You almost winked.
I almost smiled.
We almost were blind.
But the teacher saw it all.
—Sakshi Vashist—
*
Nana sempat cengo saat angkot yang ditumpanginya berhenti di depan sebuah komplek bangunan kondominium mewah. Mulanya, Nana berpikir bisa jadi rumah Terry terselip diantara gedung-gedung pencakar langit, tapi setelah dicek ulang, titik lokasi yang dikirimkan Terry memang tepat berada pada komplek bangunan kondominium tersebut. Nana dibuat tercengang, menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan meringis saat tatapan mata curiga dari seorang satpam di pos jaga tertuju padanya. Cowok itu menyerah menebak-nebak, jadi dia langsung menghubungi Terry, yang lantas muncul di pelataran depan gedung sekitar lima belas menit kemudian.
"Gila, Komandan beneran tinggal di tempat beginian?" Nana bertanya begitu kala mereka berjalan bersebelahan melintasi koridor yang menghubungkan lobi dengan lift.
"Kaget, toh?"
"Banget!" Nana berseru. "Abis tampang bapak nggak ada tampang tajirnya sama sekali."
"Kalau saya tau kamu bakal ngomong gini, saya iris dikit tuh si Injun tadi sebelum saya turun ngejemput kamu ke bawah."
"Anjrit, jangan sadis gitu, dong! Cuma bercanda!" Nana menukas, hampir panik. "Tapi gimana bisa Injun ngilang dan malah mendekam di tempat bapak? Bapak nggak beneran nyulik dia, kan? Terus hari ini Injun bisa pulang, kan? Soalnya Mama-nya Injun nelponin saya terus dari semalam. Sambil nangis, panik gitu."
"Tanya aja sama si Injun."
"Jadi bapak nggak nyulik Injun?"
"Penculik di mana-mana, kalau pinter dan bisa mikir sih ya nggak bakal nyulik Injun, atau kamu, atau si Jeno. Nggak ada untungnya nyulik kalian. Malah bikin repot penculiknya itu sendiri. Saya nggak tahu Injun kenapa, kemaren saya temuin lagi mau mewek depan Indomaret. Kasian, yaudah saya ciduk aja suruh masuk mobil saya."
Nana manggut-manggut, hingga tatapan matanya tertuju pada cermin di salah satu sisi dinding lift. Dia hanya berdua dalam lift dengan Terry, jadi tanpa ragu, Nana langsung beraksi memperbaiki tatanan rambutnya menggunakan jari. Tingkahnya bikin Terry melengos.
"Dih."
"Cuma mastiin, ternyata saya masih ganteng."
"Kayak pernah ganteng aja."
"Seenggaknya ada yang bilang saya ganteng."
"Siapa?"
"Kasa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Launch Project
Teen Fiction(Completed) "The art of dying is the art of living. The honesty and grace of the years of life that are ending is the real measure of how we die. It is not in the last weeks or days that we compose the message that will be remembered, but in all the...