Bab 15

91.8K 3.9K 54
                                    

Tembus 50 vote 50 komen aku up chap selanjutnya dgn cepat :) hoho.



Mata indah Sania mengerjap risih. Dia mengangkat selimutnya, menutup seluruh tubuhnya. Dia baru tidur sejam yang lalu.

Tapi keadaan perutnya yang lapar membuatnya menyibak selimut dengan cepat. Dengan malas dia turun dari tempat tidur, berjalan ke arah dapur.

Kosong, dia harus memasak sendiri. Atau dia beli nasi uduk yang sering lewat saja? Itu lebih baik daripada nasi gosong.

Dia membuka pintu rumahnya, duduk di bemper rumah. Sesekali dia menguap karna masih mengantuk. Rambut abu-abunya beterbangan indah.

Jalanan sedikit ramai karna banyak yang lari pagi di hari minggu ini.

Nasii uuuuduk!

Sania terlonjak kaget. Suara khas Mbak Kori selalu membuat Sania terbangun.

"Mbak Kori!"

Gadis itu sedikit berlari menghampiri gerobak nasi uduk janda dua anak itu.

"Eh, si cantik Sania."

"Mau dong Mbak, Sa laper."

"Siap cantik, seperti biasa kan?"

"Biasa mbak!"

Mbak Kori mulai menyiapkan satu piring untuknya.

"Ibunya kemana, Sa?"

"Eu, ke Eropa Mbak."

"Aduh, jauh pisan. Neng Sa gak ikut?"

"Nggak, Sa mau sekolah di sini."

"Sendiri kalo gitu?"

Iya, Sania menempati rumah itu hanya dengan mamahnya memang diketahui Mbak Kori.

"Nggak juga, Sa sama tu-"

Sania memonyongkan mulutnya, hanpir saja ia keceplosan.

"Tu––tu apa?"

"Sama Tuhan, iya sama Tuhan Mbak."

Tama Tuhan? Cuih dah!

"Nih, satu piring. Neng kembaliin piringnya besok aja."

"Ye, makasih Mbak Kori."

"Sama-sama, Neng." Sania merongoh sakunya, mengambil selembar uang dua puluh ribu. "Kembaliannya sepuluh." Sania terkekeh pelan. Dia irit dalam duit.

"Si cantik, tetep aja hemat."

Mbak Kori memberikan kembaliannya.

"Mbak keliling lagi ya Neng."

"Sip Mbak."

Sania kembali memasuki rumahnya. Dia meletakan sepiring nasi itu di meja makan. Mengambil beberapa cemilan dari kulkas dan minuman segar. Dia menikmati sarapannya sendiri.

Di suapan terakhir, dia baru sadar. "Eh, Tama udah makan belum?"

Cepat-cepat Sania menyuapkan makanannya, lalu membereskan bekasnya. Dia akan memeriksa kamar Tama. Kamar mamahnya lebih tepatnya, tapi dia yang pakai.

"Tama?" Sania mengetuk beberapa kali. Tapi tak ada jawaban. Masuk ke kamar tunangan sendiri gak papa, 'kan?

Sania mengendikan bahunya, dia masuk saja. Pintu terbuka, Sania berdecak kesal. Ternyata Tama masih tertidur di balik selimutnya.

Sania mendekat, berkacak pinggang di sana.

"Duh! Lo kalo mau jadi suami gue harus rajin, Tama!" teriak Sania heboh. Sementara Tama tak peduli.

Naughty Girl (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang