08ㅡInsiden Dasi

3.2K 494 32
                                    

Terimakasih atas antusiasnya! Beneran cuma iseng karena aku pun nulis baru jadi sedikit ragu kalo main challenge gini, but so happy!

Here we go!



Ye Seo POV

Pagi tadi aku ingat sekali tentang Jungkook yang memarahiku habis-habisan karena terlalu banyak memakan cokelat. Padahal dia tau bahwa cokelat adalah hidupku. Yang paling menyebalkan adalah ahjumma yang menjual cokelat ter-lezat di toserba dekat rumah di bayar oleh Jungkook untuk tidak melayani saat aku datang. Jungkook memang se-menyebalkan itu.

Dan untuk kejadian tempo hari, tepatnya dua hari lalu. Saat Jungkook memberiku hukuman yang luar biasa konyol, dan juga ucapannya saat di kamarku, di antara kami tidak ada yang membahasnya.

Semua berakhir begitu saja. Aku juga tidak pernah lagi bertemu dengan kakak Jungkook.

Sepertinya memang harus seperti ini agar tidak ada kesalahpahaman yang hanya akan membuat hubunganku dengan Jungkook berantakan.

Malam ini begitu menyejukkan, tidak sedingin kemarin. Beberapa lampu taman menemaniku menunggu kehadiran seseorang yang menemaniku, hampir seumur hidup. Jungkook bilang malam ini dia akan mengajakku pergi ke suatu tempat, sebagai ganti karena sudah melarangku makan cokelat, 'katanya.

Padahal, aku tidak masalah tentang ia yang suka melarang atau memarahiku, hanya saja terkadang sifatnya membuatku ingin muntah. Dia juga kekanakan.

"Menunggu terlalu lama, ya?" sebuah suara menghancurkan lamunanku, aku hafal suara ini.

Jungkook terlihat tampan malam ini, oh, tidak, ralat. Maksudku, terlihat seribu kali lebih tampan dari hari-hari sebelumnya.

"Suka sekali ya membuat gadis cantik menunggu?" aku selalu suka mengatakan hal-hal bodoh pada Jungkook, seperti sebuah kebiasaan.

Jungkook terkekeh, aku bisa melihat jelas bagaimana kedua sudut bibir itu tertarik ke atas, dan aku menyukainya, "Maaf ya. Ibuku memberi pidato cukup panjang tadi, jadi tidak bisa langsung kesini."

Ah, ibunya ya.

Aku mengangguk paham, kalau menyangkut ibu Jungkook, telat datang atau bahkan membatalkan janji pergi itu tidak masalah. Sebab, ibu Jungkook lebih penting dari apapun.

"Apa tujuanmu itu jauh?" aku hendak berdiri saat Jungkook mengulurkan tangannya.

"Lumayan, mungkin menempuh waktu kurang lebih dua sampai empat jam." Jungkook menggengam tanganku, menyelinapkan jari-jarinya disana.

"Kita besok sekolah, Jung."

"Bolos saja ya?"

Jungkook mengucap tanpa beban, kami berdua berjalan keluar dari taman.

"Terserah." Jujur, aku tidak pernah berkata tidak untuk apa yang Jungkook katakan dan juga inginkan selama itu masih di garis batas wajar.

Kalau di hitung-hitung, selama pertemanan kami, mungkin aku hanya dua atau tiga kali saja menolak tawaran Jungkook dan berujung dengan Jungkook yang mendorong kepalaku dengan jari telunjuknya itu. Hampir semua yang ingin dia lakukan, aku menyukainya. Jadi, tidak ada alasan untuk menolak.

"Kalau perjalanan selama itu, aku tidak mau naik bus." Aku menghentikan langkah lebih dulu, "Tidak juga ingin naik taksi."

Sekarang sifat kekanakanku keluar.

Jungkook tersenyum, aku tidak mengerti apa arti dari senyumannya itu, sungguh.

Tetapi, kedua mataku melebar saat jari telunjuk Jungkook menunjuk ke arah kiri kami, di sana ada sebuah mobil sport berwarna merah terparkir dengan rapih. Selama pertemanan kami juga, kalau pergi kemanapun aku dan Jungkook selalu naik bus. Lelaki ini juga tidak pernah bercerita kalau ia memiliki mobil.

That SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang