1

5.2K 324 9
                                    

     Pagi ini seperti pagi-pagi yang lainnya. Loker yang telah ia kunci selalu kembali dibobol dan dirusak oleh siswa-siswa itu. Membuangi sampah kertas serta dedaunan telah menjadi kegiatannya selama hampir setahun belakangan ini. Beruntung ia tak meletakkan buku atau barang-barang penting lainnya disitu.

"Siapa lagi kali ini?" gadis mungil itu menghendikkan bahunya tak tau dan tak mau tau. "Tidakkah kau ingin melaporkan ini? Kau punya kekuasaan disini Jihoon-ah" mata semi sipit ini menatap datar lelaki yang lebih tinggi darinya.

"Oppa tau alasanku" setelahnya gadis itu pergi membuang sampah lalu menuju kelasnya. Membiarkan loker rusaknya terbuka dan Seungcheol begitu saja disana.

.
.
.

"Lee Jihoon!" gadis mungil itu menghela napas kasar serta memutar bola matanya malas. Langkahnya terhenti tapi tidak berbalik untuk sekedar melihat si pemanggil. "Kau ini tuli atau bagaimana hah? Aku memanggilmu dan kau tidak mendengarkanku!" suara cempreng itu masuk ke telinganya lagi. Lagi dan lagi seperti hari kemarin.

"Aku berhenti karena aku mendengarmu jalang" dengan tangan bersilang di dada Jihoon menatap malas gadis didepannya.

   Dengan marah Eunbi melempar bungkusan beraroma bangkai didepannya. Tepat didepan sepatunya.

"Kau yang melakukannya bukan? Kau ini benar-benar gadis tidak tahu malu! Hanya bermodal beasiswa kau bisa mempermalukanku! Kau yang jalang Jihoon! Kau merebut apapun yang aku miliki! Kau perebut milik orang! Tapi aku merasa wajar, kau mirip dengan ibumu kan? Ibumu juga perebut milik orang! Ibumu merebut ayahku dari ibuku! Ibumu yang jalang bodoh!"

Satu pukulan keras mendarat dipipi gadis berambut coklat itu. Jihoon menaikkan sebelah alisnya. Menendang bungkusan bangkai itu dan mendekat ke arah Eunbi. Membiarkan manik hitam pekatnya bertemu dengan manik biru palsu gadis itu.

"Sekolahkan dulu mulutmu itu jalang! Tanyakan pada ayah bajinganmu itu dulu sebelum bicara. Kuharap kau masih memiliki otak untuk berpikir setelah mengetahui fakta sebenarnya dari ayah bangsatmu itu" desisan itu menusuk dan penuh emosi. Setelahnya ia merapikan baju dan pergi begitu saja.
.
.
.

"Jangan lakukan itu lagi Jihoon" Jihoon berdecih dan tertawa kecil.

"Kau membelanya lagi Soonyoung" sedangkan sang lelaki bermata dipit itu tiba-tiba menepikan mobilnya dan menatap tepat pada Jihoon.

"Kau tau pasti dia yang akan selalu aku bela. Dia kekasihku. Ingat itu" senyum remeh Jihoon kembali membuat Soonyoung emosi.

"Ya dia kekasihmu. Aku tahu dan aku tidak peduli. Tapi kau tidak tahu apapun tentang urusan kami. Jadi jangan pernah ikut campur" Soonyoung mencengkram sedikit keras bahu gadis keras kepala didepannya.

"Aku akan ikut campur jika kau melukainya Jihoon. Aku tidak akan tinggal diam" mendadak Jihoon membisu. Sepersekian detik Soonyoung bersumpah melihat emosi tertahan di bola mata hitam Jihoon sebelum berubah kembali datar.

"Lalu jika ternyata dia yang melukaiku?" Kali ini Soonyoung yang terdiam. Dengan segera Jihoon melepaskan diri dan turun dari mobil. Taksi adalah pilihan terbaik saat ini untuk menenangkan diri. Beberapa kali memukul kecil kepalanya dan bergumam 'bodoh'pada dirinya sendiri.
.
.
.

Tbc.

Tolong jangan maki saya karna saya buat cerita baru padahal sebelah dan sebelah lagi belum kelar. Maafkan akuuuu.

Mask (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang