Dara menyusul Afta ke rumah sakit dengan taksi. Taksi itu melaju cepat karena kondisi darurat memaksa Dara untuk segera sampai ke rumah sakit menyusul Afta. Supir itu melihat darah di tangan Dara, lantas dilajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Sampai di rumah sakit, Afta lantas dibawa keruang IGD untuk dapat perawatan lebih lanjut. Reno datang menyusul Dara saat itu.
"Gimana Afta?" tanya Reno dengan napas terengah-engah. Dara masih terdiam tanpa menjawab apapun pertanyaan. Ia bergeming dengan tatapan kosong ke mana-mana.
Penglihatannya pekat menuju ruang IGD. Reno pun sudah menduga hal itu. Reno berusaha menelpon orangtua Afta dan selang beberapa menit, Bu Resa, Pak Doni juga istrinya datang ke rumah sakit dengan kecemasan.
"Mana Afta?" tanya Bu Resa yang wajahnya begitu cemas bersambung pucat.
"Apa yang terjadi?" tanya Pak Doni.
Yumi datang, menatap Dara yang masih terdiam di depan ruang IGD dengan darah masih melekat di tangannya.
"Dara, sebaiknya lo bersihin tangan lo dulu. Ayo." Yumi membawa Dara ke toilet.
Dengan langkah lemah Dara menghampiri kedua orangtua Afta yang sedang duduk di ruang tunggu.
"Tante, Om, Afta seperti itu karena menyelematkan saya, saya minta maaf," ucapnya dengan air mata mengalir di wajahnya.
"Kamu gak apa-apa nak?" tanya Bu Resa datar dengan wajah cemas dipenuhi tangis.
"Reno, kamu ajak dia buat istirahat. Kasih dia minum. Mungkin dia syok berat, wajahnya pucat banget," ucap Pak Doni dengan cemas.
Mereka bertiga pergi ke luar rumah sakit. Walaupun Dara hendak menolak, Reno mulai memaksanya.
"Dara, Afta lagi ditanganin sama dokter. Lo minum dulu nih." Yumi memberikan segelas air pada Dara.
Wajah cemas terlihat dari Reno yang tengah tertunduk mengerutkan dahinya, dengan tangan yang mengepal dengan rasa kekhawatiran.
"Harusnya gue aja terbaring di sana bukan Afta. Harusnya gue yang celaka bukan Afta," gumam Dara dengan bibir yang mulai membiru karena ketakutan. Tangisnya perlahan mulai keluar.
"Dia begitu karena sayang sama lo." Ucapan Reno membuat mata kedua wanita itu terbelalak.
"Afta bukan orang yang mudah ngelakuin itu semua kecuali ada hal yang begitu penting dalam hidupnya."
Ditengah mereka berbincang, Gevan mulai berlarian di koridor rumah sakit. Gevan lantas melihat kedua orangtua Afta yang dikenalnya akrab.
"Om, Tante, gimana sama Afta?" tanyanya panik. Ia terus memegangi dadanya setelah berlari untuk segera melihat kondisi Afta, sahabatnya.
"Afta di ruang IGD" jawab Pak Doni.
"Sebenarnya apa yang terjadi sama dia?"
"Dia berusaha nyelametin temannya dari runtuhan bangunan, kata Reno," jawab Bu Resa.
"Siapa yang ditolongnya sampe dia celaka begini?" batin Gevan bertanya-tanya. Ia malah penasaran akan hal itu.
"Gevan, kamu mau kan temenin Bagus buat saat ini. Tante takut, dia cari-cari kakaknya. Jangan bilang Afta kecelakaan," ucap Bu Resa dengan tangis.
"Baik Tante, kalau gitu saya tengokin Bagus dulu." Gevan lantas pergi.
Mereka bertiga kembali ke dalam rumah sakit. Dara masih pucat terlihat karena pikirannya masih penuh dengan peristiwa itu. Dokter keluar dari ruang IGD membuat penasaran seluruh orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTITLED, 2017
Teen FictionPutusnya hubungan yang ia jalin bersama laki-laki yang dicintainya, memutuskan Sandara untuk tidak jatuh cinta lagi pada siapapun. Ucapannya yang gegabah, justru mendatangkan karma tersendiri baginya. Kira-kira, karma seperti apa yang ia dapat? "Apa...