Because someone doesn't love you
the way you want them to,
doesn't mean they don't love you
with all they have.
—Unknown—
*
Nana sengaja tidak langsung pulang bersama Jeno dan Injun setelah urusan mereka bersih-bersih Markas selesai. Ada canggung yang tiba-tiba terasa diantara mereka setelah dia tetap ngotot menolak turut-serta dalam rencana membentuk band atau tampil di panggung Pensi. Nana ingin membantu Jeno, sungguh, tapi tidak dengan tampil bersama band. Bukan karena dia tidak percaya diri atau merasa ragu dengan kemampuannya sendiri.
Semua tentang musik, entah itu lirik yang dia buat, panggung, gitar bahkan piano mengingatkannya pada mendiang Ayah dan Nana tidak bisa melakukannya. Dia tak bisa membayangkan seperti apa reaksi Nenek kalau beliau tahu. Juga Kasa, meski Kasa adalah penggemar permainan pianonya nomor satu. Nana masih ingat pesan yang berkali-kali dibisikkan padanya sejak masih kecil, membuat pesan itu tertancap lebih kuat daripada dongeng Kancil si Pencuri Timun atau raksasa hijau yang memburu Timun Emas dalam kepalanya.
Jangan jadi seperti Ayah.
Nana tidak mau jadi seperti Ayah.
Dia masih punya waktu setidaknya satu setengah jam sebelum dia mesti berada di Gerimis dan memainkan piano seperti biasa. Sudah beberapa hari ini Nana tidak muncul di sana—dan untungnya, Kasa mengerti, malah melarang Nana bermain piano jika itu hanya supaya Nana bisa membelikannya mawar. Tentu malam ini, dia harus datang ke sana sebelum mereka mencari pemain piano freelance yang baru. Tapi yah, rasanya tidak apa-apa jika Nana nongkrong sebentar di Warmil milik Bang Horas.
"Wah, saya nggak nyangka bakal ketemu salah satu Sontoloyo di sini!"
Nana langsung terbatuk, membuatnya tersedak seteguk kopi yang baru dia seruput. Cowok itu sontak menoleh ke sumber suara, mendapati Terry berdiri di sana dengan senyum lebar dan keterkejutan yang jelas dibikin-bikin. "Bapak ngapain di sini?!"
"Emang saya nggak boleh di sini?!" Terry malah membalas dengan nyolot.
"Nggak! Ini tuh bukan tempat ngopinya orang kaya!"
"Siapa juga yang mau ngopi?! Orang saya ke sini mau makan mendoan!" Terry berseru sembari matanya jelalatan menyapu ke segala arah seperti tengah mencari alasan, lantas dia mengambil tempat duduk tepat di sebelah Nana. Tangannya mencomot sepotong gorengan, menggigitnya banyak-banyak hanya untuk dibuat mengerutkan dahi tidak lama kemudian. "Tunggu... kenapa mendoannya... rasanya aneh gini..."
"Itu tuh bukan mendoan, ai sia, bapak!"
"Hah, bentuknya kayak mendoan!"
"Itu tuh oncom!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Launch Project
Teen Fiction(Completed) "The art of dying is the art of living. The honesty and grace of the years of life that are ending is the real measure of how we die. It is not in the last weeks or days that we compose the message that will be remembered, but in all the...