Vivi membuka pintu rumah Kevin setelah mendengar suara bel rumah itu. Ia menyodorkan uang yang telah disiapkannya kepada ojek yang membawa makanan pesanannya.
"Ini, Pak, uangnya. Makasih ya, Pak." Ucap Vivi ramah.
"Sama-sama, Mbak."
Pintu tertutup.
Vivi bergegas ke dapur untuk menyiapkan makanan itu di mangkuk. Bukan untuknya, melainkan untuk pacar unyu-unyunya yang sedang sakit.
"Semoga Pak Kevin cepat sembuh, amin." Gumamnya saat berdiri di depan pintu kamar Kevin.
Kreett
Bunyi decitan pintu membuat Kevin sedikit terganggu. Bisa Vivi lihat dari bagaimana pria itu sedikit mengubah posisi tidurnya.
Tapi Kevin memang harus terjaga. Setidaknya, sebentar saja.
"Pak, bangun. Makan dulu, habis itu minum obat." Vivi meletakkan nampan di nakas samping ranjang itu.
"Kevin, Kevin." Panggilnya sembari menepuk-nepuk pelan pipi Kevin. Bukannya bangun, Kevin malah menarik Vivi sehingga cewek itu jatuh di atas badan Kevin.
"Eh, kok malah meluk gue gini? Woi, bangun!"
"Hm..." gumam Kevin tidak jelas. Tangannya masih melingkar tanpa merasa bersalah memeluk tubuh Vivi.
Muncul niat Vivi untuk mencubit Kevin agar bangun tetapi mengingat kondisi laki-laki itu yang lemah, ia mengurungkan niatnya.
"PAK KEVIN!" teriak Vivi yang akhirnya membuat Kevin membuka matanya.
Kevin mengerjap sebentar lalu menatap Vivi yang berada di atasnya. "Kenapa berteriak?"
Sedetik kemudian, kedua mata menawan itu terbelalak. Segera Kevin melepas kontak fisik mereka. Sial, dia tidak sadar telah memeluk muridnya.
Canggung.
Vivi berdiri dengan gelagapan. "Lo sih, main peluk-peluk orang aja. Gak tau apa jantung gue jadi gak normal gini?" Berpura-pura kesal untuk menutupi rasa gugupnya.
Kevin tersenyum kaku, "Maaf, saya nggak tahu itu kamu. Saya pikir guling."
Vivi mendudukkan dirinya di pinggir ranjang itu. Masih sedikit canggung. "Terserah. Nih, buburnya dimakan." Tangannya menunjuk sebuah mangkuk berisi bubur di atas nakas.
"Kamu yang masak?" Tanya Kevin.
"Gue nggak bisa masak, plis, nggak usah ngejek. Tadi gue pesen. Udah cepetan makan, jangan banyak tanya."
"Kamu suapin, ya?"
Vivi bergidik ngeri menatap Kevin. "Kalo gue nggak mau?"
"Nanti saya makin sakit, nangis lagi kamunya."
Vivi menghela napas pasrah lalu menatap sinis Kevin. Sinis-sinis begitu tidak mematahkan fakta kalau jantung Vivi berdisko ria.
"Ya-yaudah gue suapin, yang penting lo cepat sembuh."
***
Jam dinding di kamar Kevin menunjukkan pukul 23.00. Ah, masih pukul sebelas, pikir Vivi. Biasanya di rumah, dia tidur lebih lama dari waktu ini. Misalnya jam dua belas, ataupun jam satu.
Jika Vivi pikir lagi, ini bukan rumahnya. Melainkan rumah Kevin.
Astralalanagalala!
Vivi lupa memberi kabar ke orangtuanya ataupun kakaknya!
Tidak lama menunggu Vero untuk mengangkat panggilan karena ponsel pria itu selalu berada kurang dari 30 cm dari tubuhnya ketika tidur.
"Apaan, Dek? Aku ngantuk! Ngapain nelpon malem-malem gini sih? Kurang kerjaan banget." Vivi diserbu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate You, Teacher!
RomantizmCerita klasik tentang 'bad girl' yang membenci 'handsome teacher' *** "Muka pas-pasan aja belagu. Sok pinter lagi. Dasar tua!" -Vivi "Dasar murid ga sopan. Ngomong sama guru kayak ngomong sama orang gila." -Kevin