Eileen terbaring lemas tak sadarkan diri dengan seluruh tubuh yang terbalut perban. Gadis itu sempat sadar beberapa jam yang lalu, namun sekarang ia tengah tertidur lagi.
Sudah hampir seminggu berlalu sejak kejadian itu. Endorsi sudah hampir pulih, namun Eileen yang menerima luka lebih parah membutuhkan waktu lebih lama. Dokter berkata penyembuhan Eileen cukup cepat pada umumnya. Normalnya luka seperti itu akan memerlukan waktu lebih dari sebulan untuk pulih total. Tetapi menurut perkiraan dokter, Eileen sudah dapat sembuh dalam waktu tiga minggu.
Hockney meletakan segelas air putih beserta beberapa obat di atas meja yang terletak di samping tempat tidur Eileen. Ia melakukannya agar ketika Eileen bangun nanti gadis itu dapat segera meminum obatnya.
Hockney sungguh prihatin dengan kondisi gadis itu. Ternyata permasalahannya dengan Khun lebih kompleks dari yang ia pikirkan. Khun juga tak ada bercerita apa-apa mengenai hubungannya dengan Maria. Sehingga Hockney masih sulit memahami masalah yang terjadi di antara mereka. Ia merasa dirinya tak berkontribusi baik bagi tim mereka.
"Bukankah ini terasa familiar?" Ucapan Endorsi tempo hari juga tertanam kuat dibenaknya.
Hockney awalnya tak begitu mengerti. Namun penjelasan dari Sachi sedikit memberikan pencerahan baginya. Lelaki itu bilang, yang di maksud Endorsi dengan 'familiar' adalah hubungan Khun dengan Maria.
Maria adalah sosok yang penting bagi Khun. Hubungan mereka lebih dari sekedar bersaudara. Banyak yang telah lelaki itu korbankan demi gadis itu. Khun dulu selalu melakukan yang terbaik demi Maria. Walau sedikit berbeda, tak bisa dipungkiri hubungan keduanya mirip dengan hubungan Bam dan Rachel dulu.
Bam yang terus memperjuangkan Rachel. Khun yang terus memperjuangkan Maria. Endorsi mengerti perasaan Eileen, karena ialah yang berusaha sekuat tenaga menyadarkan Bam. Seperti Eileen yang berusaha menyadarkan Khun. Mereka saling mengerti.
Memikirkannya terus-terusan membuat Hockney semakin pusing. Lelaki itu menarik selimut menutupi tubuh Eileen. Lalu meninggalkan kamar gadis itu setelah urusannya selesai.
Pip pip
Eileen membuka kedua matanya. Terus-terusan berbaring di tempat tidur membuat tubuhnya kebas dan mati rasa. Ia mengubah pocketnya menjadi mode tampak dan mengecek pesan yang baru saja masuk.
'Lumina : Apa kau baik-baik saja? Aku sudah mempersiapkan hal-hal yang kau minta. Tinggal menunggu peritah selanjutnya darimu, Putri.'
Eileen menarik napas panjang sebelum akhirnya membalas, 'Terimakasih.'
Lalu tak lama balasan dari Lumina kembali masuk, 'Apa kau yakin dengan rencana ini? Aku bisa melakukannya untukmu, Putri. Kau bisa beristirahat saja dengan nyaman.'
'Aku akan melakukannya sendiri. Kau juga bersiaplah. Kita bergerak sebentar lagi.' balasan Eileen menutup percakapan mereka. Siapa sosok yang tengah mengirim pesan pada Eileen tak ada yang tahu. Permasalahan ini sepertinya akan menemui titik klimaksnya.
***
Khun memandangi Eileen dari celah pintu kamar gadis itu. Eileen masih tak sadarkan diri. Walau begitu Khun tetap tak berani menampakkan dirinya. Perasaan bersalah dalam dirinya begitu kuat hingga ia begitu malu untuk sekedar bertemu dengan gadis itu. Ia hanya mampu mengamatinya dari jauh seperti ini.
"Masuklah kalau kau memang ingin bertemu dengan nya. Sudah hampir setengah jam kau berdiri di sana, Tuan Khun."
Khun membalikkan tubuhnya dan mendapati Bam entah sejak kapan sudah berdiri di belakangnya, "Bam."
"Apa kau tak ingin masuk?" Khun menggeleng menjawabnya, "Kalau begitu tolong beri aku jalan."
Khun menggeser tubuhnya membiarkan Bam memasuki kamar Eileen. Lalu ia lanjut memperhatikan apa yang Bam lakukan di dalam sana dari balik celah pintu lagi.
Bam terlihat sedang mengantarkan obat-obatan serta gulungan perban yang masih baru. Setelah itu ia keluar dari kamar Eileen. Khun mengikuti langlah Bam menuju ke ruang tengah yang sedang kosong lalu duduk di sebelah Bam.
"Bam. Yang aku lakukan terhadap Eileen itu keterlaluan sekali bukan?"
Bam tersenyum mendengar pertanyaan itu, "Aku senang kau menyadari kesalahan mu, Tuan Khun."
Khun terlihat menundukkan kepalanya, "Padahal Eileen sudah mengingatkan ku. Tapi aku tetap lalai seperti ini. Dan tepat seperti ucapannya, tunggu ada yang terluka barulah aku menyadari kesalahan ku. Aku benar-benar buruk."
"Sebenarnya aku juga sempat kecewa dengan perbuatan mu saat itu," Bam memberi jeda, "Tapi aku merasa tak pantas untuk kecewa. Apa yang kau perbuat itu mengingatkan ku akan diriku yang dulu. Saat aku terus mengejar Rachel, aku tak sadar sudah berapa banyak hal yang aku korbankan hanya untuk sesuatu yang tidak berharga itu. Aku merasa telah kehilangan hal yang jauh lebih berharga dibanding Rachel yang tidak ada apa-apanya."
Khun menatap Bam lama, "Tapi kau sudah berubah, Bam. Kau tak lagi mengejar Rachel, dan kau tau mana yang benar-benar penting untukmu. Sedangkan aku malah mengulang kembali kesalahan mu. Aku begitu bodoh."
"Itu tidak semua murni kesalahan mu," ucap Bam. "Aku tau ada yang salah dengan kalian berdua. Tapi bukannya menjadi penengah, aku malah tak bisa berbuat apa-apa. Jadi tolong jangan salahkan dirimu sendiri."
Khun tersentuh mendengar perkataan Bam. Tapi itu belum cukup untuk menghilangkan kegundahan dalam hatinya. "Apa yang harus aku lakukan?"
"Aku rasa belum terlambat untuk minta maaf. Temuilah Nona Eileen, dia pasti akan memaafkan mu."
"Tapi kesalahan ku begitu fatal dan hampir membahayakan seluruh anggota tim."
Bam menepuk pundak Khun, "Selama ini kita sudah melewati begitu banyak mara bahaya bersama. Hal-hal seperti ini jangan sampai memecahkan kita."
Khun menerima saran dari Bam. Tapi ia tak sepenuhnya yakin apakah Eileen akan memaafkannya. Namun ia rasa setidaknya harus mencoba.
"Baiklah."
-TO BE CONTINUED-
14 July 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
[Tower of God Fanfic] : Tower Flower
Fanfiction"Apa yang kau inginkan? Uang dan kekayaan? Kehormatan dan kebanggaan? Kekuasaan dan kekuatan? Balas dendam? Atau sesuatu yang melampaui itu? Apapun yang kau ingin kan, semuanya ada di sini." - Tower of God "Lebih kuat dari sebuah senjata. Lebih inda...