Chapter 22-I Love You Too

3.5K 223 49
                                    

Beberapa hari ini teman-teman Anthonio sibuk mengikuti ke manapun Dornan dan Safeea pergi.
Tidak ada yang mencurigakan sampai saat ini dan Anthonio sudah sangat tidak sabar untuk memecahkan kasus rumit ini.

Tok tok
Anthonio menoleh ke pintu kamarnya yang diketuk dari luar. Ia berjalan ke pintu untuk membukanya dan mendapati Krystal ada di depan kamarnya.
Anthonio tertawa kecil, membuat Krystal mengernyit heran.

"Apa yang kamu tertawakan?"
"Sejak kapan kamu mengetuk pintu dulu sebelum masuk ke kamarku, Nona Alexius?" Anthonio melipat kedua tangannya dan bersandar di bingkai pintu.

Krystal pernah memprotesnya saat ia bisa masuk ke kamar gadis itu kapanpun, dan Anthonio mengatakan Krystal juga boleh melakukan apa yang ia lakukan. Sejak saat itu, Krystal tak pernah lagi mengetuk pintu kamarnya. Jadi Anthonio heran ketika Krystal kembali mengetuk pintu saat datang ke kamarnya.

"Kau bersikap seperti tak ada sesuatu malam itu," Krystal juga ikut melipat tangannya. Mendelik ke arah Anthonio.
"Memangnya ada apa dengan 'malam itu'?" Anthonio menekankan ucapannya.

"Lihat, aku bisa saja menuntutmu saat itu." Krystal memutar bola matanya malas.
Anthonio malah terkekeh, "Apa aku perlu mempersilakan kau masuk juga dan kamu baru akan masuk?"

Krystal melempar tatapan sinisnya dan  sengaja menubruk bahu Anthonio dengan bahunya saat masuk ke kamar pria itu.
Anthonio tersenyum geli dengan kelakuan Krystal dan ikut masuk ke kamarnya. "Lagi pula aku tak melakukan hal lebih, 'kan? Kau bahkan tidur nyenyak di kamarku. Ck ck seharusnya kau trauma padaku setelah kejadian itu."

"Aku suntuk, mau mengajariku berenang? Ayah tidak di rumah, 'kan?" Krystal duduk di sofa sedangkan Anthonio bersandar di lemari.
"Aku harus pergi."
"Ke mana?"
"Bertemu temanku."
"Aku ikut."
"Tidak boleh."

Krystal memanyunkan bibirnya jengkel. "Tega."
"Aku juga akan ke makam ayahku."
"Aku ikut, carikan juga makam ibuku. Aku belum pernah ke sana "
"Apa? Kau pikir makam di sini hanya satu? Mana aku tahu di mana makam ibumu?"
"Tidak bisa?"
"Apa yang akan kudapatkan jika aku bisa menemukan makam ibumu?"

"Aku tidak punya uang sepeserpun. Tapi aku akan meminta ayah menaikkan gajimu. Bagaimana?"
Anthonio menggeleng.
"2x lipat?"

"Kau bahkan tak tahu berapa gajiku saat ini, Dien."
"Ah terserah, 5x lipat. Bagaimana? Ayah akan memberikannya. Ya?"
Anthonio tetap menggeleng.
"10x lipat."
"Kau ingin ayahmu bangkrut karena membayarku?"
"Atau kau juga bisa menjual kulkas dan televisi di kamarku."

"Kau benar-benar tidak bisa menghargai uang?"
"Memangnya ada apa dengan uang? Ayahku tak pernah mempermasalahkannya."
"Memangnya kamu pernah meminta uang pada ayahmu?"

Krystal mengusap tengkuknya lalu tersenyum lebar pada Anthonio, "Tidak, sih."
Anthonio berjalan menghampiri Krystal dan menunduk untuk mensejajarkan wajah mereka dengan masih melipat tangannya.

"Apa yang kau lihat?" tantang Krystal sinis.
Cups
Anthonio mengecup bibir Krystal sekilas. "Aku akan mencarikannya."
Krystal terkejut dan menutup mulutnya dengan kedua tangan. "Ya! Apa yang kau lakukan?"
"Apa?" Anthonio menarik kedua tangan Krystal dan kembali mengecup bibirnya. "Aku melakukan ini."
"Le-lepaskan."

Anthonio kembali mencium Krystal. Kali ini lebih lama.
Krystal membulatkan matanya karena terkejut.
Anthonio meraih tengkuk Krystal agar Krystal tak bisa menghindar.
Tak disangka, Krystal mulai nyaman dan ikut memejamkan matanya.

Satu tangan Anthonio yang masih menahan tangan Krystal, perlahan menyatukan jemari mereka.

Cukup lama mereka hanyut dalam suasana ini akhirnya Anthonio menyudahi aksinya.
Pria itu tersenyum menatap Krystal yang perlahan membuka matanya.
Krystal tampak malu dengan pipi yang merona.
"Percayakan semua padaku. Apapun yang kulakuan, itu demi kebaikanmu, Dien. Termasuk ketika aku menyakitimu."
"Ma-maksudmu?"

Anthonio mengusap bibir Krystal pelan, "Bukan apa-apa, ganti bajumu. Ayo ikut aku bertemu teman-temanku."
"Ke mana?"
"Ganti saja bajumu."
"Memangnya kenapa jika aku pakai baju ini?"

Anthonio berkacak pinggang di hadapan Krystal, "Warnanya terlalu pucat, seperti kulitmu. Itu sedikit membuatku tidak nyaman melihatnya."
"Bajuku seperti ini semua."

Anthonio mendengus pelan.
"Pakai jaketku, kita beli beberapa baju dulu. Dan buang baju-bajumu yang berwarna seperti mayat hidup itu."
"Kejam," gumam Krystal dan berjalan melewati Anthonio menuju lemari pria itu.
Anthonio berdiri di belakang Krystal. Memastikan jika Krystal memilih pakaian yang benar.

"Aku ingin pakai ini." Krystal mengambil sebuah kaos putih berlengan panjang.
Anthonio menggeleng frustrasi, "Bisakah kau memilih warna lain?"
"Aku suka warna ini."
"Dan tiba-tiba aku membenci warna ini. Tinggalkan pakaianmu yang pucat-pucat itu."

Krystal berbalik menatap Anthonio, "Aku tidak menyukainya."
"Kenapa?"
"Hanya tidak suka saja."
"Kenapa?"
"A-A..."
"Kenapa, Dien?"
"Kenapa kamu ingin tahu?"
"Aku tidak boleh tahu?"
"Menyebalkan."

Anthonio terkekeh melihat wajah jengkel Krystal. "Ambil warna biru."
Krystal membuka lemari Anthonio lebih lebar, "Kau suka warna biru?"
"Tidak juga, kamu sepertinya cocok dengan warna itu."
"Aku tidak mau. Pakai jaketmu yang hitam saja."
"Astaga, Krystal Dien! Bisakah kau tidak membantah?" Anthonio benar-benar dibuat kesal oleh Krystal. "Teman-temanku sudah menunggu."

"Aku tidak suka ya tidak suka "
"Kalau begitu tidak usah ikut."
"Ya!"
"Apa!?"
"Anthonio menyebalkan!"
"Apa? Kau baru saja menyebut namaku?"
"Tidak. Kapan? Kamu salah dengar," Krystal membalik tubuhnya dan berpura sibuk memilih baju Anthonio.

"Dien."
"Aku tidak dengar."
"Aku tahu jika itu bukan mimpi. Kenapa kamu tidak mengakuinya?" Anthonio menyela di antara Krystal dan lemari. Tak suka Krystal mengabaikannya.
"Mengakui apa?"

"Kau mencintaiku?"
"Tidak."
"Berani bersumpah?"
"Hanya menyebut namamu bukan berarti aku menyukaimu."
"Berarti memang kamu pernah menyebut namaku saat aku tidak sadar, 'kan?"
"Aku tidak bilang begitu."
"Baiklah, cobalah menyebut namaku. Aku akan tahu itu mimpi atau bukan."

Krystal menggigit bibir bawahnya gusar.
"Kenapa?" Anthonio melipat kedua tangannya meledek Krystal yang tampak tak bisa membalas ucapannya.
"A-Anthonio." Kemudian gadis itu menunduk.

Anthonio tersenyum senang dan mengusap puncak kepalanya. "Suaramu sangat merdu ketika menyebut namaku."
Krystal mendongak menatap Anthonio.
"Aku juga mencintaimu."
Mata Krystal terbelalak mendengar ucapan Anthonio.

Anthonio tertawa kecil. "Sudah kubilang, kau hanya perlu percaya padaku, Dien dan semua akan baik-baik saja."
"Boleh-kah aku bertanya?" tanya Krystal sedikit ragu.
"Tentu."

"Ba-bagaimana kamu bisa mencintaiku? Maksudku... aku tak secantik wanita yang biasa bersamamu dan juga mu-mungkin aku tidak normal seperti mereka."

Anthonio menangkup wajah Krystal "Memangnya kamu pernah lihat seberapa cantik wanita yang biasa bersamaku?"
Krystal menggeleng pelan. "Tapi teman-teman David juga sangat cantik. Kukira temanmu pasti banyak yang seperti itu."
Anthonio menganggukkan kepalanya. "Aku hanya tertarik padamu."
"Itu tidak masuk akal."

"Cantik bukanlah segalanya, Dien. Lalu apa kau mencintaiku karena aku tampan?"
"Kamu memang tampan, tapi bukan itu alasannya."
"Lalu?"
"Kamu orang yang baik."
"Hanya itu?"

"Aku tidak bisa menjelaskannya. Hanya saja aku seperti sulit melakukan apapun jika tanpa kamu. Aku senang jika bisa bertemu denganmu. Bahkan aku selalu merindukanmu walau kita sedang saling menatap. Ya, perasaan-perasaan aneh seperti itu. Aku tidak bisa menjelaskan yang lain."
"Jadi, cantik bukan alasanku untuk mencintai seorang wanita. Aku sangat menyukai kulit pucatmu bahkan saat kau menangis pun aku hanya melihat seseorang yang harus kucintai."

"Apa jika ayah tahu, ini tidak apa-apa?"

Anthonio tertegun. Krystal sampai berpikir ke sana. Itu berarti Krystal mengalami kemajuan pesat pada mental dan otaknya.
"Kau akan memberitahu ayahmu?"
Krystal menggeleng lagi. "Aku hanya sedikit takut."
"Untuk sekarang, lebih baik kita bersikap seperti biasanya saja. Aku juga tidak tahu apa yang akan terjadi jika ayahmu tahu aku mencintaimu, Dien."

Krystal mengangguk mengerti, "Kalau kamu bilang menyukai warna biru, aku akan memilih baju berwarna biru."
Anthonio menggeleng. "Aku menyukai merah."

UNTOUCHABLE GIRL (Pindah ke Kubaca dan Icannovel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang