"Semuanya berawal dari Papah gue yang ingin pisah."
"Mereka dapet hak asuh masing-masing, gue sama Papah, dan Selian sama Mamah. Dulu gue juga sama kayak lo, bahkan gue rasa waktu itu gue masih terlalu kecil buat tau itu. Tapi seiring berjalannya waktu, gue paham mereka mau apa."
"Mereka gak ada niatan nikah lagi, gue akui gue salut. Papah juga gak larang gue buat deket sama Mamah. Gue ke sini seminggu sekali. Jadi gue rasa, mending damai dari pada jadi brutal, Sa."
Sania diam-diam tersenyum. Bijak, Tama sangat bijak menurutnya.
"Sampe."
Tama menunjuk perkebunan teh di depannya. Mata Sania berbinar senang.
"Hua ... keren."
Sania melepas tautan tangannya dengan Tama, berlari menghampiri kebun teh yang terpapar sinar matahari.
"Tam, sini!"
Tama tersenyum kecil lalu ikut mendekat. Mereka berkeliling kebun, ikut memetik teh, dan mengejar kelinci yang entah punya siapa. Sampai waktu tengah hari dan mendung mulai tampak.
"Sa, pulang. Mau ujan."
Sania yang sibuk mengelus bulu kelinci tadi ikut mendongak. Gemuruh dan guntur mulai terdengar.
"Eh iya, yuk pulang."
"Lepas kelincinya, biarin sama alam."
Sania melepas kelincinya, melambai saat kelinci itu pergi.
"Udah mulai gerimis, ayo."
Tama menarik tangan Sania. Hujan menjadi rintik yang besar dan deras. Mereka meneduh di sebuah pondok kecil.
"Huh, gila." Sania mengusap bahunya. Bajunya basah semua.
"Pake." Tama melepas jaketnya, memberikan pada Sania.
"Lo baru sembuh, Tam."
Tama berdecak. Dia langsung memakaikan jaketnya.
"Gak boleh bantah suami."
"Lo belum jadi suami gue," sinis Sania. Tama mengacak pucak kepala Sania.
"Ujannya bakal lama."
"Hah? Terus?"
"Kita terobos aja."
Sania menggeleng tak setuju. "Gak mau."
"Ya terus lo mau kedinginan sampe malem di sini?"
"Ya gak mau juga."
"Ya udah terobos."
Sania mendengus menciptakan embun. Itu sangat dingin.
"Gue gak mau jalan."
Tama berjongkok di depan Sania. "Naik."
"Heh, modus ya lo!"
"Tch, naik Sania!"
Sania mengumpat dalam hati, Tama yang pemaksa. Huh!
Sania melingkarkan tangannya di leher Tama setelah mendapat posisi nyaman.
"Siap?"
"Ha–Uaaaa! Tama!"
Tama tertawa di antara larinya. Di bawah hujan deras, ia selalu suka momen itu dengan Selian. Posisi yang Sania tempati di punggung adalah tempat Selian sebelumnya.
Sania mendongak, merasakan rintikan hujan menerpa wajahnya. Bibirnya tersenyum kecil.
Cuman lo, Tam. Iya, cuman lo yang bisa bikin gue lupa segalannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Naughty Girl (Terbit)
Teen FictionTELAH TERBIT DI MOMENTOUS PUBLISHER. [Beberapa part dihapus demi kepentingan penerbitan] Sania Andromeda. "Ngintip ah...." Tama Agung Putra. "Sekali lagi lo berani ngintip, lo jadi pacar gue!" 13 November 2019:# 1 Bad Girl ...