Tiga hari lamanya Tim Bam berada di markas cabang Wolhaiksong. Mereka pikir mereka akan terus bisa bersantai seperti ini. Nyata hal itu tidak bisa terjadi. Satu-satunya hal yang paling mereka hindari kini siap menanti.
Misi baru dari Hwaryun.
Entah kenapa Khun benci sekali tiap gadis itu meminta mereka melakukan ini itu tanpa memberikan informasi yang jelas. Seolah-olah dirinya menjadi pelayan gadis itu. Kalau bukan demi kebaikan Bam, jangan harap Khun mau menurutinya.
"Jadi kalian akan kembali menaiki menara?" tanya Urek.
"Benar, Tuan Urek. Ada yang harus kami lakukan di lantai 63 jadi kami harus segera mengambil ujian minggu depan dan pergi ke lantai berikutnya."
Urek melengguh. Pria berbadan kekar itu terlihat tidak rela jika Bam pergi dari sini secepat itu.
"Baiklah, Baby. Tapi saat kalian sampai di lantai 77 nanti, tolong datang ke markas utama Wolhaiksong. Sepertinya terlalu cepat mengakhiri diskusi kita sampai disini."
Bam hanya bisa tertawa paksa. Sepertinya Urek tak akan berhenti memaksanya bergabung ke Wolhaiksong sebelum Bam benar-benar masuk ke dalamnya. Untungnya ada Khun yang selalu membantu Bam menghindari ajakan-ajakan dari manusia seperti Urek.
"Kami akan mengantar kalian."
"Tidak perlu. Kami sudah memesan kendaraan sendiri. Terimakasih atas tawarannya." Tolak Khun.
Setengah jam kemudian kapal terbang yang menjemput mereka telah datang. Tanpa disangka, Bam lah yang terlebih dahulu menaikinya. Sepertinya dia sudah sangat tidak bedah bersama dengan Urek.
"Tuan Urek, terimakasih atas bantuan mu. Aku harap kau akan terus menghubungiku." Ucap Eileen dengan tulus lalu membungkuk pada Urek.
Tangan Urek terjulur untuk mengelus puncak kepala Eileen. Dapat terlihat rona merah di pipi gadis itu mulai menyebar.
Khun memutar kedua bola matanya. Kenapa Eileen malah buang-buang waktu begini.
"Cepatlah," perintah Khun.
"Kalau begitu kami pergi. Sampai jumpa lagi," pamit Eileen.
Ia lalu bergegas menaiki kapal terbang itu disusul dengan Khun di belakangnya. Tak lama kapal itu mulai lepas landas dan meninggalkan markas Wolhaiksong menuju ke tempat tinggal mereka.
"Anak Khun Edahn itu sangat protektif," ucap Athalas.
"Hah?" Urek memasang wajah penuh tanda tanya. Namun bukannya memberikan jawaban, Athalas malah masuk kembali ke dalam markas meninggalkan Urek sendiri.
Urek pun memilih kembali ke ruangannya. Disana ia segera menyalakan pocketnya lalu menghubungi seseorang yang sudah sangat lama tidak ia ketahui kabarnya. Perlu waktu beberapa saat sampai akhirnya panggilan itu mulai terhubung.
"Ada apa?"
"Apa yang kau lakukan selama ini?"
Bukannya menjawab pertanyaan dari orang di seberang sana, Urek justru bertanya balik. Ada keheningan sesaat sebelum akhirnya berbicara.
"Maksudmu?"
Urek mengacak rambutnya frustasi, "Anakmu tiba-tiba datang menemuiku. Dia menanyakan keberadaanmu sambil menangis tersedu-sedu."
Tak ada balasan dari pria di seberang sana membuat Urek merasa dirinya benar-benar diabaikan.
"Hei! Kau sungguh benar-benar sudah punya anak? Bagaimana bisa anakmu secantik itu?"
"Kau tahu aku pria paling tampan di menara."
Walau tak dapat melihatnya, Urek yakin pria itu sedang tersenyum percaya diri di seberang sana. Urek hanya bisa memasang wajah masam tak mampu menyangkal ucapan itu.
"Intinya apa yang kau lakukan selama ini? Kenapa anakmu sampai mencarimu begini? Kau melantarkannya ya? Kau tahu bagaimana dia terlihat sangat menderita?"
Mendapat banyak pertanyaan dari Urek tidak membuat pria itu kehilangan ketenangannya. "Mengetahui anak itu datang menemuimu sudah membuatku lega. Itu artinya dia baik-baik saja karena dapat bertahan selama ini."
"Orangtua macam apa kau ini?!" sentak Urek.
"Aku memang bukan Ayah yang baik. Bagaimanapun itu aku tetap menyayangi Putri ku. Aku tetap menjaganya walau dari kejauhan."
Urek tersenyum sinis, "Oh ya? Apa kau tahu anakmu sedang didekati oleh banyak pria? Salah satunya adalah anak dari Playboy nomor 1 di menara. Kau tak khawatir anakmu juga dijadikan istri kesekian?"
"Informasi darimana itu? Aku tak pernah mendengarnya. Dia tak boleh berakhir dengan lelaki seperti itu."
Urek nyaris tertawa mendengar nada bicara pria itu yang berubah drastis penuh kekhawatiran. "Terserah kau. Lebih baik segera kau temui anakmu sebelum kau punya cucu lebih cepat."
"Cu-cucu? Tidak boleh! Dia masih terlalu muda untuk punya anak. Tolong bantu awasi dia."
"Heee? Memangnya aku Ayahnya? Dia kan anakmu, jadi kau urus saja sendiri!"
Tut..
Urek segera mematikan panggilan lalu membaringkan tubuhnya. Ia tersenyum puas. Hanya ini yang bisa ia lakukan untuk membantu Eileen agar segera bertemu dengan Ayahnya.
***
Ini adalah malam terakhir Tim Bam berada di lantai 60. Besok mereka akan mengambil ujian untuk naik ke lantai selanjutnya. Dan apabila lulus, mereka akan langsung ke lantai 61 saat itu juga.
Malam ini Eileen kembali berulah. Ia meminta untuk tidur di kamar Khun sehingga keduanya harus bertukar kamar. Katanya kamar Khun memiliki sirkulasi udara yang baik daripada kamarnya. Jadi disinilah Khun saat ini.
Ia menatap langit-langit kamar Eileen sembari menerawang. Rasa kantuk belum juga datang padahal waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam.
Dari arah balkon Khun mendengar suara grasak-grusuk yang membuatnya curiga. Ia bangun dari posisi tidurnya lalu mengendap-endap mencoba menggeser pintu balkon.
"Putri, aku-"
Gadis di hadapan Khun terlihat terkejut. Ia segera mencoba kabur namun Khun berhasil menahannya dengan Lighthouse.
"Siapa kau? Dan apa yang kau lakukan disini."
Gadis itu tahu ia tak akan bisa kabur dan Khun tidak berniat melepaskannya sebelum pertanyaan itu terjawab.
"Aku Lumina. Teman Nona Eileen."
"Kenapa kau malam-malam kesini? Apa kalian sedang merencanakan sesuatu?" todong Khun dengan tatapan tajamnya.
"Tidak! Aku sudah lama tidak bertemu Nona Eileen. Aku hanya ingin tahu apa dia baik-baik saja disini. Dia selalu melarangku kesini, jadi aku semakin penasaran. Aku takut Nona bersama dengan orang-orang berbahaya."
Khun semakin menajamkan tatapannya membuat Lumina hanya bisa membuang muka.
"Kau pikir aku akan percaya?"
"Terserah kau percaya atau tidak. Dan kau! Apa kau anak keluarga Khun yang Nona bilang sangat mesum itu? Kau selalu menatap Nona dengan pandangan tidak senonoh kan? Aku akan melaporkan mu atas kasus pelecehan!"
Khun membelalakkan matanya. Bagaimana bisa Eileen berbicara tentangnya seburuk itu. Lagipula itu semua tidak benar. Khun hanya mengawasi Eileen!
"Jangan sembarangan bicara!"
"Lalu kenapa kau mengikatku begini? Kau tidak berniat macam-macam kan? Aku akan berteriak kalau kau mencoba menyentuhku!"
"Astaga kasihan sekali Nona Eileen. Aku mengerti kenapa dia begitu stress berada disini. Pasti berat setim dengan orang mesum."
Khun merasa kepalanya ingin pecah. Kelakuan gadis itu persis Eileen! Apa keduanya saudara yang terpisah?
"Jangan melantur! Aku hanya ingin bicara."
-TO BE CONTINUED-
.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Tower of God Fanfic] : Tower Flower
Fanfiction"Apa yang kau inginkan? Uang dan kekayaan? Kehormatan dan kebanggaan? Kekuasaan dan kekuatan? Balas dendam? Atau sesuatu yang melampaui itu? Apapun yang kau ingin kan, semuanya ada di sini." - Tower of God "Lebih kuat dari sebuah senjata. Lebih inda...