[II] Bloody Sacred Vase : Ch. 6

890 158 6
                                    

Khun mengeratkan pelukan pada kedua lengannya. Tubuhnya sedikit menggigil merasakan udara dingin yang berhasil menembus mantel tebal berwarna biru miliknya. Dililitkannya ulang syalnya dileher agar sedikit mengurangi rasa dingin. Bahkan untuk berjalan saja terasa berat baginya.

Di depan, anggota timnya juga merasakan yang sama. Hanya Bam dan Eileen yang terlihat baik-baik saja. Ini seperti tak ada apa-apanya bagi mereka.

"Aneh sekali. Seorang pengguna Es tapi tak tahan udara dingin. Seperti seorang pecundang saja."

Celetukan dari gadis disebelahnya tentu saja membuat Khun kesal. Tapi ia tak bisa membalas apa-apa karena yang diucapkan Eileen memang benar adanya.

"Kau sendiri bagaimana bisa tahan dengan suhu sedingin ini?"

Daerah tempat mereka berada sekarang memang dikenal dengan suhunya yang sangat dingin. Padahal tak ada salju ataupun es disana. Pada waktu-waktu tertentu, suhu yang terlalu dingin itu bahkan bisa membunuh mereka. Penduduk setempat pun mengakui sangat susah bertahan hidup di sini, tetapi mereka juga enggan berpindah ke tempat lain.

Tim mereka datang ke tempat seperti ini bukan tanpa alasan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan wadah bunga menara. Tepatnya kemungkinan di sebuah gua yang ada di daerah ini. Ini adalah gua terakhir yang berada di lantai 52. Jika tak ada di sini, mereka harus mencarinya di lantai berikutnya lagi. Menghabiskan sangat banyak waktu sampai mereka bisa berada di sini.

"Mungkin karena aku seorang wave controller."

Khun menautkan alisnya menunggu penjelasan lebih lanjut dari gadis itu.

"Pada dasarnya seorang wave controller adalah pengendali gelombang yang mampu mengendalikan shinsoo di menara. Udara dingin di sini juga merupakan aliran shinsoo. Aku hanya tinggal mengubah suhu shinsoo disekitarku. Ini sebenarnya adalah teknik yang sederhana namun cukup sulit di praktikkan. Bahkan ranker sekalipun lebih memilih menguatkan tubuh mereka agar dapat bertahan di udara dingin daripada mengubah suhu dari aliran shinsoo itu sendiri. Tapi untuk Bam, sepertinya dia punya nalurinya sendiri untuk menangani masalah ini."

"Jadi apa kau juga bisa ngubah suhu shinsoo disekitarku?" tanya Khun putus asa.

Eileen terkekeh, "Maaf aku tak semampu itu. Mungkin aku bisa melakukannya sebentar saja namun tak bisa mempertahankannya. Kalo kau berdiri di dekatku mungkin kau bisa sedikit merasakannya."

Khun lalu mengikis jarak di antara keduanya membuat lengan mereka saling bersentuhan. Hanya dibatasi oleh pakaian yang mereka kenakan.

"Tubuh bagian kanan ku terasa hangat, tapi yang kiri masih terasa dingin," pikirnya.

"Tapi maaf, Khun. Aku tak suka berdekatan dengan orang mesum," Eileen menyenggol tubuh Khun membuat lelaki itu hampir terjatuh.

"Hei, kau!!"

"Hahaha maaf, akan kucarikan cara lain," ucap gadis itu sambil merogoh pocketnya. "Kemarikan tangan mu."

Khun bingung tapi tetap menjulurkan kedua tangannya kepada Eileen. Ia melihat gadis itu memegang sepasang sarung tangan berwarna Navy.

"Semoga ini bisa sedikit membantu. Ini item langka, jadi jangan kau hilangkan." ucapnya setelah memasangkan sarung tangan itu pada Khun.

"Ini hangat," ucap Khun.

Eileen tersenyum kecil melihat Khun yang merasa lebih nyaman. Tadinya lelaki itu terlihat lemas, tapi sepertinya akan segera baik-baik saja.

"Sepertinya kita sudah sampai," ucap Bam.

Pandangan mata mereka kini tertuju pada mulut goa yang berukuran cukup besar. Tak ada setitik pun cahaya dari dalam sana. Kata penduduk sekitar, gua ini sangat jarang dimasuki oleh orang-orang. Banyak dari mereka juga tak bisa kembali setelah memasukinya.

"Ayo kita masuk," Khun menggiring lighthouse nya sebagai penerang. Disebelahnya, Hockney yang seorang Scout berusaha mengamati keadaan di tempat mereka.

"Tempat ini cukup berbahaya," ucap Hockney.

Khun mengangguk setuju, "Lighthouse ku pun tak bisa mendapatkan informasi struktur gua ini dengan baik. Lebih baik kita tidak berpencar."

Walaupun was-was, Khun merasa tempat ini lebih nyaman dari di luar sana. Ia tak lagi merasa kedinginan. Sekarang ia bisa fokus mencari dimana kira-kira wadah bunga menara itu berada.

"Jalannya bercabang, kita pergi ke arah mana?" tanya Boro.

"Pilih saja sembarang. Sini biar aku yang menentukan. Apapun yang aku pilih pasti berhasil," bual Rak.

"Kau diam saja sana!" Khun mendorong tubuh Rak membuat buaya itu berguling ke belakang.

"Bagaimana kalau aku cek dulu? Aku seorang Scout, hal ini cukup mudah bagiku," tawar Hockney.

Khun menunjukkan gestur mengusap dagu, "Sepertinya harus begitu. Andai saja ada Hwaryun, pasti kita tak perlu repot memilih jalan."

"Nona Eileen, kau mau kemana?" tanya Bam melihat Eileen yang entah sejak kapan sudah berada di jalan sebelah kanan.

"Kita pilih yang ini saja."

"Hei, kita perlu mengeceknya dulu. Bisa jadi ada jebakan di depan sana," ucap Khun.

Eileen memejamkan matanya, "Aku bisa merasakan aliran shinsoo yang segar mengalir di sini. Di jalan satunya aku tidak merasakan apa-apa, jadi kemungkinan itu jalan buntu."

Bam lalu berdiri sejajar dengan Eileen, "Ah, benar. Aku bisa merasakan aliran shinsoo. Sepertinya memang ini jalan yang benar."

"Baiklah kita lewat sini," ucap Khun akhirnya sependapat. "Endorsi tolong ingat koordinat tempat ini. Kalau ada keadaan yang berbahaya kita bisa teleportasi kesini."

"Yaa, tanpa kau bilang pun aku mengerti," ucap sang putri lalu berjalan mendahului mereka.

Mereka terus melakukan cara yang sama tiap kali bertemu jalan yang bercabang. Sampai saat ini tidak ada keanehan atau tanda-tanda kalau mereka hanya berputar di tempat itu. Artinya mereka mungkin memilih jalan yang benar.

Sudah sejam lebih mereka berjalan menyusuri gua ini tapi masih belum melihat ujungnya. Mereka juga tidak menjumpai makhluk-makhluk berbahaya. Paling hanya serangga kecil saja yang merayap di dinding gua.

"Aliran shinsoonya terasa semakin kuat. Aku rasa sebentar lagi kita sampai," ucap Eileen.

Mereka hanya perlu berjalan sebentar lalu tak lama di hadapkan pada sebuah ruangan yang begitu luas. Saat melangkah ke sana tiba-tiba obor di sekeliling ruangan itu menyala. Mereka tercengang sejenak. Pandangan mereka kini menjelajah ke sekeliling ruangan itu dimana terdapat relief kuno yang begitu besar.

"Ini menakjubkan," ucap Sachi terkagum.

"Aku merasa tak asing dengan ukiran ini. Aku merasa pernah melihatnya di suatu tempat," Bam berusaha mengingat-ngingat tapi tak ada satupun potongan memori yang muncul di pikirannya.

"Huruf-huruf itu, aku tak mengerti. Sepertinya kemampuan pocketku tidak mampu menerjemahkannya," ujar Khun lalu bertanya pada Bam. "Apa kau mengerti Bam?"

"Tidak. Aku juga tidak bisa menerjemahkannya Tuan Khun."

"Ah, kalau pocket rank A saja tidak bisa menerjemahkannya sepertinya tulisan itu terlalu kuno," ucap Khun.

Setelah cukup lama memperhatikan dinding gua, pandangan mereka kini jauh ke sebuah altar yang berada di tengah ruangan itu. Di atasnya terdapat sebuah kotak kaca yang berisikan benda berwarna merah.

"Sepertinya itu yang kita cari."

- TO BE CONTINUED -

[Tower of God Fanfic] : Tower FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang