25

86.6K 3.4K 14
                                    

   "Ya, saya bersedia."

  Sania masih mengingat suara Tama saat di gereja tadi. Dia mungkn masih bermimpi di atas kasur empuk, tapi tentu saja tidak. Sekarang dia sudah menjadi seorang istri. Istri sah Tama Agung Putra. Semoga iya tak menyesalinya kelak.

  Mobil putih Tama berhenti di sebuah basement apartemen. Mesin mobil langsung dimatikan. Seperti yang dikatakan Tama sebelum pergi, mereka akan tinggal di apartemen Tama. Sania tak kaget, itu hal biasa untuk seorang CEO perusahaan.

  "Sa?"

  Sania sedikit terkejut. Lama-lama dia jantungan jika terus melamunkan Tama dan dipanggil mendadak.

  "Ke–kenapa?"

  "Udah sampe."

  Sania menatap keluar mobil, benar, dia jauh sekali melamunnya sampai tak sadar sekitar. Tama keluar lebih dulu lalu membuka pintu bagian Sania. Cewek itu keluar mobil susah payah karna gaunnya.

  "Lo yang pilih baju ini ya?" tanya Sania saat berdiri tegak.

  "Kalo iya kenapa?" tanya Tama balik.

  "Pengen banget kayaknya liat gue pake rok ya?" sinis Sania. Tama tak menjawab, cowok itu menggandeng tangan Sania yang sekarang bernotaben istrinya itu.

  "Bisa gak sih izin dulu kalo mau gandeng gini?" kesal Sania.

  "Nggak." Singkat Tama.

  "Dih."

  Mereka memasuki lift menuju lantai lima.

  "Tadi gak ada yang kenal gue, 'kan?" tanya Sania.

  "Nggak, itu semua cuman klien penting gue."

  Kali ini Sania baru bisa bernapas lega. Mereka keluar lift saat sudah sampai, lagi mereka harus berjalan sampai kamar apartemen Tama.

  "Masih lama? Cape ini," gerutu Sania.

  "Bawel."

  Tama menghentikan langkahnya, lalu memasukan beberapa digit angka. Pintu apartemen dibuka lebar.

  "Lo inget-inget paswordnya," kata Tama lalu masuk lebih dulu.

  "Pasword? Tadi apa ya? Gue gak ngeh."

  Sania masuk, memperhatikan apartemen yang cukup luas itu. Bahkan ada balkonnya.

  "Ini milik Tama? Kok keren ya?"

  Sania berjalan ke arah pintu balkon, membukanya dengan semangat. 

  "Hua, keren."

  "Masih di situ?"

  Sania menoleh, Tama menyandar di pintu balkon dengan botol air di tangannya.

  "Gue mandi duluan."

  Tama berbalik kembali masuk. Sania mengikuti dari belakang, dia juga ingin melepas gaun panjang itu.

  Sania menyembulkan kepalanya dari pintu kamar yang sedikit terbuka, kebiasaanya saat mengintip. Kepalanya mengangguk singkat, menilai bagaimana kamar Tama. Bagus seleranya atau tidak.

  "Netral," gumam Sania seraya masuk. Ya, kamar Tama berwarna putih bersih.

  "Lo bisa pake baju yang ada di dalem lemari," ucap Tama sambil melepas jas dan dasinya. Sania terdiam sejenak, bukankah jika mereka sekamar, mereka akan sering melihat .... Sania menggeleng kuat, dasar otak kotor.

  "Kenapa lo?" tanya Tama. Sania mengerjap mencari alasan.

  "Ugh, ini ... pusing gue, iya pusing," jawab Sania memijat pelipisnya. Mampus kalo ketauan.

Naughty Girl (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang