17

1.7K 262 14
                                    

     Seminggu ini Jihoon sangat sibuk. Urusan kuliah, Tuan Lee, Kwon eommoni, dan rumah sakit. Tidak heran jika ia akan tidur hanya 2-3 jam sehari, mengkonsumsi kopi berlebih tiap hari nya, dan terus berkutat tentang segala data rumah sakit.

   "Nona sebaiknya pulang dan istirahat, Nona sudah bekerja keras satu minggu ini" Jihoon sedang dalam perjalanan dari Sorim Hospital setelah rapat yang dikatakan sekretaris Hwang. Kepalanya pening luar biasa. Bahkan sebuah selimut telah tersampir ditubuhnya.

  "Gwenchanayo ahjussi, aku hanya butuh vitamin dan makan dengan benar saja" mata semi sipit yang indah itu terpejam erat. Bahkan membuka mata saja rasanya tidak sanggup.

  "Disebelah nona ada jajjangmyeon. Ku dengar nona menyukainya" Jihoon mengangguk kecil. Rasanya seperti sudah sangat lama ia tidak memakan makanan favoritnya itu. Dengan perlahan Jihoon memakannya, cukup lahap dan membuat sekretaris Hwang tersenyum melihat Jihoon makan dengan sangat menggemaskan.

  "Siapa yang memberitahumu ahjussi?"

  "Tuan Kwon, nona"

.

.

.

    Tidak berbeda jauh dengan Jihoon. Eunbi juga nampak berantakan. Pipinya semakin tirus dari biasanya. Dirinya cukup lelah harus bolak-balik mengurus ibu nya dan Tuan Lee. Apalagi Jihoon hanya akan muncul 2-3 hari sekali, itu pun hanya malam hari dan tidak lebih dari 10 menit. Beruntung Soonyoung mau direpotkan, membantunya membawa pakaian ganti, membeli beberapa kebutuhan selama dirumah sakit, membantu mengurus segala keperluan Tuan Lee dan ibu nya meskipun Eunbi tahu bahwa Nyonya Kwon juga sedang berada dirumah sakit.

  Seperti saat ini, Soonyoung tengah menemaninya diruang rawat inap sang ayah. Lelaki itu terus menggenggam ipad nya yang pernah ia curi lihat isi nya tengah berbicara dengan sekretaris Hwang mengenai keadaan Jihoon. Jujur saja, hatinya terasa sakit mengetahui Soonyoung begitu cepat beradaptasi dan peduli pada Jihoon. Ia tahu bahwa hati Soonyoung masih untuk nya, tapi ia terlalu takut menghadapi kenyataan jika Soonyoung akan berpaling pada Jihoon. Ia tahu betul, dibalik sifat dingin, kasar, dan tidak pedulinya itu, Jihoon memiliki sangat banyak hal yang membuat orang mudah mencintainya. Gadis yang menjadi saudara disaat dewasanya itu memiliki sifat-sifat yang mampu membuat orang segan padanya. Dan jujur, Eunbi membenci bahwa dirinya masih belum bisa menerima kenyataan itu.

   Soonyoung mendapat telepon dari seseorang dan berpamitan keluar sebentar pada Eunbi. Rasa penasaran membuat Eunbi menjadi gadis yang tidak tahu sopan santun, ia berusaha mencuri dengar pembicaraan Soonyoung dengan sang penelpon.

  "Dia sudah memakan jajjangmyeon nya?"

  "..."

  "Untuk apa ke apotek?"

 "..."

  "Baiklah, ingat kan dia untuk makan dan meminum vitaminnya. Jika bisa tolong berikan dia jus alpukat jika dia tidak sempat makan"

  "..."

  "Terimakasih sekretaris Hwang, tolong bantu aku jaga dia-" sudah cukup, Eunbi tidak akan sanggup lagi mendengar kekhawatiran Soonyoung pada Jihoon. Ia hanya mampu memerankan seolah tak terjadi apapun padanya. Ia harus terlihat baik-baik saja, meskipun hatinya terluka. Ia akan bertahan dan menerima rasa sakit itu.
.
.
.

   Jihoon pulang tidak selarut kemarin-kemarin. Merebahkan diri di sofa dan melepas ikatan rambutnya.

  "Minumlah" segelas teh herbal mengeluarkan uap beraroma ringan dan tenang. Soonyoung yang meletakkan disana. Pemuda yang terlihat tampan itu nampak masih mengenakan baju formalnya. Ia baru saja dari kampus menghadap salah satu dosen yang tertarik padanya untuk di bina menjadi asisten laboratorium. Gitar putih yang biasanya tergeletak itu mulai dipangkunya, dimainkan secara random dan menghasilkan nada yang lembut. Jihoon sontak menoleh dan memperhatikan lelaki yang telah tinggal hampir setahun dengannya.

Mask (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang