Boss Father (2)

1.2K 83 2
                                    

  cek typo gais.
Kasih Bintang kalo bisa sih Bulan aja.




   Aku segera beranjak ke kubikelku, kulihat Mbak Sandei sudah duduk dikubikelnya. Kemudian aku mengalihkan pandangan ke arah kubikel Mbak Ulva. Kosong, loh kemana Mbak Ulva, ga datangkah?

"Mbak, Mbak Ulva mana Mbak? gak datang?" tanyaku pada Mbak Sandeian, memang sekarang belum masuk jam kantor tapi biasanya jam segini semua udah datang.

"Mbak Ulva udah resign Han, tadi pak Jimmi ngabarin kalo Mbak Ulva udah gak kerja"

"Kok cepat banget mbak?" tanyaku heran.

"Soalnya pak jimmi udah dapat pengganti, sebenarnya Mbak Ulva udah ngajuin surat resign dari bulan kemarin tapi nunggu pengganti" Mbak Sandei melanjutkan mengamati layar komputernya.

"Berdoa aja semoga penggantinya cowok ganteng" kata Mbak Sandei, aku  menatapnya bingung sejak kapan Mbak Sandei memperdulikan kegantengan seseorang.

"Sejak kapan Mbak mikirin tingkat kegantengan seseorang"

"Sejak nonton drakor punya kamu, sekalian cuci mata biar mata gak rabun lihat komputer terus, kalau ada vaksinnya kan... " kata kata Mbak Sandei terhenti ketika seseorang memasuki kubikel Mbak Ulva. Aku juga melihat objek yang dilihat Mbak Sandei.
    Seorang lelaki berbadan tinggi tegap sampai sampai tinggi kubikel hanya sedada bawahnya kira kira tingginya setinggi pak boss. Aku terpana, bukan kami terpana.

"Kamu anak baru'kan?" tanya Mbak Sandei kepada cowok itu.

"Ya" jawabnya singkat, Wanjay anak baru belagu amat sih, muka ganteng tapi kok pengen bacok , Mbak Sandei tahu jika lelaki satu itu tidak bisa diajak bicara, bukan karna bisu tapi rada rada arogan. Ia langsung mengundurkan diri dari sana. Aku? Aku hanya menatap lelaki ini tajam. Malas beramah tamah sama cogant ini, eit bulan cowok ganteng tapi cowok arogant. Mbak Sandei yang awalnya ingin beramah malah makan hati. Kasihan.

Kami mengerjakan tugas masing masing, aku khawatir jika aku pergi ke Medan beberapa hari apa tidak apa apa? Sebab tugasku akan ditangani mereka berdua.

Tanpa terasa Jam istirahat sudah tiba.

"Parlin" panggil seseorang, seperti dikomando kami bertiga menatap pak Jimmi.

"Ada apa mas?" tanya lelaki arogan tadi.

"Kamu kekantin bareng siapa, baregg yuk" ajak pak Jimmi.

"Ya" jawabnya singkat dan bergegas kearah lift, aku berpikir pak Jimmi aja yang ngomong ke dia cuek cuek gimana gitu, apa lagi kami yang gak tahu menahu siapa dia.

Lamunanku terhenti saat ponselku bergetar.

Pak boss
Antar dua gelas kopi kemari,satu seperti biasa.

Aku membaca pesan itu, emangnya pak boss ada tamu,tumben sekali, ia melewatkan makan siangnya .

"Kamu gak kekantin Han?" tanya Mbak Sandei tiba tiba berada di sampingku.

"Eh.. Nanti aku nyusul mbak, pak boss ingin kopi, mbak duluan aja" jawabku.

"Yah aku beneran jomblo dong" kata Mbak Sandei bergegas meninggalkanku.

Kadang aku bingung dengan pola pikir pak boss, di ruangannyakan ada pentry kenapa tak dibuat sendiri saja, atau suruh Mas Thomas buatkan. Aku mengetuk pintu dua kali setelah mengulas senyum pada Mas Thomas.

   Aku masuk dan dari sini aku melihat punggung bidang membelakangiku. Aku menaruh kopi dimeja pak boss dan beralih menatap lelaki yang ada di depan pak boss.

"Hai nak, bertemu lagi" kata lelaki itu, pak tua yang seram itu, papanya pak boss.

"Papa membuat dia takut, Hana kamu boleh keluar" kata pak boss, aku segera keluar namun ditengah perjalanan aku sayup mendengar.

Rain And Ginephobia (end) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang