Sementara, suara sirine ambulan berbunyi menyakitkan pendengaran Yumi kala memergoki peristiwa kecelakaan yang melibatkan Afta. Tujuannya adalah menyusul Afta ke Bandara, namun nahas semua itu terhenti kala Afta mengalami kecelakaan hebat sebelum sampai pada untuk menemui Sandara. Bu Resa maupun Bagus terus menangis. Bu Dian datang bersamaan dengan Reno, sahabat Afta.
"Di mana Dara?" Bu Dian terlihat menangis cemas. Ia terus menanyakan keberadaan Dara yang sebelumnya pernah izin untuk mengikuti salah satu kompetisi melukis di luar kota Bandung. Dari awal, Bu Dian memang sudah berpirasat dan cemas akan kepergian puterinya yang harus keluar kota tanpa seorang Afta. Tak disangka, pirasatnya membawa duka bagi keluarga kecil Sandara.
"Dara lagi menuju ke sini Bu."
"Kamu yakin Yumi? Reno bilang, kalau Afta sempat menelponnya dan memberitahu kalau Dara dalam bahaya?"
"Dara menuju ke sini bu. Saya liat GPS ponselnya hidup. Saya akan coba menelpon Bayu." Reno menelpon Bayu yang masih tertegun heran di Bandara.
Bayu terus bergeming menatap kepergian Dara yang sengaja ia lepas saat itu. Ia bahkan tak tahu, kalau yang ia lakukan bisa mengubah segalanya, termasuk hidup seorang Dara. Lagi-lagi luka itupun masuk ke hidupnya. Tanpa permisi, juga pergi tanpa pamit seperti yang Gevan lakukan di hidupnya. Padahal, Bayu adalah saksi perjalanan cinta Dara selama ini yang ia amati secara mendalam, namun ia tahan dengan sangat sempurna. Cinta yang ia simpan begitu lama, jatuh sebagai luka bagi Dara, wanita yang ia cinta secara sembunyi. Walaupun begitu, berita Afta terluka adalah berita baik bagi perasaannya. Tapi, tidak dengan perasaan Dara.
Sempat terkejut karena peristiwa Afta, Bayu segera mematikan ponselnya tanpa menjawab.
"Syukurlah, Tuhan berbaik hati sama gue lagi. Gue gak usah repot-repot nyingkirin Afta dari Dara, karena dia sebentar lagi akan mati."
Dara terus menangis di dalam taksi. Ia memarahi supir taksi untuk cepat sampai di rumah sakit. Di sela penjalanan, Dara mengingat semua perkataan Afta sebelum ia pergi ke Bandara. Seluruh perkataannya tiba-tiba mengiang, begitu haru Dara merasakannya sampai ia menangis tersedu membuat supir taksi itu semakin cemas karena sikap Dara. Tak terasa, detik itu menjadi detik bencana bagi dirinya.
Dara turun bergegas dari taksi yang ia tumpangi. Tidak tahu berapa uang yang ia berikan pada supir saat itu. Ia berlarian di koridor rumah sakit. Dara bertanya pada seorang suster yang sempat melarangnya untuk berlarian di koridor. Kaki Dara begitu gemetar. Rasanya, ia tak bisa berjalan dengan sempurna. Luka yang selama ini ia dapat sebelumnya, sakitnya tak seberapa kala mengetahui orang yang begitu ia cinta terperosok dalam luka karena kebodohannya sendiri.
Sambutan miris Dara dapat dari para keluarganya. Tangis Dara memecah saat melihat ruang operasi dengan lampu yang masih menyala.
"Di mana Afta?" Wajahnya terlihat sungguh tak mengenakkan. Ia begitu tegang dengan tangan yang jatuh menjadi tremor.
"Dara?" Semua orang memanggil namanya tanpa terkecuali Bagus yang tengah menangis tersedu dipelukan sang Mama.
"Yumi, mana Afta?" Tatapan Dara layaknya seekor Elang yang kehilangan anaknya. Napasnya belum sempurna stabil setelah ia berlari dari halaman rumah sakit hingga menemukan mereka semua yang tengah cemas menunggu operasi Afta di sebuah ruang khusus.
"Daraaaa." Yumi memeluk Dara yang masih mematung heran.
"Afta dioperasi!" Reno memecah pendengaran Dara.
"Gak, gak mau, aku mau nyusul Afta. Minggir! Afta, ini aku Dara, aku gak jadi pergi!" Dara berteriak di selingi tangis. Ia berusaha untuk membuka pintu ruang operasi dengan terus maminkan handle yang terkunci.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTITLED, 2017
Teen FictionPutusnya hubungan yang ia jalin bersama laki-laki yang dicintainya, memutuskan Sandara untuk tidak jatuh cinta lagi pada siapapun. Ucapannya yang gegabah, justru mendatangkan karma tersendiri baginya. Kira-kira, karma seperti apa yang ia dapat? "Apa...