Jalan Bareng (2)

988 65 7
                                    

Ferdo menganggukkan kepalanya berkali kali mendengar apa yang di ucapkan Aldrick bahwa itu adalah handphone Reya, tunggu! Reya?. "Lo jadian sama dia?" tanya Ferdo terkejut.

"Belum"

"Bel-, ko bisa ada di elo?"

"Ngrampas di aula" ujarnya santai.

Setelah itu tangan Aldrick kembali bergerak di atas layar handphone tersebut, cowok itu membuka salah satu media sosial milik Reya yaitu WhatsApp. Setelah masuk ke aplikasi yang tak bersandi tersebut, Aldrick memilih untuk scroll chat Reya, ada beberapa group disana tetapi yang membuat mood Aldrick menjadi jelek adalah obrolan pesan teratas adalah obrolan antara Reya dengan mantannya. Tanpa keluar dari room chat Aldrick langsung mematikan Handphone Reya dan mengembalikannya di saku seragam.

Pelajaran terakhir begitu saja cepat berlalu, dengan gerakan yang gesit Reya memasukkan buku-buku nya secara acak ke dalam tas agar ia bisa menghindari Aldrick yang mengajaknya pergi.

"Ver, gue duluan" katanya dan pergi melangkah meninggalkan kelas.

Vera menoleh, menatap Reya yang sudah berjalan cepat meninggalkan kelas. Cewek PMR tersebut mengernyitkan dahi bingung, tidak biasanya Reya pulang dengan cepat seperti itu karena setiap hari Reya akan memilih untuk pulang saat sekolah sudah sepi.

"tumben tu anak cepet" ujar Elsa.

"gak tau" jawab Vera dan melanjutkan untuk membaca dunia orange di temani wifi kelas yang sangat ia dambakan.

Reya berjalan menuruni tangga dengan cepat, kesialan baginya karena kelasnya berada di lantai dua dan itu cukup menyusahkan dirinya jika ingin turun dengan cepat. Tiba di pertengahan tangga, kakinya mendadak langsung terhenti dan menatap ke depan dengan mata melotot. Seseorang yang berada di sana menoleh ke arahnya dan sedikit tersenyum, dia, Aldrick, cowok itu sudah berada di sana dengan satu kaki yang ia tempelkan pada dinding dan tangan bersedekap dada. Reya menggaruk tengkuknya sambil berjalan malas ke arah Aldrick.

"Mau kabur?"

"Sok tau," banget balas Reya dengan memutar bola matanya malas dan berjalan mendahului Aldrick.

Aldrick tersenyum simpul dan berjalan menyusul langkah reya yang sudah berada di depannya.

Aldrick melangkah cepat menyusul Reya, baru saja Dia tinggal untuk berbicara dengan Pak Handi cewek itu sudah hilang dari pandangannya. Sampai di parkiran siswa, Aldrick berhenti sejenak sambil melihat ke arah motor nya, disana sudah terdapat cewek dengan pandangan bosan menangkring di atas motor merahnya. Aldrick menghampiri cewek itu membuat cewek tersebut mendongak ke arahnya.

Tangan Reya terulur mengadah ke arah Aldrick dengan tatapan datar. Aldrick mengernyit bingung dengan maksud Reya, ia menaikkan satu alisnya lalu mengambil helm.

"Hp gue,"

"gak" kata Aldrick.

"Al, mana handpone gue, " ujar Reya kesal sambil menuruni motor yang super tinggi itu.

"kalo mau, ikut gue,"

"gue gak mau!"

"yaudah," balas Aldrick menaikki motornya. "Gak gue balikkin."

Reya menggeram kesal, "oke, gue ikut."

Mendengar jawaban Reya, Aldrick tersenyum simpul. Ia menyerahkan helm yang ia ambil di motor Angga untuk di pakai oleh Reya. Reya menerimanya.

"mau gue pakein?" tawar Aldrick.

"gausah!" bentaknya.

Aldrick kembali tersenyum simpul lagi, kepalanya menoleh menatap bagian motornya yang masih kosong, bermaksud untuk menyuruh cewek tersebut naik dan segeran pergi untuk membeli perlengkapan. Adegan tersebut layaknya drama yang sedang booming di kalangan remaja, banyak siswa ataupun siswi yang menonton adegan langka seperti itu. Banyak yang berkomentar, ada yang iri, bahkan sampai membandingkan dirinya dengan Reya, merasa jika dirinyalah yang paling sempurna.

Alphabet (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang