Jihoon memilih menemani Kwon eommoni didalam ruang ICU. Wanita yang masih cantik di usianya ini mencurahkan isi hatinya bahwa ia bersyukur mengetahui Soonyoung mendapat beasiswa yang sama seperti Jihoon. Hal itu membuat Kwon eommoni merasa setidaknya Soonyoung dan Jihoon akan saling menjaga. Hal yang tidak pernah terpikirkan oleh Jihoon. Dengan sabar Jihoon mendengarkan setiap cerita yang dikisahkan Kwon eommoni hingga wanita paruh baya itu tertidur karena kelelahan. Jihoon juga merasa kelelahan, jantungnya berdetak lebih cepat. Efek begadang. Jihoon bukan orang yang sanggup begadang. Jam 12 malam lewat pasti akan membuat detak jantungnya lebih cepat.
Jihoon memilih tidur dengan posisi duduk disebelah ranjang Kwon eommoni saat dilihatnya sofa pendek terisi oleh Kwon abeoji dan sofa panjang oleh Soonyoung. Pemuda itu nampak benar-benar lelah. Ah.. bahkan Kwon abeoji juga nampak kelelahan. Jihoon tidak akan tega meminta salah satu dari mereka bertukar tempat dengannya.
Matanya sudah tertutup, tapi pikirannya masih melayang pada ucapan Kwon eommoni.
'Eomma merasa tenang, setidaknya ada dirimu yang menjaga Soonyoung, Jihoon. Lagipula, janji Eomma pada Eommamu harus terwujud. Maafkan kami yang terkesan memaksa sayang. Tapi kami percaya keputusan kami yang terbaik untuk kalian'
Flashback off
.
.
.Keluarga Kwon datang tepat pukul 10 pagi dengan pakaian yang rapih. Eunbi nampak senang melihat kedatangan Soonyoung, tapi juga nampak gugup ternyata kedua orang tua Soonyoung turut hadir di rumahnya. Tuan Lee menghambur menyambut kedatangan keluarga Kwon di ruang tamu. Nyonya Jung -eomma Eunbi- nampak bingung dengan kedatangan keluarga Kwon dengan pakaian seformal ini. Sedikit basa basi hingga membuat Kwon eommoni kaget bahwa Eunbi, teman yang pernah dibawa Soonyoung -menurut Kwon eommoni- adalah bagian dari keluarga Lee yang sekarang.
Jihoon turun dengan baju dress casualnya yang nampak simple namun cantik disaat bersamaan. Rambutnya sedikit ia curly ujungnya dengan polesan lipbalm berwarna pink yang cocok dengan bibirnya. Kwon eommoni langsung memeluk dan mengecupi kedua pipi Jihoon. Nampak berbeda sekali dengan sambutannya pada Eunbi. Gadis bermanik biru palsu itu nampak bingung, namun ia hanya duduk disamping ibunya dan berusaha tenang. Mencoba bersikap baik dihadapan orang tua sang kekasih.
"Kami kesini untuk membicarakan mengenai perjodohan anak kita. Soonyoung dan Jihoon"
"Tunggu- apa?" gadis Jung itu panik. Raut wajahnya berubah marah, kecewa, sedih. "Saya minta maaf ahjumma. Tapi Soonyoung adalah kekasih saya, ini- ini tidak lucu" suaranya bergetar. Matanya memandang siapapun yang bisa memberinya jawaban.
"Maafkan aku Eunbi, tapi aku telah memiliki perjanjian itu sejak dulu bersama eomma Jihoon" seluruh orang disana memberikan atensinya pada Eunbi. Gadis itu menangis dalam diam, bibirnya terkunci rapat dengan mata penuh kekecewaan dan amarah. Tangannya terkepal, dadanya terasa nyeri dengan kesakitan yang ada. Kemudian ia berjalan menghampiri Jihoon.
"Ini yang kau sebut merebut semuanya kembali? Kau jahat Jihoon" suaranya bergetar. Jihoon tahu, Eunbi menyimpan sejuta kebencian padanya. "Kau tahu aku mencintai Soonyoung, Jihoon. Kau tahu aku butuh Soonyoung" gadis itu tiba-tiba merosot dihadapan Jihoon dan nampak bersimpuh. Nyonya Jung memeluk Eunbi erat, namun kalah cepat dengan Soonyoung. Pemuda itu sudah lebih dulu memeluk dan mengangkat tubuh Eunbi, membiarkan gadis itu menangis di dalam dekapannya.
"Maafkan ahjumma sayang, maafkan ahjumma" ucapan Kwon eommoni terdengar tulus. Kedua pasang mata Kwon eommoni dan abeoji nampak berat memisahkan Soonyoung dan Eunbi. Posisi Soonyoung yang membelakangi Jihoon membuat Jihoon berada disatu garis lurus pandang dengan Eunbi. Perlahan namun pasti dalam durasi singkat Jihoon memberikan senyum miringnya pada Eunbi. Yang sontak membuat Eunbi makin histeris.
"Kau jahat Jihoon!!! Kenapa harus Soonyoung yang kau ambil!! Kau sudah merebut appaku Jihoon, kau juga merebut perhatian eommaku!! Kau bahkan merebut perhatian para guru disekolah dalam akademik!! Sekarang kenapa harus Soonyoung juga yang kau ambil?? Kenapa?" tangis histeris itu memenuhi ruang keluarga Tuan Lee pagi itu. Soonyoung memeluk Eunbi erat, menenangkan gadis itu dengan segala bisikan kata maaf berulang-ulang. Mengusap punggungnya dan beberapa kali mengecup pucuk kepala gadis itu.
Jihoon, gadis yang diajak bicara justru tetap diam tanpa bicara sedikitpun sejak tadi. Emosinya mulai goyah. Ingin rasanya ia membeberkan segala kesakitannya juga! Perasaan yang sudah sangat lama ia simpan rapat-rapat rasanya sangat ingin ia ucapankan saat itu juga. Rahangnya mengetat, pertanda emosi telah melingkupi hatinya. Memejamkan mata sejenak lalu menatap mata Tuan Lee mantap. "Aku menerima beasiswa itu, begitu juga berjodohan ini"
Eunbi langsung diam dalam pelukan Soonyoung. Melepaskan diri dan menampar kencang pipi Jihoon. "Terimakasih untukmu" setelahnya ia berjalan meninggalkan ruangan itu dengan langkah lambat. Keheningan menyelimuti ruangan itu.
"Baiklah, jika memang Jihoon dan Soonyoung setuju-"
Bruk
Disana, didekat tangga, tubuh Eunbi tergeletak begitu saja. Soonyoung, Nyonya Jung dan Tuan Lee dengan cekatan membawanya kedalam kamar. Kwon abeoji dan eommoni menunggu didepan kamar gadis itu sembari menelfon dokter untuk segera datang. Nyonya Jung sangat panik, apalagi asma gadis itu tiba-tiba kambuh.
.
.
.
Kwon eommoni dan abeoji masih di kediaman Tuan Lee. Menunggu hingga Eunbi sadar dan sempat menemani gadis itu didalam kamar bersama Nyonya Jung. Wajah Eunbi lebih pucat dari sebelumnya. Soonyoung juga masih setia menemani Eunbi, pemuda itu duduk ditepi ranjang terdekat dan menggenggam jemari Eunbi. Ekor mata Soonyoung menangkap bayangan Jihoon yang berdiri jauh dari pintu kamar Eunbi. Bahkan Jihoon tidak memasuki kamar itu sejak tadi. Dilihatnya gadis itu berdiri dengan tatapan kosong, hanya sebentar sebelum Jihoon menghilang entah kemana. Sekitar sepuluh menit seorang maid datang dengan membawakan tiga gelas minuman yang nampak segar. Soonyoung menghela napas berat, seharusnya Soonyoung sudah memperkiraan peristiwa ini akan terjadi. Tapi, sekuat apa pun dan sebaik apa pun ia mempersiapkan diri, Soonyoung tetap tidka tahu harus bertindak seperti apa. Ia ingin menyalahkan takdir, tapi tentu tidak akan berguna. Bukan berarti dirinya tidak dapat menolak keinginan kedua orang tuanya, hanya saja ia tidak sanggup melihat sang ibu yang memohon kepadanya.
Soonyoung bangkit, keluar kamar dan berdalih butuh ke kamar mandi. Manik tajamnya mencari Jihoon. Gadis itu, berdiri mematung diruang keluarga menatap sebuah foto yang tidak terlalu besar terpajang disana. Tidak ada ekspresi yang tergambar diwajah bulat berponi itu. Soonyoung ingin mendekat, tapi kakinya seperti terkunci. Membiarkan dirinya menatap lebih lama gadis mungil itu. Berpikir, mengapa gadis itu memilih peran antagonis. Berusaha menebak apa isi kepala Jihoon yang selama ia tahu hanya berisikan rumus-rumus matematik, fisika, dan kimia. Dahi Soonyoung mengerut, dapat ia lihat Jihoon menutup matanya rapat-rapat lalu menunduk cukup lama kemudian menghela napas dan kembali mendongak dnegan raut dan ekspresi datar.
"Bagaimana, Soonyoung?" Soonyoung sedikit terkejut saat Jihoon menyebut namanya tanpa menoleh. Membawa langkahnya mendekat, mencoba melihat apa yang sedari tadi Jihoon tatap. Foto lawas dengan sepasang suami istri yang tampak bahagia. Keduanya tersenyum cerah, sang istri yang terlihat hamil muda nampak bahagia melingkarkan tangannya di lengan sang suami. Tapi hanya foto itu yang terdapat suami istri itu. Selebihnya, hanya foto sang suami dan wanita lain. "Katakan"
"Semuanya menjadi runyam" hening sejenak sebelum Soonyoung ikut bertanya. "Ibumu?"
"Katakan pada Kwon eommoni dan abeoji untuk menentukkan tanggal pertunangan itu" tanpa menjawab Jihoon beranjak pergi.
"Tidak bisakah kau melihat situasi Jihoonie?" suara Tuan Lee. Pria paruh baya yang menyebut dirinya appa itu berdiri, menatap tak percaya pada Jihoon. "Eunbi sedang terbaring sakit JIhoon, tolong-"
"Lalu apa maumu?" gadis itu melangkah mendekati Tuan Lee. Menatap manik hitam pekat itu dengan berani, hatinya sudah bergemuruh ingin mengucapkan segala yang ia rasakan. Tapi tidak. "Aku sudah menuruti kemauanmu. Lalu sekarang apa lagi?" suara rendah gadis itu, terdengar seperti bisikan emosi tapi juga lirihan kekecewaan yang hanya dapat didengar oleh Tuan Lee.
"Baiklah" Jihoon menghentikkan langkah ketiganya. "Maafkan appa Jihoon"
.
.
.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mask (Complete)
Fiksi RemajaYang jahat tidak selamanya jahat. Yang baik tidak selamanya baik. Lee Jihoon Kwon Soonyoung