"Jadi kalian sudah menyelesaikan ujian lantai 54? Kapan kalian naik ke lantai selanjutnya?" tanya seseorang di seberang sana.
"Lusa kami baru akan ke lantai 55." jawab Khun.
Perempuan dalam panggilan itu, Hwaryun, terdengar menghembuskan napasnya. Entah apa yang ia pikirkan, tak ada yang tau. "Kalau begitu, apa ada hal yang mengganggu kalian selama mencari wadah bunga menara?"
"Tidak, Nona Hwaryun. Untungnya tidak ada hal-hal seperti itu. Kami juga tak bertemu orang-orang yang juga mengincar bunga menara," balas Bam. "Lalu kapan kita akan bertemu lagi? Sebenarnya kami sedikit kesulitan tanpa bantuan mu."
Hwaryun menyeringai di seberang sana, "Kita akan bertemu di lantai 56. Padahal sebenarnya aku ingin menemui kalian di lantai 55 tapi masih ada beberapa hal yang harus aku urus. Aku minta maaf."
"Kau hanya bisa merepotkan orang saja," ceplos Endorsi kesal.
"Hahaha, maaf Tuan Putri. Tapi dalam waktu dekat ini kalian akan menghadapi hal-hal yang lebih merepotkan," ucapnya santai tanpa mengetahui orang-orang yang mendengar itu telah susah payah menahan emosi.
"Sebenarnya apa yang akan terjadi?"
"Tenang saja, kalian akan segera mengetahuinya." ucap Hwaryun terdengar sangat mencurigakan seolah-olah merahasiakan sesuatu. Apa yang gadis itu ucapkan malah membuat mereka tak bisa tenang. "Oh iya, di tim kalian ada yang habis terluka ya? Padahal aku sudah memperingatkan Khun agar menjaga aggotanya dengan baik. Bisa-bisa selanjutnya kalian akan lebih menderita."
"Hei, penyihir merah. Kenapa kau malah salahkan aku?" amarah Khun memuncak.
"Ah sudahlah. Pokoknya dalam waktu dekat kau harus bertindak secara hati-hati. Sudah ya, sampai jumpa." Tut tutt..
"Ugh, lagi-lagi dia seenaknya memutuskan panggilan," Khun mengusap wajahnya gusar.
"Nona Hwaryun memang selalu seperti itu," Bam mencoba memaklumi.
"Pemandu kalian hebat sekali. Dia tahu, kalau aku sebelumnya sedang sakit," ucap Eileen yang sedari tadi hanya mendengarkan percakapan mereka. Ia terlalu segan untuk sekedar menyahut.
"Dia itu menyebalkan," komentar Endorsi membuat Eileen hanya bisa terkekeh maklum.
"Ayo segera kemasi barang kalian. Lusa kita sudah harus berangkat. Hwaryun bilang, pecahan wadah bunga menara ada di lantai selanjutnya."
***
Khun memijakkan kakinya untuk pertama kali di lantai 55. Ia meregangkan sedikit badannya. Berada di kapal terapung dalam waktu yang lama membuat tubuhnya terasa pegal. Begitu sampai di lantai ini, mereka disambut dengan pemandangan yang begitu modern. Segala sesuatu yang ada di tempat ini terlihat begitu canggih. Hampir semua benda di tempat ini digerakan dengan mesin otomatis.
"Apa kita langsung mencari tempat tinggal?" tanya Hockney.
"Tidak perlu. Aku sudah menyewa rumah di dekat area ujian. Kita hanya perlu kesana."
"Baguslah, itu lebih menghemat waktu. Itu baru Khun Sang Pemimpin," Boro menepuk bahu Khun.
"Hei, Kura-kura. Pemimpinnya itu aku tahu!" Protes Rak.
"Yayaya."
"Kau mengabaikan ku ya," Rak menyeruduk tubuh boro menyebabkan keributan kecil disana.
"Kalau begitu, mumpung disini bukankah lebih baik kita sekalian berbelanja?" celetuk Eileen.
Tempat ini selain digunakan sebagai Bandara, didekatnya juga ada pusat perbelanjaan dan pasar. Apapun keperluan yang mereka butuhkan ada di tempat ini. Jadi dari pada bolak-balik ketika sampai dirumah, lebih baik mereka sekalian berbelanja.
"Baiklah, aku dan Eileen akan pergi belanja. Kalian tunggu saja di suatu tempat," ucap Khun lalu meninggalkan timnya bersama Eileen.
Mereka berjalan berdua memasuki sebuah supermarket yang cukup ramai. Keduanya menyusuri satu per satu lorong mencari bahan-bahan yang kiranya akan dibutuhkan nanti. Mereka sempat berpencar agar lebih efektik dan efisien dalam berbelanja.
"Khun, apa kau ingin makan sesuatu? Aku bisa memasakkannya nanti," tanya Eileen.
"Tidak perlu. Aku bisa makan apa saja," jawab Khun menolak tawaran Eileen. Lelaki itu tak ingin terlalu merepotkan Eileen. Pasalnya rekan setimnya yang lain sudah terlalu sering request berbagai masakan, terutama Boro dan si Buaya. Jika ia juga ikut-ikutan minta dimasakkan yang macam-macam itu hanya akan membuat Eileen kerepotan.
"Baiklah kalau begitu kita tinggal beli beberapa buah-buahan. Buaya tadi minta dibelikan pisang."
Setelah keranjang belanjaan penuh, mereka lalu mengantri untuk membayarnya. Selain berperan sebagai Ketua, Khun jugalah yang biasanya mengatur keuangan tim mereka. Poin hasil ujian akan dibagi ke masing-masing anggota dan sisanya disimpan untuk keperluan bersama seperti berbelanja dan menyewa rumah.
Keduanya segera keluar dari supermarket tersebut. Tiga puluh menit berbelanja ternyata cukup melelahkan. Eileen ingin segera istirahat setelah sampai di rumah nanti. Berendam air panas pasti akan terasa menyenangkan.
"Khun, aku dengar di sini ada toko kue yang sangat terkenal. Aku ingin mampir sebentar kalau kau tak keberatan." ucap Eileen.
"Khun?" panggilnya lagi merasa Khun tak mendengarkan ucapannya. Lelaki itu malah terdiam.
"Khun, apa kau dengar aku?" Eileen menepuk bahu lelaki itu tetapi Khun masih tak merespon. Tubuhnya seolah membeku dengan pandangan ke depan.
Eileen mencoba mengikuti arah pandangan Khun yang ternyata jatuh pada seorang gadis berambut panjang berwarna biru muda dengan bola mata biru gelap, persis seperti milik Khun. "Itu bukannya..."
"Maria..."
Satu kata itu akhirnya keluar dari mulut Khun setelah ia terdiam beberapa saat. Pandangannya tak teralihan sedetikpun dari sosok gadis itu. Maria nampak dikelilingi oleh banyak orang dan beberapa diantaranya memegang kamera. Tubuh Khun terasa amat sangat berat untuk digerakkan. Matanya membulat seketika begitu melihat Maria seperti memandang ke arahnya. Gadis itu tersenyum. Sama seperti senyuman yang dulu gadis itu selalu perlihatkan pada Khun. Lalu tubuh gadis itu menghilang tenggelam dalam kerumunan orang-orang yang bergerak menjauh.
"Maria! Kau... mau kemana?" Khun ingin mengejar tapi tubuhnya terlalu sulit dikendalikan membuatnya hampir kehilangan keseimbangannya.
"Khun!"
***
Bam menyeruput segelas es kopi ditangannya. Ia memandang dua gelas minuman dingin lainnya yang ia siapkan untuk Eileen dan Khun. Sudah hampir sejam keduanya belum kembali dari berbelanja. Ia jadi sedikit khawatir. Sebelumnya ia mendengar ada sebuah keributan yang entah disebabkan oleh apa. Ia hanya berharap semoga Eileen dan Khun tak terlibat masalah apapun.
"Itu mereka," ucap Endorsi.
Bam segera mengalihkan pandangannya dan mendapati Eileen tengah berjalan dengan sangat cepat sambil menggandeng tangan Khun. Khun yang berada di belakang gadis itu terlihat sedikit linglung. Raut wajah kedua terlihat aneh.
Eileen terlihat ngos-ngosan begitu sampai di depan mereka. Gadis itu juga langsung melepaskan genggaman tangannya pada Khun, "Ayo pergi."
"Tu-tunggu, Nona Eileen. Apa kau tidak apa-apa? Apa terjadi sesuatu barusan?" tanya Bam amat penasaran.
Eileen membuang muka, "Tidak ada apa-apa. Ayo segera pergi. Khun sepertinya kurang enak badan."
Bam semakin curiga. Ekspresi Eileen yang terlihat sedikit murung sangat jelas menunjukkan kalau ada sesuatu yang terjadi. Tetapi gadis itu terlihat tak ingin membahasnya. Bam memilih menurut dan menunggu saat yang tepat untuk bertanya lagi. Khun juga terlihat kurang sehat. Ia sangat khawatir dan penasaran.
"Aku sudah dapat kendaraan yang akan membawa kita ke rumah. Ayo pergi," ajak Sachi.
-TO BE CONTINUED-
KAMU SEDANG MEMBACA
[Tower of God Fanfic] : Tower Flower
Fanfiction"Apa yang kau inginkan? Uang dan kekayaan? Kehormatan dan kebanggaan? Kekuasaan dan kekuatan? Balas dendam? Atau sesuatu yang melampaui itu? Apapun yang kau ingin kan, semuanya ada di sini." - Tower of God "Lebih kuat dari sebuah senjata. Lebih inda...