Janji

40 4 0
                                    

Gadis itu menatap papan tulis yang tertera beberapa rumus dengan malas, ia mendengarkan gurunya yang sedang menjelaskan tetapi pikiran ia terbang melayang tak tahu kemana. Seolah berhadapan dengan masa depannya tetapi ia malah memikirkan hal yang tidak penting untuk dirinya.

Sakit bukan? Ketika jiwanya bersamamu tapi hatinya bersama orang lain. Tak biasanya Nia malas untuk belajar Kimia, biasanya dia yang paling semangat. Karena bagi seorang Nia belajar Kimia itu seperti Kita belajar tentang hukum Allah. Selalu ia kait-kaitkan dengan kehidupan yang telah Allah bungkus sedemikian rupa cantiknya.

Gadis itu hanya mengangguk-angguk ketika gurunya bertanya 'paham sampai sini?' padahal kenyataanya gadis itu tidak mengerti sama sekali.

Dina menatap Nia heran, tapi Dina tidak menggubrisnya sama sekali, Dina hanya pokus mencatat bagian-bagian yang ia anggap penting saja.

Bu Haffi memberikan latihan soal yang ia tulis di papan tulis.

"Ada yang bisa mengerjakan soal ini? Kalo bisa ibu tambah nilai kalian."

Hening, tak ada jawaban, para siswa hanya mengamati soal tersebut, sebagian ada yang menulis.

"Ada yang bisa gak?" Tanya guru itu lagi.
"Cukup berani kedepan aja."

Masih tak ada yang mau mengerjakan soal tersebut.

"Nia, ayolah maju. Biasanya Kan kamu maju buat ngerjain soal." Titah Dina.

Nia sama sekali tidak menggubris permintaan Dina. Gadis itu masih sibuk dengan drama tanda tanya besar yang ia buat sendiri dalam pikirannya. Kemana keluarga abyan pergi? Kenapa? Kenapa? dan kenapa?

"Niaaaa! Ish!." Dina menggebrak-gebrak bahu Nia, kontan membuat Nia tersadar.

"Hhh..iya, apa?" Nia malah bertanya, Dan sejak tadi gadis itu tidak sedikitpun mendengarkan gurunya apalagi sahabat di sampingnya.

"Lo kenapa sih? Lagi mikirin apa?"

Nia terbelak, "nggak." Gadis itu menggeleng pelan." dan malah balik bertanya "emang kenapa?"

Dina menghembuskan nafas kasar. "Ya ampun masih tanya juga, kamu gak lihat apa?" Dina menunjuk kearah papan tulis.  "itu Ada soal yang belum ada yang mau maju, mungkin Karena sulit. Nah aku nyuruh kamu buat ngerjain, kamu Kan biasanya suka banget sama kimia."

Nia menatap soal itu, dan ia malah cengengesan.

"Loh kok malah ketawa sih?"

Selang beberapa detik, bu Haffi berjalan mendekat kemudian menegur karena mereka berdua terdengar berisik.

"Ada apa? Kalian menertawakan saya?" Tanyanya tegas.

Sontak Nia Dan Dina terkejut, mereka saling menatap. Seisi kelas mendadak hening karena ketakutan.

Haffi adalah seorang guru yang terkenal tegas, dan dianggap guru killer oleh semua murid yang diajari olehnya.

"Nia!" Panggil Haffi dengan keras, Nia mendongkak. "I-iya bu?"

Jantung Nia berdebar dengan cepat. Ini bukan tentang dirinya yang sedang berhadapan dengan abyan, tapi Kali ini ia sedang berurusan dengan seorang guru yang harusnya dihormati, agar semua ilmu-ilmu yang diberikan berkah.

"Kamu tidak Ada sopan sama sekali!. Kenapa? Kamu tidak menyukai pelajaran saya? Daritadi saya perhatikan kamu melamun."

Nia menelan ludahnya, gadis itu tidak bisa berkata apapun seolah mulutnya terkunci. Karena memang dirinya yang salah.

"Dari tadi saya menyuruh kalian buat berani kedepan. Tapi tidak Ada sama sekali. Cukup berani saja sudah saya anggap kalian menghargai saya! Kita isi bareng, bisa atau tidak itu hal biasa. Apalagi teman kalian tertawa. Apa itu yang kalian anggap menghargai?!"

Cinta Yang Tak SeharusnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang