34. Day 1 with my Wife

721 44 0
                                    

Vote sebelum baca :)

Malam itu serasa malam asing bagi mereka, terduduk di satu sofa tanpa berkomunikasi satu sama lain. Mereka terlihat canggung layaknya baru saling mengenal.

"Oh iya, aku lupa pasang lampu di ruang makan, lampunya tiba-tiba mati, kamu mau kan pasangin lampunya?" tutur Dara. Ia berusaha memecah canggung di antara mereka berdua.

Dengan kaki kekar Afta berdiri di sebuah kursi yang lumayan tinggi. Di bawahnya sudah ada Dara yang siap menahan keseimbangannya.

"Afta ayo dong cepet, udah sore, hati-hati."

"Iya iya, aku lagi coba pasang ini, gak usah bawel."

"Hufft!"

"Tapi kan ...."

Sebelum Dara meneruskan perkataannya, tiba-tiba kursi tersebut oleng. Afta sempat bergetar sebelum ia kemudian terjatuh. Sebelah tangannya tergores sebuah pecahan kaca lampu yang terjatuh lebih dulu.

"AFTA!"

Dara mulai panik melihat tangan Afta yang sudah mengeluarkan darah. Satu menit kemudian, mereka terduduk di sebuah sofa. Wajah Dara sungguh membuat Afta berkaca-kaca, pasalnya, wajahnya sudah memucat karena takut.

"Kan aku udah bilang, udah sore hati-hati," kesalnya dengan wajah panik, seraya membalut luka lengan Afta. Afta malah menatapnya senyum membuat Dara semakin kesal.

"Kenapa senyum? Emang gak sakit?"

"Kan udah kamu obatin. Dara, aku gak apa-apa."

"Tapi tetap aja."

Afta berdiri tegak setelah Dara menutaskan putaran perban lengan Afta.

"Sekarang, apa bisa kita ....." Afta berusaha mendekati Dara yang terheran, dengan sergap ia lantas menggendong Dara dan pergi untuk tidur.

••

Kedua insan tengah tersenyum dengan lebarnya, bergandengan tangan menuju kelas.

"Ekheemm, pengantin baru," sindir Yumi dengan suara lantangnya.

"Yumi, lo liat Bayu gak?" tanya Dara seketika membuat Afta mengerutkan dahinya.

"Oh iya, tadi Bayu nyariin lo. Dia ada di kantin, dia nunggu lo bimbingan katanya."

"Kenapa bisa kamu bareng dia terus sekarang?"

"Aduh Afta, aku kan udah bilang, aku satu pembimbing sama Bayu. Dan kebetulan pembimbing itu saudaranya Bayu. Aku minta tolong sama dia, buat kasih tau jadwal senggang saudaranya itu."

"Tapi kan ...."

"Aku duluan ya, take care."

"Udah sah, bukan berarti lo bisa ikutin istri lo sepuasnya di kampus," sindir Mark yang baru saja datang.

Beberapa hari ini, Bayu juga Dara memang terlihat akrab karena soal pembahasan skripsi yang mereka jalani bersama, belum lagi mereka saling membantu satu sama lain. Walaupun dulu Sandara sempat menolak untuk memiliki teman selain Yumi. Bayu adalah satu-satunya laki-laki yang tak pernah tertawa jika Dara diejek di kelasnya. Perlahan, Bayu pun mengajak Dara untuk berdiskusi tentang seni yang sebenarnya adalah kesukaan Dara jika sudah membicarakan hal seperti itu. Lama-kelamaan, mereka kemudian berteman tanpa ada keraguan dari Dara sendiri. Terlebih lagi pembahasan yang sering mereka lakukan di kelas, membuat mereka berteman satu sama lain. Kejadian itu sebelum Dara mengenal Afta di kantin dulu.

"Kenapa akhir-akhir ini gue nyaman sama Dara ya, dulu kan dia jutek banget, dia sekarang berubah, lebih cantik juga," batin Bayu seraya terus menatap Dara yang tengah menyusun skripsinya.

"Ada apa?"

"Lo beda aja dari Dara yang dulu."

"Beda? Apanya?"

"Emmm dulu lo lebih jutek, juga lebih tertutup."

"Ini semua berkat Afta. Gue udah nemuin orang yang benar-benar mengerti hati gue. Eh jadi curhat gini, ayo kita ke lantai 4," ajak Dara.

"Kenapa bukan perasaan gue yang diliat lebih dulu sama lo Dar?" batin Bayu.

Di kelas, Afta terus memainkan ponselnya. Menunduk, dengan maksud menghindari teguran dosen saat itu. Afta memang sudah tidak belajar aktif, namun dia masih memiliki urusan dengan Dosen seninya.

Brukkk.

Gebrakan meja seketika terdengar keras.

"Afta, kamu serius gak sih? Kamu udah nolak untuk pergi ke Skotland, dan sekarang ada pameran Warnabaru pun kamu gak serius buat jalaninnya," ucap Dosen seni dihadapan Afta. Memang kala itu Pak Dosen tengah mencari sebuah objek yang pantas untuk Afta mengikuti sebuah pameran yang hadiri oleh seniman internasional.

"Aduh pak maafm Saya sudah memilih tema untuk lukisan saya. Maafkan atas kelalaian saya." Afta menundukan kepalanya di depan Dosen seni itu.

"Kamu ini ...."

Seketika dosen itu mengangkat tinggi tangan kanannya ke atas kepala Afta membuat Afta dengan sergap menutup matanya.

"Kamu ini. Harusnya kamu diskusi sama istri kamu sebelum ngerjain tugas kayak gini." Ucapan Pak Dosen itu membuat Afta melotot kaget, pasalnya Afta sudah mengira akan dimarahi olehnya.

"Bapak tau masalah saya?"

"Afta, saya menikah lebih dulu dari kamu. Pastinya pengalaman saya lebih banyak, lebih lama. Kalau kamu begitu khawatir silahkan kamu temui sekarang, dari pada kamu gak fokus nanti," ucap Pak Dosen membuat Afta tersenyum sumringah.

Dirinya berlari menuju kelas Dara, namun hasilnya nihil. Kelas terlihat kosong di pandangannya, telepon darinya pun tak kunjung di angkat oleh Dara. Afta berpapasan dengan Mark, kekasih Yumi.

"Mark, lo liat Dara gak?"

"Lagi bimbingan di lantai 4," jawab Mark datar.

"Kok lo tau? Gue aja suaminya gak tau."

"Yumi bilang. Dan ponsel Dara katanya mati kehabisan baterai."

"Lo bisa gak sih kalau ngomong pake ekspresi, gak ngenakin banget ngomong sama lo!"

"Orang yang dibantu gak tau terima kasih, hhh." Mark melangkah pergi.

Afta melangkah pergi menuju lantai 4. Sampai di sana, terlihat Dara tengah melakukan diskusi dengan dosen pembimbingnya. Tak hanya itu, napas Afta seketika terhenti kala melihat seorang laki-laki di samping Dara tertawa bersama mereka yang tengah berdiskusi. Ya, dia adalah Bayu, cowok yang selama ini terlihat dekat dengan Dara karena permasalahan skripsi yang mereka buat. Afta memang sudah tahu lebih jauh tentang Bayu dari Yumi. Ia pun sempat melihat Bayu ketika main ke kelas Dara sebelum mereka menikah.

"Dara!" Panggilan Afta memecah tawa mereka.

"Afta?" Dara segera menghampirinya.

"Kamu ngapain di sini?"

"Ngapain kata kamu? Ya jelas jemput kamu, kamu istri aku Dara." Nada bicara Afta seketika meninggi.

"Kamu, kenapa?"

"Aku tunggu di mobil." Afta pergi dari hadapan Dara yang kebingungan atas sikap Afta padanya saat itu.

Bimbingan telah diselesaikan Dara hari itu.

"Bay, gue duluan ya. Afta udah nunggu, terima kasih bantuannya. Terima kasih juga pak, saya akan revisi ini secepatnya."

"Oh iya Dara, kamu cuma harus ganti apa yang saya garis bawahi. Yaaaaa, kalau emang karyamu sudah rapih, kami bisa ikut sidang minggu besok," ucap Pak pembimbing.

"Terima kasih banyak Pak. Bayu, gue cabut." Dara pergi.

Bayu menatap datar kepergian Dara. Ia bahkan menciptakan sedikit senyum di celah bibirnya.

Tekan bintang di kiri bawah Gesssss.....

Voment
Terima Kasih

UNTITLED, 2017Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang