[II] Bloody Sacred Vase : Ch. 8

806 161 11
                                    

Khun mengamati layar di hadapan nya dengan seksama. Layar tersebut menampilkan struktur hutan dengan beberapa titik yang telah ia tandai. Saat ini lelaki itu tengah berada di dalam lighthouse-nya mengumpulkan data-data yang ia terima dari Scout tim mereka.

"Aneh, aku tak bisa mendeteksi check poin terakhir padahal kami sudah menyisir seluruh area hutan ini."

Khun kembali memainkan jarinya di atas keyboard namun masih tak mendapatkan informasi apapun. Ia memutuskan keluar dari lighthouse dan menemui teman-temannya.

"Tidak ada dimanapun," ucapnya.

Boro mengusap wajahnya gusar, "Bagaimana bisa. Pengawas jelas-jelas bilang setelah melewati tujuh check poin kita bisa lulus. Tapi dimana yang terakhir?"

"Kalau kita kalah cepat dengan tim lawan, bisa-bisa kita gagal," ucap Sachi.

"Apa tim lawan menghancurkan check poin kita? Dasar kura-kura rendahan licik!" ucap Rak berapi-api.

"Tidak. Firasat ku yakin kalau tim lawan juga belum menemukan check poin terakhir," ucap Khun menganalisa. Kalau check poin tim lawan mudah ditemukan harusnya timnya sudah kalah dari tadi. Ujian ini sangat sederhana namun tidak semudah yang dibayangkan.

"Tunggu. Bagaimana kalau ternyata check poin terakhir itu dibuat tak terlihat. Seperti item kelas atas yang tak bisa terdeteksi lighthouse, mungkin saja check poin nya dibuat seperti itu," ucap Hockney berpendapat.

Setelah dipikir, ucapan Hockney ada benarnya. Namun yang jadi masalah mereka tak punya item yang bisa mendeteksi item-item tak terlihat. Item seperti itu sangat langka dan harganya mahal. Jarang sekali ada reguler yang memilikinya. Bahkan dikalangan Ranker pun jarang. Kalau begini bisa-bisa mereka akan benar-benar gagal dalam ujian ini.

"Kalau begitu biar aku yang mencari. Insting ku cukup baik dalam menemukan benda-benda yang seperti itu," ucap Bam. Sebelum-sebelumnya ia juga pernah mendeteksi observer lawan saat melewati ujian lantai dan juga mampu mendeteksi senjata milik kaiser saat mereka berdua terlibat pertarungan. Ia rasa bisa melakukannya juga saat ini.

"Baiklah, kami juga akan membantu sebisanya. Yang lain juga, ayo bergerak sebelum tim lawan menang," ucap Khun dan mereka segera berpencar.

"Bam aku ikut dengan mu," ucap Endorsi yang kini sudah mengekor pada Bam.

"Kalau begitu aku akan ke arah sini," Eileen juga mulai bergerak.

"Eileen tunggu." panggil Khun. "Tangan mu terluka."

Khun meraih pergelangan tangan gadis itu yang terdapat luka dengan bercak darak yang lumayan banyak. Lelaki itu menatap Eileen cukup lama membuat gadis itu sedikit bingung, "Bagaimana bisa terluka seperti ini?"

"Tadi aku bertemu tim lawan dan mereka menyerangku," jawab gadis itu. Dari lukanya, itu terlihat seperti bekas serangan dari senjata tajam.

"Dasar. Padahal kita tak diminta untuk bertarung tapi tetap saja mereka menyerang kita."

"Yah, kurasa mereka mencoba cara apapun untuk menghalangi kita menang," ucap Eileen sedikit meringis merasakan tangan Khun sedikit menekan luka di tangannya.

"Ah maafkan aku," ucap Khun. "Setelah ini segera obati luka mu."

"Iya," Eileen mengangguk dan mereka berpisah.

Sudah limabelas menit mereka mencari kembali letak check poin terakhir. Tak ada kemajuan sedikit pun. Mereka tak punya banyak waktu karna ujian lantai 54 ini memiliki batas waktu dan hanya tersisa 30 menit lagi. Mereka cukup frustrasi dibuatnya. Rak pun sampai hampir menghancurkan seisi hutan kalau saja Hockney gagal menghentikannya.

[Tower of God Fanfic] : Tower FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang