Danau

1K 58 2
                                    

Cek typo gais.

Vote pliss.


  Setelah pak boss pulang aku langsung menuju kamar, aku merasa ditipu oleh orang sekitar. Aku tak dapat menerima ini.

Aku kesal, sedih, marah menjadi satu.

Aku tahu mama bertanya tanya apa yang terjadi. Tapi urung karna melihat raut wajahku.

Mungkin inilah penyebab aku tidak tertarik dengan namanya lelaki.

Apa yang terjadi sebenarnya?

Kenapa aku bisa melupakan orang yang penting dalam hidupku?

Siapa yang bisa aku tanya?

Teman teman?

Aku masih bertanya tanya pada diriku sendiri. Entah mengapa duniaku seperti jungkir balik dalam waktu sehari. Aku kira dua minggu ini aku akan mendapat kedamaian.

***

Hari berganti, pagi ini aku lupa bangun pagi untuk membantu mama memasak didapur.

Aku melihat jam sudah menunjukan angka tujuh.

Aku keluar dari kamar dan mendapati pemandangan yamg sangat asing, Dimana papa dan seorang lelaki yang ingin kuhindari berada di ruang tamu.

"Hana kamu cepat mandi, Dari tadi Rain udah nunggu kamu" kata mama dari dapur membawa cemilan. Aku melihat kopi pak boss, sudah habis separuh.

Jam berapa ia kemari?

Tanpa babibu aku langsung menuju kamar mandi.

***

"Bapak ngapain kemari?" tanyaku setelah aku duduk di sofa. Hanya tinggal kami berdua yang ada disini. Papa sudah pergi kerja dan mama sudah pergi kerumah tetangga. Seperti mereka memberi ruang kepada pak boss untuk berbuat jahat.

"Saya mau ngajak kamu jalan" jawabnya enteng.

Aku menatapanya heran, apa ia tidak tahu keadaanku saat ini?

"Saya tahu kamu pasti terguncang, jadi saya ajak kamu keliling kampung"

"Bapak gak kerja? Bapak tinggal di mana?" aku penasaran diamana manusia ini tinggal.

"Saya gak kerja, perkerjaan saya saya serahkan pada paman saya seminggu ini dan saya tinggal di sana" sambil menunjuk rumah yang ada di depan. Aku ikut mengintip rumah yang ditunjuk pak boss.

"Loh? Bukanya rumah itu kosong"

"Kemarin saya beli setelah tahu kamu tinggal disini" katanya santai, aku terpelongo. Gampang sekali ia mengatakan itu.

"Ayo kita jalan" ia membawaku menaiki motor.

"Gak usah pakai helm pak, ini bukan kota" kataku ketika ia hendak memasang helm ke kepalaku.

"Benar juga" ia juga tak memakai helm.

"Ngomong ngomong motor ini punya siapa pak?" tanyaku saat kami mulai melaju.

"Ini punya papa kamu, saya mimjam papa kamu tidak mungkin kan kita memakai mobil" katanya sambil menunjuk mobil yang terparkir di halaman rumahnya. Aku menepuk jidat bisanya aku tak tahu motor Papaku sendiri.

"Bapak sudah makan?" aduh kenapa aku kepo sih, aku kan lagi mode marah.

"Sudah, tadi saya masak telur, nyari istri susah sekali, calon istrinya susah diajak nikah. Padahal kalau punya istri kan enak" katanya, aku tahu ia menggodaku.

"Cari calon Istri yang lain aja atuh pak yang lebih gelis"

"Tapi saya maunya si dia, dia cinta saya" skak matt, aku terdiam kaku. Aduh jantung kok dari tadi pengen keluar sih.

"Kok jantung kamu bunyi kuat banget?"

"Sok tahu" aku gugup, kok dia tahu sih.?

"Saya cuma nebak"

Kami sampai didanau di ujung kampung.

"Wah indah banget, kok bapak tahu disini ada danau?"

"Tadi papa kamu bilang ke saya, buat bawa kamu kemari" kami turun dari motor menuju karah danau.

Aku segera meninggalkan pak boss dan mesuk kedalam pinggiran danau yang dangkal.

"Wah seger"

"Saya kira di sini ramai pengunjung ternyata sangat sepi "

"Saya kira juga seperti itu" jawabku berdiri mengahadap kearah danau yang luas membelakangi pak boss.

Aku merasakan pak boss berjalan karahku, di barengi bunyi air yang terciprat karna langkahnya.

Tiba tiba aku ia memeluku, aku terkejut dan segera melepaskan diri.

"Jangan bertindak melebihi batas pak, nikahi saya dulu" kataku menghindar.

"Kamu melamar saya?" tanyanya tersenyum sengah.

"Melamar bapak? Kapan?" aku tidak terima di tuduh melamarnya.

"Tadi kamu ngajak saya menikah"

"Kapan?"

"Baik mari kita menikah karna kamu memaksa" katanya hendak mendekat kearahku.

"Bapak sinting, mari pulang berada bersama bapak tanpa apa orang lain sangat berbahaya" aku langsung berlari dari sana.

Menakutkan sekali berdua berasama pak boss. Apa benar papa yang merekomendasikan agar kami berada disini?

Brukh

"Akh.... "aku tak melihat jalan sampai sampai aku terjatuh dengan lutut mencium tanah.

"Hana" kudengar langkah pak boss berlari menujuku.

"Kamu gak papa?" tanyanya mencoba melihat lututku.

"Gak papa pak"

"Gak papa apanya, lutut kamu luka gini juga" ia mengomel padaku dengan raut marah, tapi itu malah kelihatan lucu di mataku.

Ia berlutut didepanku.

"Naik" perintahnya.

"Saya gak papa kok pak, saya seperti tidak punya kaki saja" aku berdiri pincang.

"Saya bilang naik" tuh kah maksa. Tanpa banyak komentar aku segera naik ke punggungnya. bodo ah kalau ia keberatan.

Aku di naikkan ke kursi motor.

"Pak kok bau bensin ya?" tanyaku setelah mencium bau bensin yang kentara.

"Sepertinya motornya bakal mogok" kata pak boss terkesan santai sambil melihat bensin yang sudah menyerap pada tanah.

"Jadi gimana ini?" tanyaku padanya dengan bodoh.

Ia mencoba menghidupkan motor, namun nihil, tangki minyak sudah kosong.

"Bapak salah motor, seharusnya bukan motor yang ini" kataku padanya saat ia berjongkok mengamati mesin motor.

"Kamu saja tidak mengenali motor kamu sendiri" ia mendorong motor dan aku diatasnya.

"E.. E... Eh... Saya turun aja pak,  nanti bapak capek, saya berat" pintaku mencoba turun.

"Dengan luka Seperti itu,memang kamu kuat berjalan dua kilo meter ?" tanyanya padaku.

"Kuat lah" aku menjawab dengan tegas.

"Sudah kamu disana saja, jika kamu berjalan pasti sangat lambat dan itu memperlambat sampai rumah" ia masih mendorong motor.

Aku merasa seperti anak kecil yang di bawa oleh ayah diatas motornya.

Sudah sampai dikampung banyak orang memperhatikan keanehan kami. Mungkin mereka bertanya tanya. Bahkan aktifitas anak bermain di hentikan hanya untuk memperhatikan kami. Sungguh lucu. Aku ingin menenggelamkan diri di sungai Amazon kalau begini.















Rain And Ginephobia (end) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang