Keputusan

1.1K 61 2
                                    

Cek typo gais.

  Suasana hening mencekam diruang tamu, tiga pasang mata menatapku dengan tatapan yang berbeda.

"Hana?" panggil salah satu dari mereka memastikan aku masih sadar dan masih berada bersama mereka.

"Iya iya, saya memutuskan" aku memenggal ucapan.

"Tak perlu bicara seformal itu" aku menoleh keasal suara, Siapa lagi yang bisa berkata seperti itu kalau bukan pak boss.

"Aku... gak bisa langsung menerima lamaran ini." ucapku cepat, mereka hendak protes.

"Maksud aku belum, kita butuh pendekatan pak, walau bapak katakan saya adalah pacar bapak waktu SMA" lanjutku menjelaskan dengan sekali tarikan napas.

"Ralat dari SMA"  pak boss meralat kata kataku.

"Iya, dari SMA, tapi bukankah kita tahu kalau aku tidak ingat tentang bapak, saya butuh mengenal bapak lebih jauh" kataku dengan tegas.

"Butuh berapa lama masa pengenalanya?" tannyanya adaku, papa dan mama hanya sebagai penyimak.

"Mungkin sekitar setahun" jawabku ragu.

"Enam bulan"

"Sepuluh bulan"

"Tujuh"

" Baik Terakhir delapan bulan, jika tidak mau maka tidak" kataku final.

"Apa kalian sedang menawar?" tanya mama bingung.

"Bukan, Iya" jawaban macam apa yang keluar dari bibirku ini?

"Ya tante, delapan bulan lagi saya akan akan datang secara resmi untuk melamar anak anda" kata pak boss pada mama. Wajah mama langsung cerah, aku menatap mereka jengah.

"Jika anak saya tidak mau, jangan kamu paksa, saya tidak mau Hana menikah dengan orang yang tidak bisa membuat dia bahagia" kata papa, aku terkejut, papa bicara seperti itu, aku terharu hiks.

"Kita belum tentu serasi pak, banyak yang sudah berubah" kataku setelah papa mengatakan hal itu, setidaknya papa tak memihak pada pak boss. Walau ia tak memihakku juga.

"Kenapa kamu seperti ingin mematahkan semangat saya?" tanya pak boss menatapku dengan tatapan kesal dibuat buat.

"Tidak saya tidak mematahkan semangat bapak kok" kilahku mengerutkan alis tidak senang. Enak saja dia nuduh nuduh.

"Sudah sudah, nak Rain mari kita tanding catur" ajak papa mengambil papan catur di laci meja.

"Saya izin bawa Hana pulang lebih awal jika saya menang" aku melotot mendengar ucapan pak boss. Ia kira aku barang?

"Jika kamu kalah?" tanya papa mulai tertarik.

"Om mau apa?"

"Saya mau kamu ikut mancing dengan saya" jawaban papa semakin membuatku melotot. Berbeda dengan mama yang tersenyum lebar.

"Baik, saya pasti menang " kata pak boss dengan percaya diri.

"Sungguh percaya diri sekali" celetuk papa sambil menyusun anak catur.

"Ngomong ngomong Kenapa kamu harus terburu buru ke jakarta?" tanya papa pada pak boss, mereka mulai menyusun anak catur.

"Di sana saya meninggalkan perkerjaan om" jawab pak boss dengan memfokuskan diri pada anak catur.

"Demi mengejar anak saya Hana?"

"Ya, om. Takut Hana digodol pemuda desa, dengar dengar pemuda desa sangat baik" antara ingin memukul dan mengelus pak boss itulah yang aku rasakan saat ini.

Rain And Ginephobia (end) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang