Dinaiki sebuah taksi oleh Dara. Matanya menatap beberapa bangunan besar di sisi jalan raya yang berdiri dengan kokoh. Beberapa orang belalu-lalang menambah suasana perjalanan Dara semakin menarik. Ia beralih fokus pada badan jalan.
"Mau ke mana tèh?" tanya supir taksi itu.
"Jl. Melati No.30. Eh, kampus Warnabaru aja deh Pak."
"Siap tèh."
Kesunyian berdiam di tempat Dara menimba ilmu. Suasana begitu sepi, tak seperti biasanya. Ya, memang hari itu adalah hari libur. Hanya ada beberapa mahasiswa-mahasiswi yang ikut beberapa organisasi atau hanya sekedar bimbingan skripsi untuk mahasiswa akhir. Ruang seni terlihat kosong, namun tak pernah dikunci oleh petugas penjaga kampus. Hanya yang memiliki ID Card mahasiswa Warnabaru yang bisa memasukinya. Tempat itu sering sekali dikunjungi anak jurusan seni. Mereka memakai tempat itu untuk melatih skill melukis mereka, bimbingan perihal seni lukis atau sekedar mengerjakan tugas.
Dara masuk ke dalam ruang seni. Terlihat kuas juga kanvas terbengkalai. Bahkan kanvas itu sudah tercoret beberapa warna.
"Halo? Ada orang di sini? Ini lukisannya belum selesai? Hello?" Mata Dara memencar ke sekitaran.
"Siapa sih yang ngelukis gak dilanjutin? Ih kalau ketauan Pak Yudi pasti kena sanksi nih." Dara mulai bergumam.
Dara menyiapkan kanvas baru. Tak terlupa, peralatan lukisnya pun ia keluarkan dengan cekatan. Tangan kemeja panjangnya pun ia gulung setelah lengan.
"Lo itu terlalu rajin. Gue yakin lo mau latihan buat ke museum Barli kan?" Suara seorang laki-laki mengagetkan Dara, hingga kuasnya terpental jauh.
"Lo! Ngapain lo di sini?"
"Lo sendiri ngapain di sini? Gue udah izin sama Pak Yudi dan yang harusnya kena sanksi itu lo. Masuk seenaknya mentang-mentang lo punya ID Card Warnabaru."
Ya, dia Afta. Entah kenapa mereka selalu bertemu secara kebetulan, di situasi yang selalu menjengkelkan Dara. Dara bahkan tak berpikir bahwa ia akan bertemu laki-laki berwajah visual itu.
"Jangan-jangan lo ngikutin gue ya?"
"Ih enak aja. Emangnya nih kampus punya bapak moyang lo. Suka-suka gue mau ke ruang seni, gue juga kan bayar di sini." Dara jengkel.
"Belum apa-apa udah ngegas. Minggir, ini wilayah gue. Kalau lo mau ngelukis, noh di sana aja."
"Lo kira karya gue sampah? Itu kan tempat buangan karya yang gagal, gue keluar aja."
Afta merenggut tangan Dara, menariknya mendekat pada tubuhnya. Kira-kira hanya 20 cm jarak mereka berdekatan membuat mata Dara melebar dengan sempurna.Sungguh, adegan itu pasti sudah familiar di sebuah drama.
"Kita cuma berdua di sini, apa lo gak mau ngelakuin sesuatu sama gue berdua di sini?" bisik Afta membuat Dara melotot. Emosinya mulai terbangun, terlihat dari hidungnya yang membesar dan alisnya yang ia kerutkan.
"Laki-laki brengsek!" Dara mendorong keras tubuh Afta.
"Dasar, cowok bermulut busuk," ketus Dara.
"Heh, gue ngajak lo ngelukis berdua sama gue di sini buat pameran lukisan museum Barli. Maksud lo apa ngomong kayak gitu sama gue? Mulut busuk? Cowok brengsek?" Pertanyaan Afta membuat Dara tertegun. Dara bahkan selalu saja salah paham dengannya.
"Oh jangan-jangan lo mikir macem-macem?" Pertanyaan Afta membuat wajah Dara memerah kesal.
Dara lantas meninggalkan ruang seni dengan langkah begitu cepat. Afta berusaha mengejarnya, menanggilanya, juga menertawakannya sambil melangkah.
"Wait, wait. Gue cuma bercanda." Afta menahan lengan Dara.
Apakah salah Afta membuat sebuah lelucon untuknya? Jawabannya adalah ya, benar. Afta telah salah mencoba untuk bercanda dengan Sandara. Mata berkaca terlihat dari manik mata coklat milik Dara. Ia terus tertunduk dengan kesal kala itu. Bahkan untuk menatap Afta pun enggan.
"Lo .... lo kenapa nangis? Gue bercanda. Gue minta maaf." Afta sendiri malah bingung dengan keadaan Dara saat itu.
"Don't touch me!" Dara jengkel seraya mengusap kedua matanya dengan kasar.
"Bercanda itu ada batasnya! Dan gue gak pernah suka lo ngelakuin hal itu lagi di depan gue!"
"Oke, oke gue minta maaf. Gue bukan laki-laki sebodoh itu Dar. Dan gue juga tau, lo itu cewek baik-baik. Gue minta maaf. Lo pasti orang yang sensitif."
Manik mata itu berusaha menatap bola mata Afta. Ya, tatapan laki-laki itu yang membuat Dara bisa dalam sekejap menghilangkan rasa emosi padanya. Tatapan ketulusan yang belum pernah Dara lihat selama ini, akhirnya dia bisa melihat juga. Dan itu, ada di kedua mata Afta. Dara juga yakin, kalau Afta ingin mengenal lebih dekat dan berteman baik dengannya. Namun lagi-lagi, Afta harus membobol pertahanan yang selama ini Dara bangun begitu kokoh.Benar sekali jika orang yang mengatakan teori seperti ini, "Sikap manusia bisa berubah karena dia pernah terluka." Ya, teori itu yang sekarang disematkan Afta pada Dara saat ini.
Mereka berdua terduduk di kedai Ice Cream. Seketika Dara terdiam nyaman di samping Afta.
"Lo tau, baru kali ini gue denger orang nyebut gue cewek baik-baik. Selama ini, gue ngerasa bukan orang baik di dunia. Gue ditinggal orang-orang yang gue sayang. Ayah, dan juga dia yang selama ini selalu ada di samping gue pun pergi gitu aja. Bahkan tanpa pamit."
Afta tertegun bingung ketika Dara mulai membicarakan tentangnya pada dirinya. Afta tentunya berhasil membobol pertahanan itu. Di satu sisi ia sangat bahagia, di satu sisi ia pun tak nyaman ketika Dara mulai menceritakan tentang dirinya.
"Semua orang bilang gue psikopat. Cuma Yumi yang anggap gue normal. Orang bilang gue gak waras, gila, juga lebay gara-gara putus cinta. Sebenarnya gue gak pernah sakit dia pergi secara tiba-tiba kayak gini. Gue cuma bingung dengan apa yang orang bilang. Mereka takut sama gue, jijik sama gue. Bahkan sedikit dari mereka yang mau berteman sama gue."
Afta bergeming dengan sesekali matanya mengerjap dengan bingung menatap gadis cantik tak bersalah terkena masalah pada mentalnya hanya karena ucapan orang lain.
"Gue udah bilang Yumi jangan temenan sama gue, karena gue gak mau Yumi jadi bahan Bullyan juga. Tapi dia tetap gak mau. Saat itu gue berpikir, cinta, hinaan, bukan apa-apa di dunia, asalkan lo punya sahabat yang benar-benar bisa liat lo pake hati mereka. Benar-benar anggap lo ada."
"Gue minta maaf Dar. Lo bisa anggap gue Yumi kedua buat lo. Jangan peduli kata orang, ikutin hati lo." Sentuhan tangan Afta seketika membuat Dara kaget. Ia menggubris keras tangan Afta yang refleks itu untuk menjauh. Afta salah tingkah kemudian. Ia bahkan merutuki dirinya dalam batin karena sikap gegabahnya selalu saja membuat dirinya terlihat buruk dan bodoh sendiri.
"Sial. Kenapa lo ngelakuin itu bego?" batin Afta cemas sendiri.
"Kenapa sih lo suka nyentuh orang lain tanpa izin?" Alis Dara terangkat sempurna dengan kesal.
"Hehe. Gue salah lagi. Minta maaf lagi deh. Kebiasaan lo, kenapa lo suka nyentuh orang tiba-tiba? Nanti gue potong baru tau rasa!" Afta bahkan merutuki tangannya sendiri membuat Dara menahan geli karena tingkahnya kala itu.
Jangan lupa tinggalkan jejak.
Vote-comment❤
Thx
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTITLED, 2017
Teen FictionPutusnya hubungan yang ia jalin bersama laki-laki yang dicintainya, memutuskan Sandara untuk tidak jatuh cinta lagi pada siapapun. Ucapannya yang gegabah, justru mendatangkan karma tersendiri baginya. Kira-kira, karma seperti apa yang ia dapat? "Apa...