Hug

7.1K 741 43
                                    

"Kamu mau berlibur, And?" Balint menawari anaknya kata-kata merdu itu setelah melihat wajah Andy yang tampak kusut dua hari belakangan ini.

Jo langsung pasang telinga tapi berpura-pura masih berkutat dengan pekerjaannya.

"Untuk apa, Pa?" jawab Andy malas.

"Coba bercerminlah dulu. Lihat seperti apa wajahmu saat ini."

Andy mendengkus. "Minggu ini pekerjaan sangat menguras tenaga. Kecelakaan kerja di tambang, dua luka parah. Belum lagi demo masyarakat sekitar akibat kepala proyek yang semena-mena sehingga merusak hutan lindung. Belum lagi hal lain itu."

Balint tersenyum pahit. Di satu sisi ia suka keseriusan Andy dalam bekerja, namun di sisi lain ia merasa iba pada anaknya yang merasa tertekan oleh keadaan. Padahal jika saja ia tahu gadis yang selalu jadi bahan lamunan Andy ada tepat di sampingnya. Ia melirik Jo yang beberapa kali mencuri pandang pada Andy.

"Dan Mama masih belum menganggapku serius meskipun aku sudah bekerja lebih keras daripada Titus."

Balint merapatkan bibir. Benar. Istrinya masih menganggap Andy tak lebih dari pengganti almarhum kakaknya tak peduli seberapa keras ia sudah berusaha. Ia menarik napas dan menghembuskannya perlahan.

"Makanya kupikir kau perlu pergi berlibur."

"Proyek renovasi resort tepi pantai yang baru kita akuisisi belum selesai, Pa."

"Aku bisa menyuruh yang lain menggantikanmu dengan pengawasanku langsung."

"Tidak usah, Pa. Terima kasih." Andy mengusap-usap sisi kepalanya untuk mengurangi pusing setelah hampir seharian berkutat dengan setumpuk data dan angka. "Tapi aku mau pulang duluan."

Balint tersenyum tipis. "Oke."

"Ayo, Jo."

Jo langsung berdiri setelah dengan cepat membereskan laptop dan setumpuk file di mejanya. "Permisi, Pak."

Balint mengangguk.

Andy bersandar pada dinding dengan lesu sambil menunggu lift terbuka.

"Mana semangatmu, Bos," ujar Jo sambil tersenyum lebar.

"Hilang. Apalagi kau tidak tersenyum selebar itu seharian ini."

"Hesh. Gombal."

Andy tertawa kecil.

Begitu mereka di dalam lift Jo langsung mengambil posisi menjauh. Ia selalu memberi jarak dirinya dengan Andy, kecuali jika si bos gila tiba-tiba mengandeng tangannya dengan spontan.

Tapi kali ini sungguh di luar dugaan Jo. Bukan sekedar menggandeng tangan, Andy tiba-tiba merengkuh dan memeluk Jo erat.

Sebelum sempat Jo protes dan mendorongnya, Andy berbisik di telinganya. "Pinjam satu pelukanmu, Jo. Sepertinya bisa meringankan beban pikiranku."

"Uh.... And..."

"Pssst.... Tolong diamlah sejenak." Andy meletakkan dagunya di bahu Jo dengan nyaman.

Tapi Jo yang merasa tidak nyaman. Detak jantungnya semakin sulit ia kontrol kecepatannya.

"Kau pakai baju lapis berapa? Atau ini rompi anti peluru? Rasanya tebal sekali....."

"And..... Hentikan tangan jailmu atau ada bagian tubuhmu yang kena tendang...."

Andy terkekeh dan menyurukkan kepala ke leher belakang Jo. Lalu ia melihat itu. Dua bintik coklat kecil serupa tahi lalat beberapa senti di bawah tengkuk Jo. Andy seperti kena sengat aliran listrik ringan. Mengejutkan tapi tidak menyakitkan. Ia membiarkan dirinya memeluk tubuh Jo beberapa saat lagi sebelum melepaskannya dengan ragu.

The Pretty Bodyguard and The Crazy BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang