Chapter 7

472 82 32
                                    

"Sihir terbentuk dari kata-kata yang dapat memanggil kekuatan alam," ucap Illa. Pria berambut  hitam itu mengangkat tangan, menggerakkannya di udara sambil membentuk tulisan dari huruf-huruf kuno. "Kau bisa menulis atau mengucapkannya."

Tulisan yang terdiri dari dua huruf berpendar itu menghilang, gantinya adalah sebuah bola api kecil melayang di atas telapak tangan. Hanya beberapa detik lalu hilang.

"Namun orang-orang yang memiliki afiliasi dekat dengan unsur-unsur pembentuk dapat menyalurkan kekuatan hanya dengan mengucapkan kata-kata Kuasa dalam pikiran." Illa kembali memunculkan bola api yang sama tanpa menulis atau berbicara.

"Lalu bagaimana bila aku bertemu dengan orang yang demikian?" tanya Alex dalam rupa yang lebih mungil, tidak lebih dari tujuh tahun umurnya.

Illa memandang anak didiknya itu dengan sebuah senyum kecil.

"Larilah."

Alex melompat mundur tepat waktu. Tombak tanah itu menghunjam paving tempatnya berdiri sepersekian detik lalu. Dirinya mengutuki pikirannya yang sempat hilang selama beberapa saat, mengenang masa silam, ketika dia pertama kali belajar sihir bersama Illa.

Bagaimana bisa dia mengingat hal remeh seperti itu ketika nyawanya dalam bahaya?

Kabar baiknya, Alex benar-benar melakukan apa yang diajarkan Illa. Lari dan menghindar. Terutama ketika terbentuk tombak-tombak lain di tangan penyerangnya. Pertanyaan besar pun muncul.

Ke mana?

Gang itu buntu. Alex mulai kehilangan tempat untuk menghindar ketika tombak kelima meluncur. Seluruh jalan di hadapannya sudah berlubang dengan tombak mencuat. Pandangan Alex terarah kepada si senior yang sampai saat ini belum berbuat apa-apa. Firasatnya berkata bahwa ada hal lebih buruk yang akan terjadi bila dia tidak melakukan sesuatu.

"Kalian melanggar Pakta pasal 237 butir ke 1907!" seru Alex di antara napasnya. Dia mengelak ke samping, tepat saat sebuah tombak batu melesat menyasar kepalanya. "Tidak boleh mengadakan pertempuran penyihir di kawasan manusia non magus tanpa seizin pengawas Pakta. Semua yang melanggarn--"

Alex terpaksa melompat mundur ketika melihat sebuah tombak terbentuk di atas kepalanya dan menghunjam ke bawah. Dia berdecak. Punggungnya sudah menghantam tembok dan di atas kepalanya sedang terbentuk beberapa tombak lain. Dia kehabisan waktu, tempat, dan pilihan.

Hanya ada satu cara terakhir yang bisa dia lakukan sebelum pertempuran ini menarik perhatian non magus. Cara yang sebenarnya tidak ingin dia lakukan. Alex menggumamkan mantra sambil menuliskan beberapa kata kuno yang berpendar putih di telunjuknya.

"VYMIR!" serunya tepat ketika kelima tombak selesai terbentuk di atas kepala.

Seketika dari huruf kuno di tangannya, pecahan-pecahan kaca muncul dalam berbagai ukuran lalu menyebar dan menempel di udara, membentuk sebuah dinding transparan yang mendistorsi pandangan ke luar. Tombak-tombak di atas kepalanya jatuh tapi hanya menembus tubuh Alex tanpa melukai. Bentuk mereka ikut terdistorsi seperti mozaik. Alex mengembuskan napas sebelum kembali menghadap kedua penyerangnya.

"Peraturan Pakta pasal 1657 butir 21. Setiap pertempuran sihir harus dilakukan di dalam dimensi terpisah agar tidak diketahui non magus sekaligus tidak merusak realita. Kalian beruntung karena aku bisa melakukan sihir itu." Alex menyemburkan kata-kata yang sudah dihafalnya di luar kepala. "Kegagalan dalam melakukannya dapat dihukum sesuai dengan butir 22."

Yang jelas penyerangnya tidak terkesan dengan penjelasan Alex karena si senior menyeringai kejam. Rekannya membuat sebuah pedang dari tanah dan melemparkannya ke pria berjaket kulit itu. Sepertinya mereka adalah kombinasi petarung dan penyihir jarak jauh. Alex tiba-tiba merasa perutnya terlilit rasa tidak nyaman, tapi dia tidak memiliki pilihan.

[END] Dunia KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang