Pregnant Women

1.3K 68 2
                                    

Cek typo gais.

  Setelah kejadian memalukan kemarim aku tak sanggup menatap pak boss, setiap kali ia memanggilku maka akan menunduk, menatap hal lain, rasa maluku belum hilang karnanya.

Siang ini pak boss ingin kopi carramello, namun karna antrian panjang aku harus menunggu lumayan lama, ditambah jam istirahat kantin tambah ramai. Aku menggerakan kaki kiriku keamping kanan dan kiri. Setelah mendapat yang aku pesan aku segera menuju lantai atas.

Disana kulihat Mas Thomas sedang sangat sibuk dengan berkas berkasnya yang kuyakin itu punya pak boss. Aku merasa bersalah telah menuduhnya yang bukan bukan.

"Sebaiknya kamu ketuk dulu sebelum masuk" kata Mas Thomas saat aku memegang handle pintu.

"Emang ada siapa mas? " tak biasanya mas Thomas mengingatkanku, walau sebenarnya aku selalu mengetuk pintu saat masuk.

"Itu pak Rain ada tamu" katanya lagi, aku mengikuti instruksinya untuk mengetuk terlebih dahulu, setelah mendegar sahutan dari dalan aku bergegas masuk.

Dari pintu aku bisa melihat punggung wanita membakangimu. Kutebak ia adalah tamu yang dimaksud Mas Thomas, aku berjalan mendekat sayup sayup kudengar sesenggukan dari wanita itu, sampai aku dihadapan mereka. Sekarang terpampang jelas wajah sang wanita itu, ia sedang menangis.

"Ini pak kopinya" aku meletakan kopi diatas meja, aku kembali melirik wajah sang wanita beralih kearah perut buncitnya.

Aku menatap pak boss dengan tatapan menuduh.
Saat sudah membuktikan dia bukan gey sekarang dia membuktikan bahwa ia tokcer?

Aku bergegas keluar dari sana kudengar pak boss memanggil namaku, sinting dia, punya pacar hamil manggil nama cewek lain, gila.
Setelah keluar dari sana, mas Thomas menatapku curiga.

"Yang didalam siapa mas?" tanyaku padanya.

"Itu Lisya, perempuan mantan devisi keuangan entah untuk apa ia kembali lagi kemari" kata Mas Thomas, aku memangguk angguk kepala. Apa pak boss niat jadi pebinor? Kalau iya, benar benar gila.

"Mas kekantin mana? Mau bareng? Biar aku yang traktir" tanyaku padanya aku ingin menebus kesalahanku yang menuduhnya sembarangan.

"Wah, boleh kalo gitu kita kekantin bawah aja" ia tersenyum lebar.

"Ayo" kami berjalan berdampingan menuju lift.

"Aku dengar kamu cuti ya?" tanyanya padaku. Aku terseyum.

"Ia mas ada acara pernikahan teman"

"Hm.. Pak Rain juga cuti beberapa hari "

"Dan semua deadline dikerjakan mas Thomas?" lanjutku sambil bertanya.

"Ya, itu sudah tugas" lift berhenti dilantai dua puluh sembilan dan percakapan pun berakhir.

Aku tak mengerti dengan isi kepala pak boss, ia meninggalkan pekerjaan hanya untuk menghadiri acara pernikahan selama beberapa hari. Benar benar tak bisa ditebak.

Sesampai kami dikantin, aku langsung memesan makanan, pak boss? Ia tidak menghubungiku atau memesankan makanan, hanya kopi tadi, mungkin ia sibuk dengan istri orang. Lamunanku terbuyar ketika Mas Thomas memanggilku untuk segera mencari kursi kosong.

Disana aku lihat Mbak sandei sedang makan, ditemanin seorang lelaki yang sedang memunggungi kami.

"Mas disana aja, ada Mbak Sandei" tunjukku pada Mbak Sandei.

"Oh ya udah" kami segera menuju kesana, sesampai kami didepan Mbak Sandei aku melirik lelaki yang duduk didepan Mbak Sandei, ternyata si Parlin

"Mbak aku duduk di sini ya" ijinku pada Mbak Sandei, aku duduk disampingnya, sedangkan Mas Thomas duduk didepanku disamping Mbak sandei dan Parlin. Aku bingung kok si Cogan bisa duduk bareng sama Si Mbak?

"Kamu udah anterin pak boss makan siang" tanya Mbak Sandei disela makan.

"Pak boss kedatangan tamu Mbak, mungkin dia makannya agak telat" jawabku padanya. Parlin beranjak dari duduk ,walau makannya belum habis ia beranjak pergi meninggalkan uang diatas meja.

"Mbak kok bisa semeja sama si cogan?" tanyaku pada Mbak sandei sambil mencondongkan badan.

"Cogan?" beo Mas Thomas, astaga aku lupa Mas Thomas berada di dekatku.

"Cowok arogan" aku memperjelas kata kata absurdku. Mas Thomas seketika tertawa, aku dan Mbak Sandei melongo.
Kok ganteng sih?

Tak lama pesanan kami sampai kami membahas apa saja yang terjadi saat aku pergi. Hubungan Mbak Sandei dan Mas Thomas semakin dekat.

Setelah jam masuk entah kebetulan atau apa aku merasa merasa aura di kubikelku itu sangat seram, mungkin karena ditinggal beberapa hari atau aura dari samping kubikelku, yaitu kubikel si Cogan dan kubikel Mbak Sandei ada aura permusuhan atau sejenis aura itu.

Jam sudah menunjukan jam sembilan malam, namun diantara kami masih berkutat di depan komputer, mungkin karna padatnya data keuangan bulan ini. Getaran diponselku menyadarkanku dari fokusku.

Pak boss
Segera kemari

Aku membaca pesan singkat itu kemudian menghembuskan napas lelah, tumben sekali pak boss menyuruhku datang ke ruanganya sekitar jam segini,apa ia tahu bahwa aku lembur berjamaah.

Aku beranjak dari duduku melewati Mbak Sandei yang sangat fokus, dijam segimi hanya hanya ada beberapa orang yang lembur untuk tibggal.

"Mau kemana Han?" tanya Mbak Sandei padaku saat ia tersadar.

"Mau kelantai atas mbak" jawabku padanya, tidak mungkin aku berterus terang.

'Mau ke ruangan pak Rain Mbak' jawabanku akan membuat gosip baru di kantor kan bisa gawat.

"Oh" Mbak Sandei mengerti dengan kata kataku.

Aku segera menuju lantai atas, sungguh sangat sepi kantor pada jam segini,terkesan horor. Sepertinya Mas Thomas sudah pulang aku lihat mejanya sudah kosong. Aku mengetuk pintu dan segeraasuk saat ada sahutan dari dalam.

"Ada apa bapak memanggil saya?" tanyaku, kulihat ia memandang jalanan kota jakarta dari atas sini.

"Soal tadi siang" katanya membalikan tubuh dan menatapku.

"Soal tadi siang yang mana ya pak? " aku mencoba mengingat kejadian tadi siang.

"Masalah wanita hamil yang tadi kesini" katanya mengetahui kebingunganku.

"Oh itu, emang ada apa pak?"

"Saya tidak ingin ada salah paham" katanya menatap aku memandang arah lain.

"Saya tidak salah paham pak, kalau bapak ingin saya tutup mulut masalah itu saya akan dengan senang hati menutup rapat mulut saya" kataku serius sambil mengerakan tangan mengunci bibir.

"Bukan itu, saya tidak mau kamu salah paham" ulangnya lagi.

"Saya gak salah paham kok" entah mengapa nada suaraku agak nyolot.

"Tuh 'kan kamu salah paham" katanya, aku bingung yang mana disalah pahami sih.
Untuk mempercepat keadaan aku mengagguk.

Iyain ajalah biar cepat.

"Saya sama dia gak ada hubungan apa apa, kalau kamu berpikir seperti itu, wanita itu hanya minta tolong agar membantu suaminya yang kena fitnah perusahaanya kebetulan perusahaan ini dan perusahaannya berkerja sama" terangnya panjang, aku mengagguk angguk kepala jika dilawan maka semakin lama aku berada didalam sini.

"Kamu ngerti?" tanyanya, aku mengangguk.

"Bapak dan wanita tadi gak ada hubungan. terus apa hubungannya sama gue hah? habisin waktu aja lu" tentu kalimat terakhir tak aku ucapkan.

"Apa saya sudah boleh keluar pak?" tanyaku padanya, dari tadi aku mengintip kearah jam tanganku takut Mbak Sandeian sudah menungguku dilobby kantor.

"Baik, kamu boleh keluar"

Aku bergegas keluar, dasar lelaki sinting apa hubunganya aku dengan si salah paham. ia memanggilku hanya untuk menjelaskan itu? Yang benar saja.

Tanpa terasa aku sudah berada dikubikel, kulihat Mbak Sandei masih berkutat pada komputer, segera aku mengikuti jejaknya ikut berkutat pada komputer juga.

Rain And Ginephobia (end) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang