.
"Dar?"
"Iya?"
"Lo gak lagi maksain apapun kan?" Afta membuat Dara tertunduk seketika. Namun ia mengeluarkan senyumnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTITLED, 2017
Teen FictionPutusnya hubungan yang ia jalin bersama laki-laki yang dicintainya, memutuskan Sandara untuk tidak jatuh cinta lagi pada siapapun. Ucapannya yang gegabah, justru mendatangkan karma tersendiri baginya. Kira-kira, karma seperti apa yang ia dapat? "Apa...