21

1.5K 242 14
                                    

   "Jadi, ada apa diantara kalian?" Seowon tiba-tiba menghampiri Jihoon yang sedang duduk di balkon lantai dua rumah singgah mereka. Segelas teh hangat sudah tersedia di bangku samping keduanya. Jihoon hanya membalasnya dengan mendengung. Lelaki yang nampak cool dan jahil disaat bersamaan itu menaikkan kakinya, duduk bersila diatas kursi dengan nyaman sambil menyeruput teh nya. "Kau kira aku sebodoh itu?"

  "Aku tidak tahu yang kau maksud ada apa itu yang bagaimana"

  "Heuh.. kalian ini benar-benar bodoh ya. Yang satu menutupi dengan sifat dinginnya, yang satu menutupi dengan kemunafikkannya" jawaban lugas itu membuat Jihoon mengerutkan alisnya bingung. Seowon menghadap kearah Jihoon dan menatap Jihoon dan pincingan matanya. "Katakan padaku. Mau sampai kapan kau menutupinya?"

  "Seowon-ah. Berhentilah mencari tahu"

  "Wae? Kau akan terus menutupinya?"

  "Tidak ada yang aku tutupi,-"

  "Perasaanmu.. Kau menutupi perasaanmu"

  "Tidak. Aku tidak menutupi perasaanku. Bahkan tidak ada yang aku tutupi. Jadi berhentilah bicara tentang omong kosong" gadis Lee memilih pergi dan membawa cangkir teh dengan tenang. Sedangkan Seowon menarik ujung bibirnya pelan dan terlihat ragu.

  "Hatimu Jihoon. Kau memang tidak menutupinya, tapi kau menguburnya sedalam mungkin hingga tak ada satupun orang yang tahu dan kau bahkan lupa akan hatimu sendiri"

.

.

.

   Sudah satu minggu sejak keempatnya menjalankan bakti sosial di pulau yang dikeliling pantai serta hamparan lumpur pantai yang sangat cantik saat sunrise dan sunset. Taejoon songsaenim memutuskan untuk mengajak para mahasiswa berkeliling melihat daerah Jebudo sejenak. Sejak pagi mereka telah bersiap, meskipun di bagasi mobil tetap tersimpan peralatan pemeriksaan tapi keempatnya nampak bahagia menanti Taejoon songsaenim menjemput mereka. Jihoon menggunakan celana berbahan kain twill berwarna cokelat muda dan kemeja biru navy. Rambutnya ia gerai sebagian dengan poni dan kacamata bulat kesukaannya serta backpack mini hitam favoritnya. Mendudukkan diri disofa dan membiarkan Mingyu mengambil alih dapur yang memang hampir tidak pernah ia pakai itu untuk membuat omelet sebagai sarapan mereka. Teh hijau yang tidak pernah absen ia minum setiap hari itu terasa hangat dan ringan saat ia menyeruputnya sedikit demi sedikit.

 Soonyoung datang dan meletakkan topi diatas kepala Jihoon lalu mengacau didapur Mingyu. Pemuda Kwon itu nampak santai dengan celana khaki miliknya dan kaos putih yang dilapisi kemeja abu-abu. Sangat natural dan berbeda dengan saat pemuda itu berada dirumah sakit.

  "Jadi apalagi yang kau sembunyikan? Jelas sekali bahwa kau menyukainya" Jihoon memutar bola matanya malas. Seowon lagi-lagi membicarakan hal tersebut. Pemuda Lee itu duduk dengan kaki bersila disofa, bibirnya tidak berhenti mengunyah sereal yang ia buat tadi. Sebagai pembuka sarapan katanya. Jihoon tidak habis pikir dari mana Mingyu menemukan teman seperti ini.

  " Berhenti bicara omong kosong. Lebih baik kau bantu Mingyu menyiapkan sarapan"

  "Sabar, aku sedang memakan appetizer ku dulu" dan Seowon benar-benar kembali mengunyah serealnya, padahal Mingyu sedang menyiapkan sarapan. Setelah itu baru ia beranjak membantu Mingyu. Ketika sedang asyik berselancar didunia maya, ponsel Soonyoung yang tergeletak di meja berbunyi. Kwon Eommoni menelpon. Mereka semua sontak menoleh. Soonyoung menatap Jihoon sebentar.

  "Angkat saja jika itu eomma" begitu mendapat persetujuan Jihoon mengangkat panggilan itu dan sedikit menjauh ke balkon depan rumah.

  "Itu, eomma Jihoon yang menelpon?" Soonyoung menggeleng sambil terus mengunyah biskuit madu yang sempat Jihoon beli saat mampir ke mini market dekat rumah sakit. "Lalu?"

  "Eommaku" Seowon menaikkan sebelah alisnya. Sungguh, ia tidak paham akan hubungan dua teman barunya ini. Terlalu dekat untuk sekedar teman yang hanya saling mengenal, tapi terlalu jauh untuk saling mencintai.

  "Jangan terlalu memikirkannya, hubungan mereka terlalu rumit sejak sekolah dulu" Mingyu membisikkannya saat Soonyoung pergi ke kamar mandi. "Jihoon adalah sahabat kekasihku sejak sekolah. Aku, Wonwoo, Jihoon, dan Soonyoung satu sekolah. Hubungan mereka seperti langsung dari hati. Mereka jarang bicara seperti tidak peduli, tapi perilaku mereka seakan-akan memberitahu seluruh dunia bahwa mereka telah terikat satu sama lain" telihat Seowon semakin bingung. Membantu Mingyu meletakkan omelet diatas lima piring ke meja makan, mungkin yang satu untuk Taejoon songsaenim. "Soonyoung sudah memiliki kekasih, dan itu kabarnya adalah saudara tiri Jihoon. Tapi mereka putus karena Soonyoung menyetujui bertunangan dengan Jihoon"

  "Apa? Bagaimana bisa?"

  "Banyak kabar miring yang beredar, sejujurnya tidak ada yang tahu mengapa hal itu terjadi. Tapi Wonwoo bilang memang itu yang seharusnya terjadi sejak dulu agar tidak ada yang tersakiti"

  "Bukankah itu justru menyakiti banyak pihak?" Seowon ikut mengambil tempat disebelah Mingyu, menunggu Soonyoung dan Jihoon bergabung di meja makan.

  "Mungkin orang awam akan bicara seperti itu, tapi kita tidak tahu apa alasan Soonyoung menerima pertunangan itu" Mereka memperhatikkan Soonyoung yang ikut pergi ke balkon depan rumah, mungkin untuk menyusul Jihoon. "Aku hanya berharap tidak ada yang tersakiti di antara mereka. Jika itu Soonyoung yang tersakiti, kuharap dia mampu bangkit. Tapi jika itu Jihoon yang tersakiti, mungkin akan lebih sulit karena Jihoon adalah tipe orang yang memendam segalanya sendiri. Tanpa kecuali, bahkan Wonwoo tidak terlalu tahu banyak tentang kehidupan Jihoon"

.

.

.

    Soonyoung tidak pernah punya firasat buruk sebelum ini, tapi kejadian buruk yang tidak pernah ia harapkan tiba-tiba terjadi. Kemarin pagi sang ibu menelpon, mengatakan bahwa kedua orang tuanya akan berangkat ke Jepang pagi ini. Dan dini hari ini ia mendapat kabar bahwa kedua orang tuanya mengalami kecelakaan saat berangkat menuju bandara. Soonyoung berlari dan mengetuk pintu kamar Jihoon secara brutal. Sedangkan gadis Lee bangun dalam keadaan berantakan dan sangat mengantuk. Jihoon baru saja tidur pukul 2 karena harus menyelesaikan laporan kasus fraktur yang didapatnya kemarin dan baru satu jam ia tidur Soonyoung sudah membangunkannya secara paksa. Seluruh penghuni dorm ikut terbangun dan menatap Soonyoung bingung.

  "Eomma dan appa kecelakaan. Kita harus kesana"

  "Tidak ada jalan kesana Soonyoung, ini masih pukul 3 dini hari. Laut masih pasang" Mingyu mencoba menjelaskan pada Soonyoung.

  "Tidak bisa! Aku dan Jihoon harus segera kesana" Jihoon segera berganti baju dan memasukkan beberapa barang yang perlu dibawa. Setidaknya butuh lebih dari satu hari untuk mengurus ini. Lagipula, ia tidak ingin lagi kehilangan sosok ibu dihidupnya. Cukup sekali ia merasakan.

  "Serius Soonyoung, satu-satunya akses keluar masuk pulau ini hanya jalan itu. Dan kau bisa melewatinya hanya pada saat pagi hingga sore hari. Kau jelas tahu itu" Seowon berusaha membantu Mingyu. Lelaki itu berjalan menuju dapur tapi ekor matanya menangkap Jihoon berpegangan erat pada tepi pintu dengan mencengkram perutnya dan mata tertutup rapat. Hanya beberapa detik lalu ia kembali melihat Jihoon dengan ekspresi normalnya. Sungguh, Seowon benar-benar penasaran dengan teman barunya itu.

  "Lalu aku harus menunggu disini sedangkan orang tuaku tidak tahu bagaimana keadaan mereka!?" Seowon ikut terkejut dengan nada yang diberikan Soonyoung. Mereka semua terkejut kecuali Jihoon. Ingatkan jika Jihoon pernah dibentak oleh Soonyoung dengan kasar saat sekolah dulu?

  "Lebih baik telepon sekretaris ayahmu, Soonyoung. Coba pastikan sekali lagi" Jihoon berusaha bersikap tenang. "Atau.. kau bisa menghubungi Tuan Lee atau siapapun dirumahku yang dapat membantumu"

  "Tuan Lee dan Nyonya Jung baru saja keluar rumah sakit, Jihoon. Tidak mungkin aku merepotkan mereka" Soonyoung mencoba mencari nama yang dapat membantunya. "Eunbi. Aku akan meminta bantuannya" Mata Mingyu danSeowon bertemu begitu saja mendengar Soonyoung menyebut nama Eunbi. Keduanya otomatis melihat kearah Jihoon. Wajah datar itu, seperti keunggulan Jihoon.

  "Ya, mungkin" Dan siapapun yang melihat Jihoon akan tahu dan mengerti apa yang dirasakan gadis itu.

.

.

.

Mask (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang