Duty

5.4K 560 58
                                    

Andy mencari cara untuk menjaga jarak saat Paula mendekat, dan celakanya, itu hampir terjadi sepanjang waktu.

Sementara resort tempat Jo dan Andy menginap ditutup, mereka mengungsi ke gedung hotel utama.

Dan itu berarti penyamaran Andy akan terus karena Paula yang memuja Jo seperti bintang aksi idola. Mungkin setara Bruce Lee, kalau dia masih hidup. Atau Jason Statham, kalau saja dia punya rambut. Atau mungkin Jet Li, kalau saja dia berbokong montok.

Intinya Paula terus memepet Jo seperti teman lama, tempat dia menumpahkan uneg-unegnya. Dan di pihak Jo, dia ingin menumpahkan isi perutnya karena mual, bosan dengan rengekan Paula.

Tapi Jo langsung pasang antena tinggi saat Paula mulai bicara dengan nada berbisik yang super serius keesokan harinya.

"Mary, tolong aku sekali lagi. Aku rasa aku sudah tidak sanggup lagi," kata Paula sedih.

"Apa masalahnya? Hidupmu kelihatan sudah nyaman. Meskipun hmm jadi simpanan Bos mafia."

Paula menunduk sambil merapatkan bibir. Ia sepertinya sedang menimbang apakah harus lanjut bercerita atau tutup mulut kembali.

"Itu masalahnya," jawab Paula serak. Sebutir air mata yang jatuh cepat-cepat disekanya. "Aku memang simpanan Bos Mancini. Tapi agaknya nasibku akan berakhir sama dengan perempuan lain yang pernah jadi simpanannya. Ah, kupikir aku beda. Ternyata..."

"Maksudmu?" Jo mencondongkan tubuh perlahan untuk menutupi rasa penasarannya.

"Bos Mancini kelihatannya sudah mulai bosan padaku. Dan..." Paula kembali menyeka airmatanya yang jatuh. ".... Aku harus siap-siap dijual ke penawar tertinggi atau kepada rekan-rekannya yang berminat di tempat lain entah di mana..."

Mata Jo membulat karena kaget.

"Ya, Mary. Benar. Aku ini calon barang dagangan."

"Tapi itu berarti perdagangan manusia. Human trafficking."

Paula kali ini sudah banjir air mata. "Tolong aku, Mary. Kamu hebat dan kita sama-sama perempuan. Kamu pasti paham perasaanku."

Jo mengangguk. Ya, sangat paham. Ia pernah bertugas menyamar jadi korban perdagangan perempuan lintas negara. Ia tahu betapa tersiksanya para wanita itu yang disamakan nilainya dengan barang dagangan tak bernyawa. Dan Jo berhasil memporakporandakan markas pelelangan wanita di sebuah pelabuhan tertutup itu dibantu oleh rekan-rekannya.

Ia masih ingat betul bagaimana tatapan putus asa para wanita itu yang entah akan dijadikan apa, yang jelas bukan hal baik, dan bagaimana ekspresi horor si bandar saat dia menghajarnya habis-habisan sampai babak belur atau bahkan patah tulang rahang atau iga, dan bisa lebih parah jika rekan-rekannya tidak melerai.

"Mary?"

"Oh, eh. Ya. Aku akan bantu."

Mata Paula berbinar penuh harap. Tapi Andy yang duduk di meja yang lain merengut kesal. Ia bisa menangkap ada sesuatu yang tidak beres.

"Aku mengendus bau tidak enak," kata Andy yang mendekati Jo setelah Paula pergi.

"Rasanya aku sudah mandi," Jo bercanda sambil mengendusi lengan bajunya.

"Tidak lucu."

"Kenapa? Oh, kamu cemburu karena aku dekat dengan pacarmu," goda Jo yang berhasil membuat wajah Andy semakin tertekuk kesal.

"Kita pulang sore ini." Andy bangkit dari tempat duduknya tanpa senyum.

Andy diam seribu bahasa dalam perjalanan pulang. Jo yang pada awalnya masih melontarkan kalimat-kalimat lucu akhirnya ikut diam. Andy hanya menyaksikan dari mobil dengan jarak agak jauh ketika Jo bicara sesuatu yang serius dengan Ajay dan Rolf. Protesnya supaya Jo tidak menganggap serius apapun yang dikatakan Paula rupanya tak mendapat tanggapan. Jo masih saja bertelpon dengan wanita itu.

The Pretty Bodyguard and The Crazy BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang