10

1.7K 261 11
                                    

Jihoon menjadi pusat perhatian di sekolahnya, berita itu menyebar dengan cepat. Jihoon sudah terbiasa dibicarakan atau disindir orang. Tapi dibicarakan sebagai perebut kekasih orang adalah hal yang sangat mengganggu. Jihoon berusaha tenang, menampilkan stoic face nya dan tetap berjalan dengan dagu terangkat tinggi. Kacamata baca itu ia pakai sejak pagi untuk menutupi kantung matanya yang hari ini terlihat jelas. Kakinya melangkah ringan menuju kelasnya, persetan dengan pendapat orang. Mereka hanya manusia-manusia yang hanya tahu cover tanpa melihat isinya.

"Bagaimana rasanya?" itu Wonwoo, teman sebangkunya yang jarang berinteraksi jika tidak penting. Tipikal yang sangat mirip dengan Jihoon, hanya Wonwoo memiliki kepribadian yang hangat dalam perilaku dinginnya. Kebetulan yang aneh sebetulnya, tapi faktanya Wonwoo memiliki flat yang bersebelahan dengan flat Jihoon. Keduanya pernah saling menjenguk, flat Wonwoo terlihat lebih segar daripada flat Jihoon yang bertema monochrome. Flat Wonwoo berwarna putih dan cream, sangat kontras dengan penampilan sehari-hari gadis tinggi itu.

"Nothing special" Jihoon mengeluarkan bukunya dan duduk dengan tenang di bangkunya.

"Aku juga menerimanya" Wonwoo menyandarkan punggungnya sambil terus membaca novel. Membuat Jihoon menoleh dengan salah satu alis terangkat. "Beasiswa itu, Teknik kimia di SNU"

"Harus ku akui kau hebat. Itu program studi andalan disana"

"Dan kau mendapat beasiswa karena karya tulis ilmiah yang kau tulis dapat mempengaruhi teknologi di Seoul National University Hospital jika kau lupa" ucapan Wonwoo membuat Jihoon mendengus sebal. Sedari awal memang bukan itu tujan Jihoon, dan jika ada yang mengungkit membuatnya muak. Bahkan dirinya belum resmi menerima beasiswa itu, tapi mendengar sebutannya sudah membuat Jihoon muak.

"Lee Jihoon. Apa yang kau lakukan pada Eunbi kami?" Jihoon ingin tertawa. Suara menggelegar itu seperti menggelitik telinganya. Apa katanya tadi? Eunbi kami? Tentu saja Jihoon tak peduli. Ingatkah Jihoon telah terbiasa dengan semburan seperti itu?

"Bagaimana bisa kau bertunangan dengan Soonyoung? Perbuatan licik apa yang kau lakukan pada mereka, hah?" satu gebrakan meja terdengar nyaring diruang kelas itu.

"Ya Lee Jihoon! Apa kau tuli, hah?" tendangan kaki juga terjadi. Seorang gadis mendekatkan wajahnya pada Jihoon, menatap tajam manik hitam dibalik kacamata baca Jihoon.

"Kau, akan menyesali perbuatanmu. Eunbi selama ini selalu mengalah padamu, dia berusaha menerima kekalahannya. Tapi ternyata kau sungguh gadis tidak tahu terimakasih. Kau bukan saudaranya, karena dirimu tidak punya hati nurani sama sekali sebagai sesama perempuan. Suatu saat kau akan mendapatkan karmamu Jihoon" setelahnya mereka pergi begitu saja. Beruntung Jihoon dapat mempertahankan ekspresi wajahnya. Hatinya sudah berdegup kencang, emosinya akhir-akhir ini tidak stabil.

"Katakan itu pada dirimu sendiri. Dan katakan terimakasih padanya karena mau mengalah untukku" Langkah gadis-gadis itu berhenti. "Kali ini, ia juga harus mengalah padaku. Tentang Soonyoung. Karena aku bukan saudara yang baik" ucapan itu menyinggung gadis tadi. Lee Daehyun. Jika tidak salah Jihoon baca namanya di nametag. "Itu katamu. Dan kau harus tahu. Aku bukan saudaranya. Informasi dari mana itu?" tertawa remeh yang terdengar diseluruh penjuru kelas.

"Kau benar-benar Jihoon"

"Aku tidak memiliki saudara sepertinya, yang lahir dari wanita jalang" hening. "Ah.. Kau tidak tahu jika Eunbi kalian lahir dari seorang wanita jalang?" dan gadis-gadis itu benar-benar pergi dari kelasnya. Ekspresi meremehkan Jihoon menghilang, kembali dengan stoic face nya.

.

.

.

Soonyoung marah besar. Ia telah mendengar jika Jihoon menyebut Eunbi lahir dari wanita jalang. Ia menyeret Jihoon ke lorong sepi dekat gudang penyimpanan olahraga, lalu menamparnya dengan keras. Napasnya tidak teratur menandakan emosi yang meluap-luap.

Mask (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang