Mamamia

8K 535 96
                                    

Suasana hening mencekam melingkupi sedan hitam berlogo eksklusif itu. Balint yang kali ini duduk di samping sopir berkali-kali menengok ke belakang melihat keadaan menantunya yang masih tak sadarkan diri.

Andy yang pada awalnya berisik, saat ini hanya diam dengan wajah pucat ketakutan. Pikirannya hampir sama dengan sang ayah, bercabang dua. Mengira-ngira kondisi ibunya, karena dari tadi telepon tak diangkat dan informasi dari rumah sakit juga tak memuaskan. Dan satu lagi jelas memikirkan kondisi Jo.

Andy menduga luka lama Jo kembali meradang dan ia sangat khawatir. Ia mengelus lembut kepala Jo yang ada di pangkuannya. Sekretaris ayahnya sudah memanggil ambulans tapi entah karena terjebak macet atau hal apa, tak juga muncul saat mereka sampai di lantai bawah.

"Kau urus, Jo. Papa cari Mama dulu," perintah Balint segera setelah mereka sampai di rumah sakit.

Andy mengangguk dan mengikuti Jo yang dibawa ke ruang IGD.

====================

Seorang perawat mengantarkan Balint ke salah satu kamar inap VVIP. Laki-laki itu berjalan dengan cemas walaupun kabar dari dokter mengatakan bahwa Lidya hanya cedera ringan setelah mobilnya keluar jalur dan menghantam pembatas jalan akibat salah satu ban meletus.

Ia membuka pintu dengan cepat dan menemukan istrinya duduk di atas ranjang dengan goresan-goresan luka di wajah dan tangan.

"Sayang..."

"Jangan khawatir. Hanya luka kecil dan sedikit terkilir di lengan kiri," ujar Lidya sambil menyambut pelukan Balint.

Setelah beberapa saat, Lidya mengarahkan pandangan ke belakang suaminya. "Anak-anak ke mana?"

Balint menyeret kursi ke samping ranjang istrinya. Ia menatap mata wanita itu yang ia rasakan semakin melembut akhir-akhir ini. Anak-anak. Meskipun ia belum bisa beramah tamah di depan Jo, tapi ungkapan itu sudah berarti banyak.

"Andy dan Jo mana?" ulang Lidya yang mulai cemas.

"Jo mendadak jatuh pingsan tadi."

Lidya terkejut tapi seperti biasa ia berusaha menyembunyikan keterkejutannya itu. "Ada apa? Bukankah dia sekuat badak Afrika?"

Balint tersenyum pahit. "Belum tahu. Tiba-tiba saja. Andy membawanya ke IGD."

"Hm. Sesaat sebelum kecelakaan aku sempat merasa aneh."

"Aneh? Bagaimana?"

"Entahlah. Tiba-tiba saja perutku mual dan mataku berkunang-kunang. Rasanya seperti saat hamil muda."

Balint terbelalak. "Tapi bukankah..."

Lidya tertawa. "Hush, jangan kaget seperti itu. Jangan mentang-mentang kita baru pulang travelling lalu... haha. Tidak, Sayang. Hanya tidak enak badan."

"Kamu makan sesuatu yang aneh di luar kota?"

"Rasanya tidak. Ah, sudahlah. Toh sudah tidak sakit lagi."

"Kamu yakin?"

Lidya mengangguk. Namun beberapa saat kemudian, di tengah percakapan, ia kembali merasakan rasa aneh itu. Mual.

"Ada apa?" tanya Balint curiga melihat ekspresi kesakitan istrinya.

"Bantu aku ke kamar mandi." Lidya merasa rasa mualnya semakin menjadi-jadi.

"Kamu yakin diagnosamu bagus? Tidak gegar otak atau sejenisnya kan?"

Lidya menggeleng dan mulai muntah tanpa mengeluarkan apapun. Ia hanya meludah yang berasa pahit.

The Pretty Bodyguard and The Crazy BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang