"Apa? Lo kencan sama Afta nanti malem?" Yumi terkaget-kaget membuat Dara melotot tajam.
"Yumi, jangan keras-keras," bisik Dara menarik Yumi untuk duduk kembali.
"Akhirnya, gue seneng banget dengernya."
"Kenapa lo seneng? Gue justru lagi gak seneng."
"Hah? Tadi lo bilang mau kencan, kenapa lo gak seneng? Gue tau lo mulai suka sama Afta, tapi tolong jangan PHPin anak polos yang bernama Afta itu, gue yakin dia tulus sama lo."
"Gue cuma, cuma gugup aja. Gue belum terbiasa sama laki-laki lain. Niatnya, gue mau sendiri dulu saat ini. Tapi liat Afta yang terus ganggu hidup gue selama ini, gue mulai banyak berpikir. Kadang gue risih karena gue merasa keganggu, tapi di sisi lain, gue selalu tertawa karena maniac itu, dia bikin kotak suara gue selalu berbunyi. Terlebih lagi gue merasa nyaman kalau sama dia. Melukis, satu mobil, ataupun saat di rumah sakit." Dara melamun menceritakan apa yang ia rasakan saat itu pada Yumi.
"Nah, jatuh cinta. Sekarang lo lagi jatuh cinta. Dara, lo bisa bales semua senyuman dari Afta mulai sekarang. Jangan jutek sama dia, jangan marah, jangan naikkin seluruh alis lo, jangan juga lo ketus sama dia."
"Gak bisa, sifat gue ya kayak gini, ini sifat alamiah gue. Gue gak bisa kontrol buat gak marah sama dia. Dia kadang bikin jengkel dan gue gak bisa nahan amarah sama dia," jawab Dara polos.
"Afta gak bakalan bikin lo marah. Dia emang gila, tapi dia punya ketulusannya sendiri. Dia beda dari Gevan. Gevan terlalu baik, sehingga lo takut buat nyakitinnya, dan akhirnya lo yang malah disakitin sama dia." Yumi membuat Dara mendatarkan alisnya.
••
Malam tiba, mobil berwarna putih sudah terparkir di halaman rumah Dara. Baru kali ini Bu Dian melihat mobil seorang pria terparkir di rumahnya.
"Kamu?" Bu Dian kaget melihat Afta.
"Bu, Dara mau pergi sebentar sama orang ini." Dara canggung saat meminta izin pada sang ibu.
"Ke mana? Oh, jangan-jangan kalian mau kencan ya?" Pertanyaan Bu Dian membuat mereka blushing.
"Kenapa ibu mikir kayak gitu?" Dara mengerucutkan mulutnya.
"Bu, saya minta izin buat ajak Dara sebentar melihat dunia luar, cuma makan aja kok. Saya janji akan jaga Dara." Afta dengan sopannya meminta izin pada Bu Dian.
Dara melotot kaget mendengarnya. Rasanya, baru kali ini ia melihat seorang laki-laki yang begitu tulus meminta izin pada ibunya. Mereka pergi dengan Afta yang terus tersenyum blushing di dalam mobil.
"Ngapa lo senyam-senyum gitu? Ngeri gue liatnya."
"Seneng aja, akhirnya gue bisa juga naklukin hati lo."
"Siapa yang naklukin hati siapa? Gue .... emm gue gak merasa." Dara canggung, namun kecangungan itulah yang begitu disukai seorang Afta.
Sampai di sebuah restoran, mereka makan bersama. Afta tak canggung lagi memotongkan steak ke piring Dara dengan senyum mautnya. Dara menatapnya aneh. Ia melihat sekitar dan merasa malu akan tindakan Afta padanya yang dirasa berlebihan.
"Pasangan baik harus bisa mengerti pasangannya." Ucapan Afta tak ragu.
"Siapa yang bilang gue pasangan lo?" bisik Dara di sela menyantap steak yang masih penuh di mulutnya.
"Ouw, muncrat semua saus lo. Kalau makan jangan bicara dong!"
Setelah melewati malam panjang bersama Afta, kali ini mereka tengah berjalan berdampingan di sisi jalan besar menuju parkiran mobil.
"Baru kali ini gue ngerasain kencan semenyenangkan ini," ucap Afta di sela langkah mereka.
"Dara." Panggilan Afta seraya menghentikan langkahnya menghadap Dara.
"Emm?"
Wajah Dara masih terlihat datar namun dia lebih tenang dari sebelumnya.
"Maafin gue, karena udah masuk ke kehidupan lo begitu aja. Tanpa lo kenal, tanpa lo tau. Tanpa lo mau gue dateng gitu aja ke hidup lo. Beberapa hari ini gue selalu bingung. Perasaan gue yang antusias ini, gue takut malah buat lo terluka. Sebelumnya, apa ada orang yang lo suka?" Pertanyaan Afta membuat Dara melotot kaget.
Dara membuang pandangannya, terdiam seperti patung, dan bibirnya mulai membiru terhempas angin malam yang mulai mendinginkan.
"Pernah, tapi itu dulu. Dan sekarang, gue gak pernah mau mengingat apapun hal tentang itu."
"Terus, kemarin gue liat lo berdua sama cowok di ruang seni. Baru kali ini gue liat lo ngobrol sama cowok, siapa dia?"
"Dia? Dia temen kelas gue? Ada apa?"
"Apa dia ngejek lo? Apa dia ngehina lo?" Afta khawatir.
"Kenapa lo bisa berpikir begitu? Gak semua orang di kelas gue, bilang gue prikopat."
"Gue ... emmm ... gue ...." Afta terbata-bata kala Dara menajamkan matanya menatap kedua bola matanya yang tengah bingung.
"Gue cemburu! Jangan deket laki-laki lain selain gue!" tegas Afta membuat Dara melotot keheranan.
"Apa? Kenapa lo ngatur gue? Kita belum resmi jadi apapun."
"Kalau gitu lo mau gue resmiin sekarang?" Afta membuat Dara lagi-lagi tertegun dengan bingung. Jantungnya sudah seperti kereta api yang tengah beroperasi yang membunyikan suara karena gesekan rel.
"Gue kan bilang akan pikir-pikir dulu."
"Jangan deket sama laki-laki lain kayak deket lo ke gue." Afta mendekatkan wajahnya pada wajah Dara, hampir saja dahi mereka saling menyentuh.
"Ayo naik, gue anter lo pulang." Afta membukakan pintu mobil untuk Dara. Dara masih saja terlihat aneh bersambung gugu. Seketika jantungnya menggebu begitu cepat.
Sampai di rumah masing-masing, mereka hanyut dalam peristiwa kencan yang mereka jalani. Tak ada yang spesial namun semua itu sudah membuat Afta terlalu banyak merasakan kebahagiaan.
Tekan bintang di kiri bawah gess, Terima Kasih banyak❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTITLED, 2017
Teen FictionPutusnya hubungan yang ia jalin bersama laki-laki yang dicintainya, memutuskan Sandara untuk tidak jatuh cinta lagi pada siapapun. Ucapannya yang gegabah, justru mendatangkan karma tersendiri baginya. Kira-kira, karma seperti apa yang ia dapat? "Apa...