(Completed)
"The art of dying is the art of living. The honesty and grace of the years of life that are ending is the real measure of how we die. It is not in the last weeks or days that we compose the message that will be remembered, but in all the...
from the apprehension that he is not equally beloved
by the person whom he entirely loves.
—Joseph Addison—
*
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pagi lainnya kembali dimulai di rumah Jeno. Seperti biasa, cowok itu selalu sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Dia duduk tenang di kursi makan, sementara Mama menyiapkan kotak bekal untuk dia bawa. Tidak biasanya, Bongshik tak sibuk bermalas-malasan di teras atau berlari di atas rumput penuh embun halaman depan. Kucing itu santai saja duduk di dekat kaki kursi Jeno—dan diam-diam, Jeno berbagi sedikit potongan sosis gorengnya pada Bongshik. Yah, harusnya tidak apa-apa. Mama baru akan bereaksi keras jika Jeno sampai membiarkan Bongshik makan dari piring yang sama dengannya. Mama menghampiri meja makan tidak lama kemudian, dengan dua kotak bekal di tangan.
"Kok dua, Ma?"
"Satu buat Jevais ya."
Jeno terdiam, menahan diri untuk tidak mendengus. "Kenapa nggak sekalian Mama bikinin bekal aja buat Injun?"
"Oh, iya. Mama baru ingat. Yaudah, sebentar." Jeno tercengang, karena niatnya dia bicara begitu hanya untuk sarkas saja, bukan betul-betul meminta Mama turut membuatkan bekal buat Injun. Tapi segalanya sudah terlanjur. Mama kembali dengan kotak bekal tambahan tidak sampai sepuluh menit kemudian. "Oke. Satu kasih Jevais. Satu untuk Juna."
"Nggak sekalian teman sekelasku aja semuanya Mama bikinin bekal."
"Pengennya sih gitu, tapi nasinya nggak cukup." Mama menukas jahil, menyadari perubahan nada suara Jeno.
"Anak Mama tuh cuma satu, bukan tiga!" Jeno menggerutu, lalu matanya jatuh pada potongan sosis di kotak bekal yang belum ditutup. "Itu punya siapa, sosisnya dibentuk gurita terus dikasih mata?!"
"... Jevais kayaknya. Mama sengaja pilih tempat makan warna putih soalnya katanya dia suka warna putih."
"Kok punyaku nggak dibikin gurita juga?!"
"Oh ya. Mama lupa. Lagian, emang kamu suka kalau sosisnya dibikin lucu-lucu kayak gurita gitu? Bukannya waktu kapan Mama bikinin omurice pake smiley face, kamu protes bilang kalau kamu bukan anak-anak lagi?"
"Yah tapi kan Nana juga bukan anak-anak lagi, Ma!"
"Iya, sih. Tapi setahu Mama, Jevais belum pernah bawa bekal sendiri ke sekolah karena nggak ada yang bikinin dia kotak bekal. Mungkin kalau sosisnya dibikin lucu, dia bakal senang."