Fate is like a strange, unpopular restaurant
filled with odd little waiters who bring you things
you never asked and don't always like.
—Lemony Snicket—
*
"Finally, I found you."
Injun mengerjap, memandang gadis mungil di depannya sejenak sebelum menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Sori banget nih, tapi kalau ngomong pake Indonesia atau Sunda aja sekalian, dah! Nilai bahasa Inggris gue tiarap pisan soalnya!"
Gadis itu tertawa, memunculkan lesung pipi di salah satu sisi wajahnya. Dia punya senyum manis. Caranya tergelak lembut, mengingatkan Injun pada adik perempuannya sendiri. Lalu sebelum Injun bisa bicara lagi, gadis itu telah mengulurkan tangannya. "Namaku Adin."
"Um... oke, Adin. Nama gue—"
"Artajuna. Aku udah tahu."
"Maaf sebelumnya, tapi... apa kita pernah ketemu?"
Adin mengangguk. "Satu kali. Mungkin Kak Artajuna nggak ingat. Tapi aku ingat, dan sampai sekarang, aku nggak bisa lupa."
Airmuka Injun berubah sedikit. "Ini... gue nggak punya hutang sama lo, kan?"
"Mungkin punya."
"Hah, masa?! Berapa?! Kalau mau ditagih, tolong jangan sekarang! Gue lagi bokek sampe ke atom soalnya!"
"Kak Artajuna masih selucu waktu itu." Adin tertawa lagi, walau di sela tawanya, diam-diam dia melirik ke belakang Injun—di mana Lala sedang duduk seraya menatapnya dengan sorot mematikan. Ah ya, seharusnya itu bisa dia tebak. Cowok selucu dan sebaik Injun, pasti banyak yang naksir. "Kita ketemu di depan toko mainan. Kak Artajuna lagi menggambar. Aku duduk nunggu dijemput bareng Kak Artajuna. Terus es krimku jatuh dan Kak Artajuna ngasih gambar kakak, bilang kalau itu buat ngehibur aku gara-gara es krim yang jatuh."
"Es krim—ah, lo—cewek yang waktu itu?!"
"Kak Artajuna ingat?"
"Hehe, sama yang imut banget kayak lo, mana bisa gue lupa?" Injun langsung nyengir. "Tapi... dari mana lo tahu nama gue dan sekolah gue?"
"Aku melakukan... riset kecil-kecilan. Dan soal nama, ada tanda-tangan Kak Artajuna di bagian bawah gambar yang kakak kasih."
"Riset kecil-kecilan?"
"Apa pun itu, nggak penting." Adin tersenyum sembari menggelengkan kepala. "Yang penting adalah, mulai minggu depan, aku bakal sekolah di sini!"
"Emang tadinya kamu sekolah di mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Launch Project
Teen Fiction(Completed) "The art of dying is the art of living. The honesty and grace of the years of life that are ending is the real measure of how we die. It is not in the last weeks or days that we compose the message that will be remembered, but in all the...