Perjalanan

1.1K 71 0
                                    

Aku bergegas ke mejaku yang penuh dengan berkas. Dan langsung duduk dikursi. Sekarang aku datang lumayan pagi untuk mengejar waktu.

Aku memberesi berkas berkas dan melihat sesuatu yang mencolok disana. Kertas berwarna ungu yang manis. Aku segera mengambilnya dan membaca alamat surat. Ini adalah sebuah undangan.

To
Hana Elizabeth and partner.

Aku segera membuka isi dan segera membacanya. Ah Mbak Sandei dan Mas Thomas ternyata. Aku membaca tulisan pada undangan. Ternyata diadakan seminggu lagi. Mas Thomas memang terbaik ia memberi undangan dengan cepat agar boss bisa mengatur jadwal.

Sungguh poto preweding yang indah, ditambah wajah mereka yang sangat mendukung. Aku melihat Make up Mbak Sandei  tidak terlalu tebal masih dapat dikenali, Natural. Emang dasar cantik ya cantik aja.

Tapi siapa yang memberi undangan sepagi ini, apa mungkin pak boss? Apa ia sudah ada diruangan kantor?

Ceklek

Pintu terbuka dan menapakan pak boss yang berdiri tegap dengan baju rapi seperti biasa aku jadi ingat saat aku jadi kacung apartmen pak bos yang itu. Plak

"Kamu sudah baca undanganya?" tanyanya berdiri di pintu.

"Sudah pak" kataku, ia mengagguk.

"Oh ya berkas kemarin, nanti siang saya minta" katanya menunjuk tumpukan berkas di atas meja.

"Hah?" aku lola.

"Berkas yang kamu tinggal kemarin saya butuh nanti siang" katanya, tuh kan bapak satu ini mah pikun. Kemarin aja baek sekarang udah jahat lagi.

"Tapi pak satupun belum saya kerjakan" cicitku, kemari aku mengerjakan berkas yang dubutuhkan saja.

"Saya maunya nanti siang sudah selesai" katanya padaku, tanpa menghiraukan nya lagi aku langsung duduk dan mencari berkas itu. Cobaan macam apa ini?

Siangnya aku akhirnya selesai dengan berkas, tinggal di tanda tangani oleh pak boss, kadang aku suka bingung aku sebagai sekretaris atau pemeriksa dan pemerbaik berkas apa ya?

Jam istirahat telah tiba aku segera menghubungi pak boss.

"Pak waktu makan siang sudah tiba"

"Saya mau ayam kremes saja"

Tut

Tut

Tut

Sambungan dimatikan, aku menatap telepon yang masih didekat wajah dengan tajam.

"Huh syukur di ingetin lu" gerutuku pada telepon dan membantingnya sedikit keras. Alu segera menuju lantai dua puluh.

Setelah memberi pesanan pak boss aku langsung kembali duduk kursiku lagi, aku juga makan sendirian, gimana mau dapat jodoh berintraksi sosial aja jarang.

Apa lagi pak boss, makan di luar saja sangat jarang padahal banyak uang, setiap aku ikut keluar kantor aku tak pernah melihatnya makan di tempat ramai. Apa ia punya phobia dengan keramaian?  Sejenis introvert? Tapi tampaknya ia sangat normal, normal banget malah.

Setelah aku selesai makan aku sedikit mengintip ke ponsel miliku. Siapa tahu ada pesan walau kemungkinanya kecil. Dan benar saja memang tidak ada notifikasi apapun disana. Aku membuka chatanku bersama Chandra kemarin. Dan benar saja, ia sedang typing. Lumayan lama aku menunggunya selesai mengetik apa yang di ketiknya, skripsi?

"Tolong kamu kerjakan tugas kamu diruangan saya" aku terkejut dengan suara itu, hampir saja ponselku terjatuh jika aku tak cepat menangkapnya.

"Ya pak?"

Rain And Ginephobia (end) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang