Bab 21

83.8K 3.7K 49
                                    

   Bolak balik antara meja Tama dan sofa. Gulir layar ponsel berkali-kali. Mainin AC. Itu saja yang Sania kerjakan. Dia bosan. Itu semua karna Tama. Cowok itu meninggalkan Sania di ruangannya karna harus ikut meeting.

Cerita sebelumnya ....

  "Posisi CEO masih kurang ngehidupin lo, Sa?"

  Sania masih melongo kaget. Berkedip saja rasanya ia engan. Tama Agung Putra CEO perusahaan? Mimpi apa Sania semalam?

   "Gimana?" ulang Tama.

  "Gu–gue ...."

  Tama tiba-tiba mengacak rambut Sania, kemudian menyelipkan rambutnya pada belakang telinga. Jempol tangannya bergerak mengelus pipi lembut Sania.

  "Merah nih."

  Sania menggigit bibirnya malu dan memalingkan wajahnya. Tapi Tama menarik dagu Sania agar menatapnya lagi.

  "Jangan digituin, gue gak tahan."

  "Mulai deh!" kesal Sania mendorong dada Tama agar menjauh. Tapi Tama malah menarik pinggang Sania, jadilah jarak mereka terputus.

  "Gue gak suka pipi lo disentuh cowok lain."

  Ada maksudnya? Tama tau kejadian di kantin?

  Tininit-tininit-tininit.

  Tama memejamkan matanya kesal. Telpon tak tau waktu! Segera ia melepaskan Sania, mendekat ke meja kerjanya.

  "Saya bilang jangan diterima!"

  Sania kaget bukan main mendengar bentakan Tama. Dia sampai meneguk ludah melihat wajah marahnya.

  "Saya segera turun."

  Tama menutup telponnya. Mengusap wajahnya sebentar.

  "Maaf, gue meeting dua jam di bawah. Lo tunggu di sini sampe gue balik," ucap Tama seraya membuka kemeja seragamnya. Sania awalnya kaget, ternyata Tama memakai baju tipis lagi. Tama berganti menjadi berkemeja hijau lumut, dengan dasi panjang warna hitam.

  Tama melewati Sania dengan masih merapihkan dasinya, tampak buru-buru.

  "Tama!" Sania cepat-cepat mendekat, tangannya merapihkan dasi Tama yang belum rapi. "Udah." Bahunya diusap pelan. "Tenang aja, gak usah buru-buru."

  Cowok itu terdiam, menatap Sania yang menurutnya berbeda. Tama menunduk lalu tersenyum kecil.

  "Tunggu gue."

  Tama lenyap saat pintu tertutup. Sania menghela napasnya.

  "Istri CEO? Apa kayak tadi rasanya?"

End ....

 
   Sekarang, kebosanan Sania membludak. Jika di luar ia bisa main, ini di ruangan. Mana hanya tembok, tak ada yang seru. Perutnya pun sudah berbunyi minta di isi.

  Sania tak sengaja menatap satu pintu. Pintu lain dari pintu keluar. Karna penasaran, dia beranjak mendekati pintu itu. Tak dikunci, bahagia sekali dia.

  Ternyata kamar. Layaknya kamar biasa. Sania hampir memekik senang saat melihat lemari kulkas. Sania langsung membukanya.

  "Sial!"

  Kosong. Lagi pula Sania tidak melihat bahwa stopkontaknya tidak tersambung. Saat akan menutupnya lagi, seperti melihat sebuah kotak dari kayu di samping kulkas. Karna insting laparnya, Sania membukanya.

Naughty Girl (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang