[I] The Beginning : Chapter 6

1.3K 221 2
                                    

Tuk tuk tuk

Khun mengetuk-ngetukan kakinya ke lantai dengan gelisah. Ia menggigit bibir bawahnya seraya terus berpikir. Sudah lebih dari sepuluh menit ia berada di ruang tunggu ini tanpa tahu apa yang sedang terjadi pada timnya di arena permainan. Khun lebih gelisah dengan nasib dari rekannya daripada kekalahan yang mungkin mereka terima. Dibanding dengan Boro dan Sachi, luka yg didapatnya terbilang ringan. Tapi tak ada jaminan kalau temennya yang lain akan mengalami yang sama.

Di sisi lain ruangan itu, Boro terlihat mondar-mandir sama gelisahnya.

"Aku tak ingin kalah. Aku tak ingin kalah." itu yang ia ucapkan berkali-kali dipikirannya. "Kumohon jangan mati kawan-kawan."

"Lebih baik kau duduk dan istirahat. Yang kau lakukan sekarang tidak akan membantu mereka sama sekali," ucap Sachi yang tengah duduk sambil melipat tangannya dibawah dada.

"Aku sedang memikirkan nasib tim kita tahu!!" protes Boro. Ia sedang dalam kondisi panik bahkan lwbih dari sebelumnya.

"Duduk, Boro. Kau mengganggu," ucap Khun dingin, yang langsung saja dituruti Boro tanpa banyak bicara.

Aura tak enak sudah dirasakan Sachi dan Boro sejak Khun kembali ke ruangan ini. Lelaki itu tak mengucapkan apapun sehingga mereka tak tahu apa yang sedang terjadi diluar sana. Tapi mereka tebak itu bukan hal yang baik. Sepertinya keadaannya lebih buruk dari yang mereka pikirkan.

"Tak apa jika kita gagal dalam ujian kali ini. Yang terpenting semoga kita semua bisa selamat," ucap Sachi mencoba mencairkan suasana yang kaku. Setidaknya ia harus tetap berpikir tenang.

"Itu ben-"

'Permainan Selesai. Seluruh peserta ujian harap segera berkumpul di Hall.'

"Apa kita menang?"

***

Aula ujian sudah mulai dipenuhi para peserta. Ada yang memasang wajah girang, namun adapula yang tertunduk lesu. Yah, memang tak mungkin semuanya akan lulus dalam ujian ini. Yang kalah harus bisa menerima kenyataan kalau mereka telah gagal.

Mata Khun berkeliaran kesana-kemari mencari rekannya yang belum juga telihat. Bahkan nasib tim mereka juga belum ia ketahui sampai saat ini. Memang tak kentara, tapi Khun lah yang paling khawatir. Apalagi situasi ini terjadi karna dia gagal menyusun strategi dengan baik.

Tak lama dari seberang sana terlihat Endorsi sedang melambaikan tangan pada mereka. Dibelakangnya ada Bam, Rak dan Hockney berjalan mengikuti.

"Endorsi!"

Khun dan lainnya segera menghampiri mereka dengan harap-harap cemas, "Bagaimana ujiannya? Kalian tak apa?"

Endorsi mengangkat jempolnya bangga, "Tentu saja kita lulus!"

"Eh, bagaimana bisa?"

"Itu semua karena ada aku. Leader Rak yang hebat!" ucap Rak menyombongkan diri.

"Itu bukan karna kau, Buaya," sela Hockney.

Bam berjalan mendekat pada Khun, "Syukurlah Tuan Khun. Nona Endorsi datang tepat pada waktunya. Kami sudah dicegat oleh Raja dan Prajurit lawan. Tapi kami berhasil mengalahkan Raja mereka."

"Jadi kau tidak pergi ke tempat Hockney, Endorsi?"

"Tidak, Khun. Tadinya aku mau kesana. Tapi karena ada suatu hal, aku berubah pikiran. Syukurlah aku mengikuti firasatku itu. Yang terpenting kita lulus. Aku lelah sekali hari ini," keluhnya.

"Baguslah," Khun menghembuskan napasnya. Akhirnya mereka bisa bernapas lega.

'Perhatian para reguler sekalian. Kami akan mengumumkan tim yang menang dalam ujian Babak kedua ini.

1. Tim Satu
2. Tim dua
3. Tim Shin
4. Tim Cracker
5. Tim Aguero

Kami ucapkan selamat, kalian sudah dipastikan lulus. Terakhir, selamat beristirahat!"

***

Endorsi berjalan santai sambil meregangkan tubuhnya. Ujian ini memakan waktu seharian penuh dan tak terasa sudah malam hari. Para peserta diberi ruangan untuk beristirahat dan bisa makan malam di kantin sepuasnya jika lapar. Ruangan yang diberikan pengawas ujian dihuni oleh dua orang. Karena Endorsi satu-satunya wanita di tim mereka, ia terpaksa ditempatkan dengan anggota dari tim lain.

Sebenarnya sangat mengesalkan berada di kamar yang sama dengan orang asing yang tidak dikenal. Tapi karna ini cuma semalam, ia harus bisa menahannya. Setelah membersihkan diri nanti, tim mereka janjian makan malam bersama di Kantin. Ia tak boleh telat jika tak ingin makan sendirian.

"503..

"504...

"50...5, ah ini kamarku."

Endorsi lalu memutar gagang pintu di hadapannya. Tak dikunci, artinya rekan sekamarnya sudah masuk duluan dan sedang berada di dalam. Tangan Endorsi kemudian bergerak mendorong pintu itu agar terbuka lebih lebar. Tepat di depannya ia melihat siluet seseorang yang sedang memunggunginya. Orang itu lalu menoleh ke Endorsi dengan ekspresi wajah yang datar.

"Selamat datang,"

"Eh, kau?"

-TO BE CONTINUED-

10 April 2019

By Chaerun Nessa

[Tower of God Fanfic] : Tower FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang