Bab 3

148K 5K 66
                                    

   Suasana arena balap sudah semakin ramai semakin malam. Bahkan beberapa mobil sudah berjejer rapi dan beberapa lagi terparkir tak jauh dari arena. Tepukan kembali bergemuruh ketika sebuah bendera dilempar ke atas oleh seorang pria. Jangan salah, keseringan yang memimpin sebuah balapan adalah seorang pria. Wanita hanya bisa dihitung jari.

   Teriakan demi teriakan memeriahkan balapan yang mulai memanas. Mobil hitam yang memimpin di depan, dan delapan mobil lainnya tertinggal jauh.

  "Ayo Hitam!" teriak seorang wanita ketika mobil itu lewat begitu cepat di depannya. Lebih tepatnya wanita itu Sania Andromeda. Dia tidak pernah dan tidak akan mau melewatkan balapan idolanya si Hitam itu. Bukan, jelas bukan orangnya yang hitam, tapi karna semua yang orang itu pakai adalah warna hitam. Mulai dari mobilnya, pakaiannya, sampai maskernya pun warna hitam. Hanya satu yang membuat Sania mengenali pria itu, mata safirnya.

  "Yeahhh!" Teriakan Sania semakin girang ketika mobil hitam itu menembus garis finish. Dia sampai lompat-lompat di tempat dengan tinggi. Senyum lebarnya tak mungkin ia hilangkan lagi.

  Terlihat pengemudi mobil itu keluar saat mobil yang tadi ikut peserta balapan baru sampai. Pria itu bersandar di depan mobil, memasukan kedua tangannya di saku jaket hitamnya.

  Melihat gaya pria itu membuat Sania semakin melebarkan senyumannya. Ingin sekali dia melihat pria itu begitu dekat, hanya saja bagaimana caranya?

  "Eh? Mau kemana?" tanya Sania. Karna tangannya ditarik oleh Cladi. Napasnya tercekat ketika tau Cladi menariknya sampai mana. Tepat di depan pria yang tadi ia pandangi, Cladi berhenti.

  "Hai, Black." Cladi melambaikan tangannya. Pria itu sedikit menegakkan tubuhnya kemudian mengangguk sekali.

  "Seperti biasa, lo keren."

Sania yang mendengar itu sangat iri. Bagaimana tidak? Cladi sering bertemu idolanya itu karna Cladi sering ikut balapan. Berbeda dengan dirinya yang sulit mendapat izin untuk memegang setir mobil.

  "Thanks."

Astaga! Sania bersorak dalam hati. Dia bisa mendengar suara idolanya ini, kuatkan Sania!

  "Gue tunggu balapan kita selanjutnya." Setelah berucap pria itu membuka pintu mobilnya. Namun bukan cepat-cepat masuk, mata safirnya menatap Sania. Senyumnya terangkat.

  "Thanks buat dukungannya."

Dan, dia benar-benar masuk lalu melaju begitu cepat. Sementara Sania mematung di tempat. Dia sampai menahan napasnya.

  "Astaga, Sa! Lo mimisan!"

  "Ha?"

Sania meraba hidungnya, benar. Dia mimisan. Tapi bukan ikut panik, dia malah nyengir begitu lebar. Menatap kembali jalan yang tadi dilewati mobil si hitam.

  "Kok pengaruh Black ampuh? Sampe mimisan gini."

Cladi meneguk savilanya. Temannya ini benar-benar gila.

×××

  
   Besoknya Sania telat bangun, sampai-sampai di di hukum untuk berlari keliling lapangan sebanyak tujuh kali, karna dia datang tepat saat jam 7. Persetan untuk yang memberi hukuman, karna Sania sangat lemas sekarang. Padahal larinya tinggal satu putaran lagi.

  Sania mengelap pelipisnya yang dialiri keringat begitu banyak. Sungguh hari menyebalkan baginya, sudah telat bau masam pula.

Dugh

  "Akh-"

Sania meringis ketika lututnya menyentuh lantai lapangan upacara itu. Entah kenapa pening menghampirinya. Ah dia lupa, dia tidak makan dari tadi malam.

  Sania mencoba berdiri, tapi perih di lututnya membuat dia kembali duduk. Ternyata berdarah cukup banyak. Dia menyelonjorkan kakinya, mengibas-ngibas kedua tangannya di atas lutut, berusaha agar tidak terlalu terasa perih.

  "Sial!" umpatnya. Bukan, dia bukan cewek manja yang terluka sedikit langsung menangis. Bahkan lari sampai berpuluh putaran pun pernah ia rasakan hanya karna menjaili pria di ruang ganti tempat ia mengintip. Yah.. dasar wanita nakal! Mempunyai hobi mengintip, aneh!

  Bel berbunyi menandakan jam kedua dimulai. Dia baru akan kembali berdiri namun sebuah tangan menyodorkan tasnya yang tadi ia lempar begitu saja. Dia mendongak, mencari tau tangan milik siapa. Ah... si pemberi hukuman.

  "Makanya jangan lelet."

  Sania kembali mendengkus mendengar ucapan pria taplak itu. Sudah datar tak tau belas kasihan pula. Dia manusia atau patung sih? Mana setiap berbicara membuat panas telinga, lengkap sudah peringkat pria menyebalkan diserahkan pada Tama Agung Putra.

  "Gue gak le-" Ucapan Sania terhenti karna tiba-tiba tubuhnya mengapung. Ralat, pria tadi menggendongnya ala bridal stile. Sania sampai meneguk sisa ludahnya tadi.

  "Turunin gue!" Berontak Sania saat sadar dia sudah dibawa ke gedung sekolah. Namun Tama tetaplah Tama pada pendiriannya.

  "Eh ... lo seenaknya yah gendong-gendong gue! Lo siapa gue huh?!"

Tama menatap tajam ke arah Sania. "Lo pacar gue." Setelah itu dia tak menatap Sania lagi. Sania pun bungkam. Dia bahkan lupa akan hal itu. Apa kemarin bukan sebuah candaan? Apa ini serius? Sania pacaran dengan pria peringkat menyebalkan? Kiamat hidup Sania!

  Tama membelokan arah jalannya, mendorong sebuah pintu dengan kaki panjangnya. Pria itu memasuki ruangan yang bernama UKS itu. Kemudian mendudukan Sania di salah satu brangkar. Dia bergegas mencari sesuatu di lemari kecil yang berada di sana. Setelah ketemu, baru dia mengeluarkan beberapa obat dari kotak P3K.

  "Jangan teriak," ucapnya datar saat menempelkan kapas kecil ke lutut Sania. Hey, sudah dibilang Sania bukan wanita menye seperti itu!

  Bukan dugaan Tama, Sania hanya diam saja. Bahkan Sania bungkam, hanya menatap wajah Tama begitu lekat. Tak ada ringisan sama sekali seperti orang terluka pada umumnya.

  "Gak sakit?" tanya Tama sambil membereskan obat-obatan yang tadi keluar dari kotak. Lutut Sania sudah ditutup oleh hansaplas dan kapas.

  Sania menggeleng lalu tersenyum kecut. Dia menunduk menatap lututnya itu.

  "Lo mirip Papa."

Tama menghentikan acara beres-beresnya, memasang pendengaran telinganya dengan tajam.

  "Tapi sayangnya ...."

Sania menengadah, dia tidak boleh seperti ini.

  "Udah kan? Gue mau ke kelas." Sania beranjak berdiri. Dia memakai tas yang diletakan tak jauh dari tempat ia berdiri.

  "Thanks, Tam. Pacar yang baik."

Setelah itu Sania pergi, keluar melalui pintu UKS. Tama sedikit menyunggingkan senyumnya.

  "Gue belum tau lo begitu banyak, Sa."

~_~

 
Tbc

nurlaa_ 💛

Naughty Girl (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang