Two

4.5K 523 59
                                    

Jo mengerang pelan.

Rasa sakit di perut bagian kanan bawah masih tertinggal. Ditambah rasa sakit dalam hatinya.

Seminggu ia menghuni bagian perawat intensif dan baru dua hari yang lalu dipindahkan ke kamar inap dengan perawatan dan pengawasan ketat. Geraknya dibatasi, dan itulah yang membuatnya gelisah. Ia yang biasa bergerak aktif harus tinggal diam di atas kasur rumah sakit.

Acara di berbagai saluran televisi ia ganti dengan cepat karena bosan. Setumpuk majalah dan buku yang dibawa oleh Andy dan Mayor Emilio juga tidak terlalu menarik perhatiannya.

Andy dan sang Mayor, keluh Jo. Oh.

Mereka rutin datang menjenguknya dan tampak akrab.

Huh... keluh Jo lagi. Sungguh aneh. Harusnya mereka bermusuhan atau paling tidak saling sikut. Bukan kompak membuatnya bingung. Ooh...

"Selamat pagi, Nona Syandana," sapa dokter Shota yang didampingi dua perawat yang dengan sigap membantu sang dokter melakukan pemeriksaan rutin. "Anda semakin membaik."

"Tapi bagaimana dengan lukaku, Dok. Positif?"

Dokter Shota menghentikan pemeriksaannya sejenak dan menatap Jo serius. "Ya. Maaf. Ovarium kanan Anda rusak terkena peluru dan harus diangkat."

Jo menghela napas.

"Tapi kemungkinan Anda untuk bisa punya anak masih besar walaupun hanya dengan satu ovarium."

Jo berusaha tersenyum. Berat. Ia sadar ini adalah resiko pekerjaannya yang selalu menentang bahaya. Saat masuk akademi dulu ia sudah membuang jauh-jauh harapan akan sebuah keluarga yang normal. Hidupnya tidak akan senormal wanita lain sekali ia masuk ke dunia ini. Ia dulu sangat sadar akan hal itu.

Tapi kehadiran Andy kembali membangkitkan sisi wanitanya yang lain, meskipun ia juga sadar itu hanya sebatas kenangan lama. Dilema yang yang kini kembali melandanya.

Satu ovarium rusak dan satu lagi entah bagaimana kondisinya karena seringnya ia bergulat dengan bahaya.

Bangun, Jo. Kau sudah memilih dan saat ini jelas waktu terbaik untuk kembali fokus pada pekerjaan. Tapi perasaan ini....

"Kakak Jo...."

"Hei, Kika...." sapa Jo ceria pada gadis kecil itu.

Kika menyodorkan seikat buket bunga yang berbau harum dan segar. "Kak Jo kapan sehatnya? Kika kangen. Papa juga."

Mayor Emilio yang mengikuti tersenyum.

"Kak Andy juga."

Senyum sang Mayor jadi agak getir.

"Sebentar lagi, Kika. Doakan supaya cepat sembuh, ya?"

Kika mengangguk. "Kalau sudah sembuh, apa Kakak Jo akan menikah dengan Papa?"

Jo tersenyum kikuk sambil melirik sang Mayor yang juga tampak bingung.

"Dengan Kak Andy juga?"

Hah? Jo melotot kaget.

"Kak Andy bilang dia juga sayang sama Kakak Jo." Kika tertawa. "Boleh punya papa dua sekaligus ya, Pa?"

Mayor Emilio mengernyit panik. "Eh, mana boleh punya papa dua. Kan Kika sudah punya papa. Kurang mama satu saja."

"Tapi Kak Andy baik, kok. Kika suka Kak Andy."

"Eh, lihat. Ada film animasi bagus," sela Jo untuk mengalihkan bahan pembicaraan Kika yang lugu tapi aneh di telinganya. Dan tentu sang Papa yang mau tak mau jadi merasa tersaingi oleh perhatian anak tunggalnya pada rivalnya.

The Pretty Bodyguard and The Crazy BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang