Angin berhembus melewati kaca jendela seorang laki-laki yang berdiri tegap menghadap alam. Pagi yang sungguh membuatnya begitu dilema, entah harus pergi atau bertahan dengan luka. Dengan tangan yang dimasukkan ke saku celananya, dahinya mengerut seakan dirinya telah keras berpikir selama ini. Entah apa yang dia putuskan, baik untuknya atau orang lain. Hal itu sungguh membuat dirinya sakit karena sebuah pilihan.
"Kalau gue ke Skotlandia, otomatis cinta gue sama Dara pasti kandas. Ya, berdiri dalam kebohongan yang dibuat orang lain itu rasanya sesakit ini. Kadang gue mikir, apa yang terjadi kemarin serasa mimpi bagi gue. Cinta dan kematian serasa beriringan. Selama ini, cinta Dara cuma buat Gevan. Andai aja kebohongan itu bertahan lama. Gue pasti lebih lama juga di sisi Dara," gumamnya dengan angin yang terus menerpa rambutnya.
Semua yang terjadi, benar-benar menampar kehidupan gadis bernama Sandara dengan begitu keras hingga meninggalkan bekas. Semua yang dirasa selalu menjadi fiktif, tak pernah nyata. Dunia serasa mengkhianatinya berkali-kali. Jiwanya terus penuh dengan ujian.
"Kenapa cinta selalu membuat rasa sakit? Gue udah gak habis pikir, ketika gue mulai jatuh cinta, selalu aja ada rasa sakit." Gumaman Dara sampai terdengar ke telinga Yumi.
"Karena lo selalu bertahan dalam luka. Udah jelas kebahagiaan ada di depan mata lo Dara," tukas Yumi, menimpali cepat gumaman Dara. Dara terkejut sendiri ketika Yumi tiba-tiba saja ada di hadapannya. Terlebih lagi, ia mendengar semua keluhan Dara saat itu.
"Yumi, sejak kapan lo di sini?"
"Gue gak bakal tinggalin lo sendiri. Lo itu terlalu bodoh hanya karena terus mengunci perasaan lo itu," tutur Yumi seraya terus menatap Dara dengan begitu fokus.
"Terus, apa yang harus gue lakuin? Gue udah berusaha lupain Gevan Yum. Gue senang karena dia udah lepas dari semua sakitnya."
"AFTA! Afta Dar, Afta."
"Apa?"
"Afta. Afta adalah nyata. Dia selalu nunggu senyuman keluar dari wajah lo. Gue gak ngerti apa yang lo pikir sampai lo lupain Afta gitu aja Dar."
Seseorang berlari tergesah-gesah menuju tempat Dara dan Yumi tengah berbincang saat itu. Laki-laki bertubuh tinggi dengan hoodie berwarna hitam itu membuat Yumi dan Dara refleks berdiri karena terkejut dengan kedatangannya.
"Reno? Kenapa lo? Dikejar rentenir?" tanya Yumi kebingungan dengan kedatangan Reno yang sangat jarang terjadi itu. Biasanya ia datang hanya untuk menjemput Afta yang selalu hijrah ke halaman kelas Dara untuk menggodanya. Tapi kali ini, wajahnya begitu membawa kecemasan.
"Dar .... gue mau ngomong sesuatu," ucap Reno dengan napas yang masih terengah-engah menatapi Dara dengan begitu fokus.
"Afta gak ada di sini," tukas Yumi berpikir bahwa Afta lah yang Reno cari.
"Gue ke sini bukan nyari si Afta."
"Terus, soal apa?" tanya Dara penasaran.
"Afta .... Afta mau pergi ke Skotlandia. Dia dipilih jadi wakil Warnabaru buat ikut pameran karya lukis." Ucapan Reno membuat mata Yumi melotot kaget.
"Pameran?" tanya Yumi.
"Profesor bilang, karya Afta punya nilai seni yang berbeda dari yang lain. Gue gak tau, kalau profesor rekomendasiin dia buat ke sana. Katanya, program ini juga, program pertukaran pelajar selama dua bulan."
"Terus? Kenapa lo ke sini?" tanya Dara datar seakan tak mengerti apa yang dikatakan Reno yang telah lelah berlari hanya untuk menemuinya.
"Dara! Afta mau pergi dan lo baik-baik aja? Lo gak punya hati?" Reno mengerutkan dahinya jengkel karena sikap Dara. Padahal, ia hanya berusaha untuk membantu temannya yang selama ini terus terpuruk hanya karena Dara.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTITLED, 2017
Teen FictionPutusnya hubungan yang ia jalin bersama laki-laki yang dicintainya, memutuskan Sandara untuk tidak jatuh cinta lagi pada siapapun. Ucapannya yang gegabah, justru mendatangkan karma tersendiri baginya. Kira-kira, karma seperti apa yang ia dapat? "Apa...