11. Menyebalkan

842 49 6
                                    

Pagi itu, Dara membuat bingung semua orang karena berlari di sekitar koridor. Suara sepatunya mengganggu beberapa mahasiswa lain.

Dara memasuki ruang seni yang masih sepi terlihat, lantas diambil kanvas juga kuas di atas meja. Dara mulai mengoleskan beberapa warna pada kanvasnya. Untuk saat ini, alam adalah tema untuk karyanya.

Beberapa mahasiswa juga mahasiswi masuk dan mulai melukis mengikuti langkah Dara.

"Kalian? Ikut pameran museum Barli?"

Semua mahasiswa mengangguk. Karena siang nanti adalah pengumpulan karya, maka dari itu mereka bergegas untuk segera melukis. Ya, satu persatu kebohongan Afta lagi-lagi terkuak. Dara bahkan merasa bodoh karena sudah terhasut oleh laki-laki berwajah visual yang pecicilan itu. Selama ini, Dara tak pernah ingin mengikuti apapun program kampus di Warnabaru. Tapi, Afta membohonginya untuk bisa masuk program yang kampus keluarkan. Menurut Dara mengikuti program seperti itu malah membuatnya selalu rendah karena beberapa orang selalu tak menyukai keberadaannya walaupun ia sangat ingin mengikuti beberapa festival lukis. Dara berhenti untuk mencampuri urusan kampus setelah putus dari Gevan.

"Ternyata ini program kampus, dasar cowok penipu," batin Dara.

"Kenapa gue bodoh ya?" gumam Dara seraya terus melenggokkan tangannya mengoles kanvas putih di hadapannya.

Afta datang dengan terengah-engah membuat semua mahasiswa aneh menatapnya.

"Dara," panggil Afta.

Namun Dara hanya bergeming fokus pada lukisannya.

"Dara .... emmm so ...." Ucapan Afta terpotong.

"Sorry karena lo udah bohongin gue? Asal lo tau, gue itu benci pembohong gimana pun bentuknya, wujudnya, juga jenisnya. Jadi, jangan ganggu gue hari ini. Kalau lo maju selangkah ke hadapan gue, jangan harap lo bisa nemuin gue lagi. Dan gue akan batalin untuk ikut ini." Ucapan Dara membuat Afta merasa bersalah.

"Please jangan Dar. Maaf. Habisnya lo tuh gak ikut program kampus apapun itu. Senggaknya, mahasiswa di sini punya satu program kampus. Lo kan tau itu salah satu syarat sidang."

"Buat apa lo peduli sama hidup gue?"

"Gue akan merasa peduli sama hidup gue kalau gue bisa peduli juga sama orang-orang di sekitar gue." Afta tersenyum. Ia mengambil ponsel dan memainkannya tanpa takut Dara pergi. Padahal, Dara sudah bilang untuk membatalkan ikut dalam program itu.

Dara melirik Afta yang hanya sibuk dengan ponselnya. Sementara, ia melihat mahasiswa lain tengah berusaha membuat karya begitu indah. Dara bingung sendiri. Ia sangat tidak bisa melihat karya yang belum rampung terbengkalai.

"Kenapa lo diem?"

"Gue? Gue bukan peserta. Gue gak ikut program itu, karena gue udah pernah sebelumnya di kampus gue dulu."

"Kenapa lo gak ikut lagi?"

"Karya gue sebelumnya itu gagal, dia dibuang percuma ke tong sampah. Gue gak kesel sih, cuma rasanya males aja."

Dara segera membalikkan badannya menghadap Afta. Bahkan niatnya untuk membatalkan mulai hilang.

"Diri sok bijak nasehatin orang, tapi lo aja gak bisa nasehatin diri lo sendiri!"

"Kenapa? Ini hidup hidup gue! Kenapa lo ikut campur? Suka-suka gue dong, mau ikut atau gak." Ucapan Afta membuat Dara terdiam.

Dara menghela napasnya kasar. Ia melirik sinis Afta dan segera mengambil kembali kuasnya dengan jengkel. Ia lantas meneruskan kembali karyanya. Hal itu membuat Afta benar-benar terlihat senang.

UNTITLED, 2017Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang