16

1.6K 255 4
                                    

   Jihoon baru saja keluar dari ruangan Prof Hwang dan berpapasan dengan Jun yang baru saja keluar dari Prof Shin. Dua ruangan yang bersebrangan dan tetap pada laboratorium yang sama. Laboratorium kedokteran dasar. Dengan senyum secerah matahari itu Jun mengajak Jihoon makan dikantin, yang sebenarnya ditolak Jihoon. Hari ini Jihoon sedang mendapatkan tamu bulanannya. Entah karena terlalu sibuk atau stress sebulan terakhir ini menyebabkan kedatangan tamunya kali ini membuatnya sakit perut luar biasa. Wajahnya bahkan sudah pucat sejak pagi. Jika saja Yeunha, sang ketua kelas di mata kuliah anatomi tidak menelepon dan mengabari bahwa Prof Hwang ingin bertemu, pasti Jihoon memilih tetap berada diatas tempat tidurnya. Ia telah menyelesaikan presentasinya minggu lalu hingga seharusnya hari ini Jihoon bisa bersantai.

   "Mian, aku ingin pulang saja" Jun terkejut. Ini kali pertama melihat Jihoon selesu itu.

   "Kau tak apa Jihoon-ah? Kau sakit?" gelengan kecil itu membuat Jun membantu Jihoon. "Antar pulang saja ya?"

   "Aku baik-baik saja" gadis itu kekeuh berjalan sendiri, sebentar-sebentar menepi dan mencengkram perutnya. Keringat dingin terus membasahi rambut sebahunya. Tidak fokus pada jalannya, ia tidak sengaja menabrak pundak seorang yeoja.

  "Ya! Apa kau tidak punya mata?" gadis berambut sebahu yang nampak cantik dengan bibir mungilnya itu meninggikan suaranya.

  "Sorry" wajahnya terus menunduk, fokusnya masih pada perutnya yang nyeri luar biasa. Tidak ingin memperdulikan siapa yang ditabrak, Jihoon kembali melanjutkan langkahnya. Terduduk begitu saja di bangku koridor lantai satu, tepat didepan laboratorium anatomi basah.
.
.
.

  "Dimana?" Soonyoung menelepon Jihoon saat tidak menemukan Jihoon dirumah maupun di kelas istilah dasar. Hanya terdengar napas berat diseberang sana. "Ya! Kau dimana?"

   "Sakit heuh~" lirih sekali. Kemudian terdengar suara benturan manusia dengan lantai yang menggema dari seberang sana.

  "Merepotkan" mencebik kesal. Soonyoung berlari mencari Jihoon. Menuruni tangga dengan cepat.

  "Ah! Soonyoung!" itu suara Jun. "Ada apa? Kenapa terburu-buru?" Soonyoung menghentikkan langkah cepatnya. "Ah! Tadi Mrs Viona berpesan jika kau dicari Mrs.Viona diruangannya" mengangguk cepat dan akan kembali melangkah sebelum Soonyoung bertanya pada Jun.

  "Kau kenal Jihoon?" wajah khas asia itu tiba-tiba berbinar cerah dan mengangguk cepat.

  "Gadis irit bicara yang sangat pintar dan menggemaskan itu?" ada perasaan tidak suka mendengar orang lain memuji Jihoon dihati Soonyoung. Tapi Jun merubah ekspresi wajahnya menjadi khawatir. "Tapi tadi dia terlihat pucat saat bertemu denganku di lantai dua mungkin- YA KWON SOONYOUNG!" Jun mendengus sebal, Soonyoung meninggalkannya begitu saja. Kedua alisnya menyatu menampilkan wajah penuh selidik. "Apa hubungan mereka? Kenapa mencurigakan? Omo! Apa rumor itu benar? Astaga kenapa aku tidak peka sama sekali?" memukul kecil keningnya. "Astaga, bodoh sekali kau Wen Junhui! Benar-benar mereka itu!"
.
.
.

  "Aku tidak bisa kesana eomma. Jihoon sedang sakit" sayup-sayup Jihoon mendengar suara Soonyoung. Dirinya terbangun dan sadar dirinya telah berada diranjang kamarnya. Tapi kemudian perutnya nyeri luar biasa.

  "Shh.."desisnya sakit. Bagian bawah perutnya terasa sangat kaku dan tidak bisa digerakan, bagian pinggul belakangnya juga terasa sakit.

  "Iya eomma, akan aku sampaikan" Soonyoung masuk kedalam kamar Jihoon dengan ponsel masih berada digenggaman tangan kanannya. "Kenapa bisa sampai pingsan" tidak seperti pertanyaan.

  "Sudah biasa"

  "Aku tidak sebodoh itu untuk tahu itu abnormal Jihoon. Berapa lama?"

"Aku sedang banyak kegiatan Soonyoung, itu biasa untuk wanita" Soonyoung memasukkan kedua tangannya kesaku celana, masih dengan menatap tajam Jihoon.

  "Berapa lama?"

  "Tiga bulan terakhir ini" Jihoon berdecak sebal dan menjawab Soonyoung cepat.

  "Ayo kerumah sakit"

  "Menjenguk eomma?"

  "Aku tahu kau tidak sebodoh itu untuk menerima beasiswa Jihoon. Tentu saja untukmu" Soonyoung sudah mulai menaikkan nada suaranya. Ia mulai sebal pada gadis bebal itu.

  "Tidak, aku hanya perlu minum obat seperti biasa. Keluarlah" rahang tegas itu mulai mengeras, matanya juga menampakkan kemarahan. "Aku tidak akan mati hanya karena ini"

   "Aku justru ingin menjadi orang pertama yang melihatmu mati karena ini" suara debaman pintu yang keras membuktikan betapa emosinya Soonyoung pada Jihoon. Gadis keras kepala itu benar-benar suka sekali bermain-main dengannya. Soonyoung kembali ke kamarnya sendiri dengan suasana hati yang buruk. Mengganti kemeja yang masih menempel ditubuhnya dengan kaos santai berwarna putih dan celana tranee. Berbaring dan memainkan ponselnya hingga kantuk sudah hampir mengambil alih dirinya. Dering ponsel dengan nama Eunbi tertera dilayar depannya. Senyum lebar nampak jelas diwajah tampannya.

    Soonyoung yang awalnya tenang langsung panik mendengar Eunbi menangis diujung sana. Gadis itu memintanya kerumah sakit, ibunya tengah dirawat dirumah sakit karena kelelahan. Sedangkan Tuan Lee tiba-tiba pingsan dikantornya karena mengalami syok dan sedang dibawa kerumah sakit yang sama. Kontan saja Soonyoung menyeret Jihoon ke rumah sakit. Berlari panik kearah Eunbi. Gadis itu memeluk Soonyoung erat, menumpahkan segala ketakutannya dengan menangis kencang didepan ruangan Tuan Lee.

.

.

.

     Jihoon baru tiba di kamar rawat inap Tuan Lee setelah hampir satu setengah jam kemudian. Sepi, tidak ada siapa pun disana kecuali pria paruh baya yang terbaring di ranjang rumah sakit ini. Ia mendekati ranjang Tuan Lee. Menatapnya cukup lama dengan segala emosi. Memeriksa sebentar infus nya.

  "Laki-laki tua brengsek ini benar-benar merepotkanku"

 "Darimana saja kau? Anak macam apa yang menghilang saat ayahnya pingsan?" Jihoon tahu. Itu suara Soonyoung. Terdengar suara langkah kaki lain selain milik Soonyoung, pasti Eunbi.

  "Jihoon-ah. Aku sudah mengurus administrasi ayah. Bisakah kau menemaninya sebentar? Aku akan-"

  "Aku tidak bisa" Eunbi menarik kasar pundak Jihoon.

  "Jangan egois Jihoon. Aku sedang lelah dan tidak ingin berdebat. Temani ayah, biarkan aku yang mengurus eomma-"

  "Jwesonghamnida" suara berat itu mengalihkan atensi Soonyoung dan Eunbi. "Saya meminta maaf karena berbicara diwaktu yang tidak tepat, tapi Nona Lee. Saya memohon pada nona untuk menggantikan Tuan Lee untuk sementara. Setidaknya di rapat pembukaan klinik cabang dari Sorim Hospital di Namyangju" pundak yang biasanya tegap itu tiba-tiba merosot. Jihoon tahu itu cepat atau lambat akan terjadi. Bagaimanapun hanya dirinya lah anak kandung dari Tuan Lee.

 "Kapan?"

"Jika nona tidak keberatan, sekarang nona bisa ikut saya untuk memperlajari dahulu materinya" Jihoon mengangguk kecil. Dan mengikuti sekretaris Hwang.

  "Tidak sekarang" Jihoon menggeram malas pada Soonyoung, pemuda itu mencekal pergelangan tangan Jihoon. "Dia sedang sakit sekretaris Hwang"  Menyentak lepas tangan lelaki itu. Jihoon menatap tepat pada manik Soonyoung.

  "Aku tidak selemah itu, kau tahu itu"

"Jika kubilang tidak, berarti tetap tidak. Kau tetap disini" kedua pasang alis mengerut emosi. Tapi kemudian Jihoon kembali menampilkan wajah datarnya dan pergi dari sana.

  "Ayo sekretaris Hwang" Soonyoung menggeram kesal. Gadis benar-benar keras kepala. Dalam sehari ini, sudah dua kali mereka berdebat karena kekeras kepalaan Jihoon. Rahang yang masih mengeras itu menunjukkan bahwa emosinya masih membara.
.
.
.

Mask (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang