Faint

3.9K 473 66
                                    

Jo masih asyik mendengarkan para wanita yang membicarakan Andy dengan segala puja-puji dan dibumbui gosip yang beredar yang ada kalanya benar juga.

"Kabarnya istri Tuan Andy itu bukan dari golongan mereka. Kau tahu, golongan jelata seperti kita ini," kata Betsy berapi-api.

"Benarkah? Wah, berarti kita ini juga ada kesempatan," ujar seorang wanita di samping Esther.

"Uh, berarti aku juga," sahut Jo yang langsung mendapat sambutan berupa lirikan meremehkan dari mereka.

"Sebaiknya kau perbaiki dulu kemampuanmu sebelum Tuan Andy benar-benar memecatmu," kata Esther sinis.

Wanita yang lain tertawa terkikik sambil memandang Jo yang pasang wajah bingung.

Yah, kalian tunggu saja sampai serigala makan kubis kalau mengharap Andy memecatku, Jo tertawa dalam hati. Ternyata seru juga penyamaran ini. Lumayan buat mengisi waktu.

"Hei, Jo. Bukan apa-apa, ya? Tapi kau sebaiknya jangan berharap terlalu tinggi. Saphira yang model cantik dan ternama saja ditolak Tuan Andy, apalagi dirimu."

Mereka tertawa berderai.

Jo tersenyum kecut. Ah, ya. Saphira. Apa kabarnya dengan Mayor Emilio? Minggu lalu Kika telpon dan memberi bocoran kalau papanya sering mengajaknya mengunjungi wanita itu. Ah, semoga kau cepat punya mama baru, Kika.

"Eh, dia senyum-senyum sendiri," seru Esther yang kembali disambut tawa para wanita.

Sial. Tapi biarlah. Aku nikmati saja, batin Jo.

=======================

Dua bulan kemudian ketika susunan petinggi Bayusaga Corp. sudah kembali lengkap, Jo masih menduduki posisinya. Sekretaris sang ayah mertua.

Andy yang sempat merajuk karena permintaannya untuk menarik Jo jadi sekretaris pribadinya ditolak mentah-mentah oleh ibunya, kini hanya bisa menerima dengan kesal hati. Bahkan Jo sendiri juga menolak.

"Ha. Bahkan istrimu sendiri menolak. Pasti kau berbuat aneh-aneh selama kami pergi," ujar Lidya Bayusaga.

"Ah, memangnya Mama dan Papa tidak pernah setelah sekian puluh tahun bersama di kantor?"

Wajah Jo merah padam karena malu. Ungkapan Andy sama saja menegaskan kecurigaan ibunya. "Eh, Ma, itu...."

"Tidak usah kau yang sibuk menjawab. Aku tahu betul itu pasti Andy yang memulai," ujar Lidya Bayusaga sambil menatap sengit anaknya.

Seperti biasa, Andy tidak terlalu memperdulikan kemarahan ibunya. Ia malah tertawa. "Pa?"

"Astaga anak ini. Kan kau tahu sendiri seperti apa Mamamu. Kami tidak pernah mencampuradukkan urusan pribadi dengan pekerjaan," ujar Balint. "Dasar otak mesum." Ia menjewer telinga Andy seperti saat dia kecil dulu.

"Ampun, Pa. Ampun. Tidak lagi!"

"Tentu tidak. Karena Jo tetap bersama timku."

======================

"And?"

"Hm?" Andy mengeratkan pelukannya pada Jo. Angin malam yang berhembus pelan menyibakkan helai-helai rambut Jo. Mereka berdiri di balkon sambil menikmati langit malam dan melepaskan penat setelah seharian berkutat dengan pekerjaan.

"Sudah hampir setahun."

"Ya, aku tahu. Kenapa? Kamu ingin apa untuk hadiah ulang tahun pernikahan kita?"

Jo tersenyum dan menyandarkan kepala ke bahu Andy. Sudah hampir setahun dan ketakutan Jo akan hal itu sama sekali tidak terwujud. Andy tidak berubah. Mereka mungkin ribut-ribut kecil akan banyak hal, tapi cinta Andy padanya sama sekali tak berubah.

The Pretty Bodyguard and The Crazy BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang