22. Darahmu di tanganku

713 40 2
                                    

Jam kuliah pertama telah selesai, Afta yang wajahnya begitu sumringah lantas mengambil tasnya dengan cepat hendak melangkah pergi dari kelas. Belum sampai ia melangkah, Reno menahannya untuk pergi.

"Wait, mau ke mana lo? Buru-buru banget kek dikejar rentenir."

"Gue? Gue jatuh cinta," timpal Afta lantas duduk kembali ke kursinya. Wajahnya terus blushing, tapi ia tak ragu untuk membicarakan perasaannya pada Reno, sang teman.

"Apa? Serius lo? Sama siapa?"

"Cewek lah."

"Ya iya gue tau, siapa ceweknya?"

"Dara," jawab Afta tanpa berpikir panjang. Senyumannya terus tersipu malu.

"Dara? Dara cewek psikopat itu?" Pertanyaan Reno membuat Afta menaikkan alisnya emosi.

"Jangan coba-coba lo panggil Dara psikopat!" Alis mata Afta terangkat emosi ketika Reno malah mengejek wanita yang disukainya.

"Maksud gue tuh, Dara kan gadis aneh."

"Nggak. Dia cuma kesepian. Gue rasa dia cuma butuh orang yang ngerti akan apa yang dia rasa. Kalau lo ngenal dia lebih jauh, lo pasti narik kembali kata psikopat yang lo sebut untuk Dara. Setiap kali liat dia, gue ngerasa aneh dalam diri gue. Entah senang, iba, sedih, juga gue pengin ketemu dia terus sepanjang waktu." Afta tersenyum melamun membayangkan Dara.

"Oh my gosh, akhirnya Tuhan ngirimin perasaan ini sama temen gue."

"Lo kira gue gak normal?"

"Habisnya lo jarang banget berduaan sama cewek akhir-akhir ini. Lo berdua terus sama gue." Reno merangkul pundak Afta. Badan mereka saling bertubrukan keras.

"Ih jijik gue," timpal Afta lantas bergegas pergi.

Dara tengah duduk santai di taman kampus seraya mendengarkan musik pada earphone yang terpasang di telinganya. Dengan sergap seorang laki-laki terduduk di sampingnya, mencuri sebelah earphone di telinganya dan memakainya pada sebelah telinga miliknya.

"Ngapain lo?"

"Dengerin apa yang lo denger. Oh gue tau lagu ini. Lagu Air Supply, goodbye kan?" tanya Afta dengan senyuman tampannya. Afta lantas bernyanyi mengikuti alunan lagu yang didengar. Dara memperhatikannya lama. Entah kenapa saat itu, hatinya terasa nyaman kala mendengar suara Afta bernyanyi di sebelahnya.

"Balikin." Dara menarik kembali earphone di telinga Afta. Gadis itu kembali melangkah hendak meninggalkan Afta.

"Dara, lo tau itu lagu yang paling gue benci. Goodbye itu kata-kata yang paling gue benci. Jadi jangan pernah lo berucap kata itu depan gue. Apa lo mau?" tanya Afta dari belakang.

Dara tertegun diam. Dirinya membelakangi Afta dengan sempurna. Sementara, wajah Afta mulai mencirikan keseriusan setelah ia berkata seperti itu.

"Apa hak lo? Larang-larang gue?" Dara menoleh ke belakang.

"Pasti lo juga gak suka kan dengan kata itu? Lo mau janji jangan pernah berucap kata itu pada diri lo sendiri?"

Perkataan Afta menusuk hatinya. Ucapannya serasa menguatkan hati Dara untuk terus hidup dengan bahagia tanpa memikirkan masalahnya yang lalu. Hal itu membuat Dara bergeming tanpa menimpali ucapannya.

Pulang dari kampus, Dara melemparkan tasnya malas ke kasur empuk dihadapannya. Dirinya lantas membantingkan badannya ke kasur yang begitu empuk. Napasnya mulai beraturan setelah menyetir selama 20 menit dari kampus. Dara menutup telinganya tiba-tiba seraya terus mendengarkan suara pria yang akhir-akhir ini memang tengah mengejarnya. Siapa lagi kalau bukan Afta. Afta mungkin berhasil membuat Dara terbawa perasaan. Ia terus membulatkan matanya menatap atap langit kamar.

UNTITLED, 2017Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang