"Sa?"
"Sania?"
"Sania Andromeda?"
"Hah?"
Gadis itu baru menoleh, padahal entah panggilan keberapa itu.
Tama yang sedang menyetir hanya menatap sekilas.
"Kenapa? Sakit?"
Sania gelagapan sendiri bingung menjawab apa.
"Nggak kok." Tangannya meremas seat belt gugup.
"Temenin gue makan."
"Hah?"
Tama tak menjawab, dia menacap gas menuju tempat yang ia tuju.
Mobil hitamnya berhenti di depan sebuah cafe. Dia langsung melepas seat belt miliknya, lalu keluar mobil. Dia membuka pintu samping pengemudi.
"Kok di sini? Gak pulang?" tanya Sania. Tama yang sibuk melepas seat belt milik Sania hanya berdehem.
"Tama!" kesal Sania karna tak kunjung dijawab.
Tama menggendong Sania terlebih dahulu, membawanya keluar mobil.
"Gue laper," jawabnya singkat.
Sania bersembunyi di balik punggung Tama saat memasuki pintu cafe. Dia tidak mau jadi pusat perhatian lagi.
Saat sudah merasa duduk, baru dia membuka mata. Dia langsung disuguhi pemandangan Tama yang serius membaca menu.
Sejak kapan dia ganteng?
"Sa?"
"Ha?"
Tama berdecak. "Itu aja dulu, mbak."
Waiters itu mengangguk lalu pergi. Kini Tama menatap Sania penuh intimidasi.
"Apa yang lo pikirin?"
Sania mengerjap bingung. "Gak- ekhem. Gak ada."
"Terus ngapain banyak bengong?"
Astaga, bengong saja di permasalahkan? Dasar Tama.
"Gue gak bengong, Tama."
"Tadi bengong."
Huh, di sini Tama selalu benar, bukan cewek selalu benar.
"Iya deh bengong, puas?" Sania meroling matanya kesal.
"Kenapa?"
Sania terdiam. Tidak mungkin dia memberi tau Tama 'kan?
Tama menarik rambut Sania sampai gadis itu terkejut lagi.
"Bengong lagi, hobi banget ya?"
"Gini ...." Sania menatap Tama ragu. "Lusa gue diajak main sama temen-temen, boleh?"
Tunggu, sejak kapan Sania berbakti pada orang? Kenapa sekarang akan main harus izin dulu? Bukakah mau balapan saja dia tak pernah izin?
"Dimana?"
"Di rumah Cladi."
Tama diam sebentar, lalu mengangguk pelan. Sania langsung memekik senang.
"Bener? Tapi ini nginep lho."
"Hm, gue ikut."
Sania melongo dibuatnya.
"Apaan! Ini area cewek!"
"Gak usah pergi kalo gitu."
"Tama!"
"Iya."
"Ish!"
Sania menekuk wajahnya kesal. Tama tak peduli, makanannya sudah datang. Dia memilih melahap makanannya.
"Gak diizinin gue mogok makan," ancam Sania.
"Biarin, hemat beras."
"Tama!"
"Diem, gue lagi makan."
Ok, Tama ngajak perang.
Sania benar-benar diam sampai Tama selesai makan. Tama tetap tak peduli. Dia berkata itu ya harus itu.
"Pulang." Tama beranjak berdiri. Dia jongkok di depan kursi Sania.
"Gue bisa sendiri."
"Naik, Sania."
Sania mendengkus. Menurut jika kau ingin tetap hidup. Itu prinsip hidup Sania yang baru.
~_~
"Ya gimana? Ini susah banget minta izinnya, Cla."
Sania frustasi sendiri di atas tempat tidur. Ponselnya masih menempel di telinga, menyambung menelpon temannya, Cladi.
"Lagian, tumben lo minta izin, biasanya lo lompat lewat balkon."
Sania menghela kasar. "Gini, kaki gue lagi luka. Kalo gue kabur lewat balkon besoknya kaki gue makin parah, bego."
"Pantesan minta dijemput di rumah, bukan di cafe biasa."
"Terus gimana? Gue mau ikut balaban, Cla."
Balapan? Ya, Sania berbohong tentang menginap di rumah temannya. Jika jujur, tamatlah riwayatnya di tangan Tama.
"Tenang aja, ntar gue yang minta izin ke Bu Cinta."
Mampus Sania, dia kan bukan meminta izin pada Mamahnya, tapi pada Macan Jantan.
"Eu ... gak usah. Gue nanti kabur diem-diem aja."
"Elah gak papa, sekalian gue ketemu Bu Cinta juga."
"Gak deh, serius."
"Ya udah deh, serah lo. Aneh banget dah."
Duh, hampir ketauan Sania.
"Ya udah, gue tutup. Ketemu lagi besok."
"Ya."
Sania meletakan ponselnya, menatap langit-langit kamarnya.
"Pokoknya, gue harus balapan nanti lusa."
Ya, mungpung Mamahnya ada di Eropa, dia bisa ikut balapan bersama Cladi. Dia yang menyetir. Sungguh, dia sangat antusias akan ini.
"Siapa tau gue ketemu Black."
Sania senyum-senyum sendiri, menbayangkan bagaimana pembalab keren itu.
"Andai Tama kayak Black."
Tak lama pintu diketuk.
"Masuk!"
Ya, Sania tau itu pasti Tama. Siapa lagi yang ada di rumah selain mereka berdua? Mbok sedang pulang kampung.
"Makan."
Tama meletakan nampan berisi sepaket nasi dan minum.
"Ini buatan lo?" tanya Sania seraya mengucir rambutnya.
"Hm, kenapa?"
"Gak pake racun, 'kan?"
"Itu sama aja bikin gue jadi duda sebelum nikah."
Sania menahan tawanya. "Garing."
Tama berjalan keluar kamar. "Abisin, gue mau ke rumah ambil baju."
"Nanti balik lagi kan?" teriak Sania.
"Nggak, biarin lo dimakan hantu!" teriak Tama seraya menutup pintu.
"Tama!"
"Calon suami idaman!"
"Najis!"
~_~
Dikit dulu ya! Bye bye, jangan lupa vote!
nurlaa_ ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Naughty Girl (Terbit)
Teen FictionTELAH TERBIT DI MOMENTOUS PUBLISHER. [Beberapa part dihapus demi kepentingan penerbitan] Sania Andromeda. "Ngintip ah...." Tama Agung Putra. "Sekali lagi lo berani ngintip, lo jadi pacar gue!" 13 November 2019:# 1 Bad Girl ...