Bab 8

99.1K 4.4K 100
                                    

   Tama terus mengelilingi seluruh penjuru sekolah. Dari pagi dia tidak melihat Sania. Salahnya juga tidak menjemput ke rumahnya. Sekarang dia sendiri yang frustasi.

   "Ck, gue kemana lagi ini?" Tama mengacak rambutnya frustasi. Dia duduk di salah satu kursi kantin.

  Matanya tak sengaja menangkap dua orang yang menyangkut Sania. Cladi dan Popi. Cepat-cepat Tama beranjak dari sana, menghampiri dua cewek yang asik bersenda gurau di salah satu meja kantin.

  "Ekhem."

  Popi dan Cladi menoleh kompak, dan kemudian wajahnya langsung pucat pasi.

  "Tam, kita gak nakal kok hari ini," ucap Popi melas.

  "Iya, jangan hukum kita ya."

  Tama kicep, apa sesering itu dia menghukum gadisnya serta teman-temannya.

  "Gue gak bawa hukuman," ucap Tama datar. Terlewat datar.

  Popi dan Cladi menghela lega.

  "Sania mana?"

  "Eh?" Cladi menatap Popi, bingung menjawab apa.

  "Gue tanya, Sania mana?" ulang Tama tak sabar.

  "Itu ...." Cladi menggantung ucapannya.

  "Ck, kemana?!" Kini Tama tersulut emosi juga.

  "Itu, dari pagi Sania minta pulang," jawab Cladi.

  "Sakit perut katanya, lo kayak gak tau cewek aja," celetuk Popi.

  Cladi menyenggol tangan Popi gemas. Itu hal memalukan bagi wanita jika para kaum pria tau. Astaga.

  "Ehe ... Tam, jangan hukum Sania ya, katanya dia lemes, jadi pulang," Cladi memohon lagi.

  Tama diam tak menjawab apapun, kemudian langsung berlari keluar kantin.

  "Harusnya tadi pagi gue jemput lo."

~_~

   Tama memarkirkan motornya tepat di depan rumah elegan milik orang tua Sania. Niatnya ia akan langsung pergi saat itu juga, tapi karna pangkatnya itu, dia tidak bisa karna harus membantu ini dan itu. Akhirnya dia ke rumah Sania saat pulang sekolah.

  Dia mengetuk pintu tiga kali, tak lama keluar wanita sedikit baya.

  "Eh, den Tama. Ayo masuk."

  Tama hanya tersenyum simpul. Kenapa pembantu itu bisa tau Tama? Karna dia yang mengirim pembantu itu untuk Sania.

  "Sania dimana, Mbok?"

  "Oh, ada di dalem kamar. Dari pagi belum keluar-keluar, den. Baru aja mbok mau telpon aden."

  Tama meletakan tasnya di sofa, melirik lantai dua tepat kamar Sania berada.

  "Tama kesana dulu, mbok."

"Silahkan, den."

  Tama sedikit berlari saat menaiki tangga. Sekarang, dia berdiri di depan kamar Sania. Dia mengetuk pelan.

  Sudah tiga kali ia mengetuk pintu, tapi tak ada sahutan satu pun. Tama memutuskan untuk membuka pintunya sendiri, tak dikunci.

  Pintu terbuka lebar, tapi Tama tak bisa melihat apapun. Keadaan kamar Sania gelap.

  Dia mencari-cari saklar, lalu menyalakan lampunya. Barulah sekarang dia bisa melihat Sania. Berada di atas tempat tidur, meringkuk memeluk lututnya sendiri.

Naughty Girl (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang