29

83.5K 3.2K 67
                                    

   Pagi-pagi sekali Sania sudah bersiap di ruang tamu. Teman-temannya bilang akan berangkat sangat pagi agar tidak terjebak macet. Tentu saja dia dijemput, karena Tama tidak akan ikut.

  Sania menoleh saat mendengar suara sepatu bergesekan dengan lantai. Tama sudah berdiri di sana dengan baju santainya. Tapi tidak dengan wajahnya yang masih pucat itu.

  "Mau kemana?" tanya Sania bingung.

  "Anterin lo." Tama akan mengangkat tas besar Sania tapi langsung ditahan.

  "Gak perlu, gue udah mau dijemput kok."

  "Gak papa, gue anterin." Tama terus berniat mengambil tas itu.

  "Berat Tama."

  "Bawel, ayo cepet."

  Tama menggendong tas yang penuh peralatan camping itu di punggungnya, lalu menunggu Sania menerima tawaran gandengannya. Sania menurut saja, sulit melawan Tama.

  "Badan lo masih panas."

  "Hm." Tama hanya berdeham pelan.

  "Yakin gak papa?"

  "Gue gak lemah."

  Sania bersungut sendiri. Songongnya masih melekat di diri Tama.

   Mereka berjalan sampai depan apartemen. Cladi dan Popi sudah ada di lobi, sama-sama sudah siap dengan pakaian tebal mereka.

  "Hay, Sania!!" Cladi berteriak heboh, menyambut kedatangan Sania dengan pelukan hangat. "Lo jarang ngumpul bareng, ya! Pelit lo Tama!" sengit Cladi pada pria di belakang Sania. Tama hanya memasang wajah datarnya.

  "Jangan-jangan kalian sibuk nganu, adohhh!!!" Popi langsung mendapat geplakan kompak dari Cladi dan Sania. "Sakit, anying!"

  "Udah siap, 'kan?" tanya Cladi. Sania mengangguk mantap. "Tam, taro aja tasnya ntar Popi yang bawa."

  Tama menurut, dia meletakan tas itu. Cladi ikut membantu Popi membawa tas besar itu.

  "Yuk, keburu macet nanti," ajak Cladi.

  "Bentar."

  Sania mendekat pada Tama, menatap wajah Tama yang masih pucat.

  "Lo beneran gak papa?" tanya Sania kesekian kalinya.

  "Hm."

  Sania membuang napasnya, tetap saja dia cemas. Gadis itu semakin mendekatkan jarak dan sedikit berjinjit, kemudian.

  Cup

  Sania mengecup pipi Tama sekilas. Sampai Tama sedikit terkejut dengan perlakuan Sania. Tangan Sania mengusap pipi hangat Tama lembut.

  "Kalo ada apa-apa telpon gue," Sania kembali berpesan. Dia menjauhkan posisinya, berniat pergi. Tapi tarikan tangan Tama membuat wanita mungil itu terbawa ke dalam dekapannya. Sania bisa merasakan degub jantung Tama yang begitu cepat.

  "Hati-hati," bisik Tama. Pelukannya ia lepas berakhir dengan kecupan singkat di pucak kepala Sania.

  "Gue titip istri gue," pesan Tama. Cladi mengangguk pasti. Sedangkan Popi sudah menggigit tali tas karena baper dengan pasangan itu.

  "Bye." Sania melambaikan tangannya seraya ikut berjalan bersama teman-temannya keluar apartemen.

  Setelah ketiga wanita itu menjauh, Tama menyentuh pipinya dengan senyum tercetak di bibir pucatnya.

  "Second kiss from you, i like it."

   Tama memilih kembali ke apartemen. Demamnya belum sembuh sepenuhnya.

Naughty Girl (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang